Mohon tunggu...
syarifuddin abdullah
syarifuddin abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Seni dan Perjalanan

Ya Allah, anugerahilah kami kesehatan dan niat ikhlas untuk membagi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ibu & Seribu Satu Inspirasi

22 Desember 2015   12:07 Diperbarui: 22 Desember 2015   13:19 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sepanjang zaman, setiap perenungan yang dilakukan oleh siapapun tentang ibunya, umumnya akan melahirkan kebajikan dan kebijakan.

Kebajikan dan kebijakan itu biasanya akan muncul dalam dua bentuk: (1) utaian kalimat-kalimat bernas tentang ibu; dan (2) perilaku dan gairah baru yang memicu untuk memaksimalkan pengabdian kepada sang ibu. Dan contohnya banyak.

Ungkapan “kasih ibu sepanjang masa” adalah hasil perenungan mendalam, oleh entah siapa yang pertama kali merumuskan kalimat legendaris itu.

Dalam perjalanan pagi tadi, saya mendengar seorang pendengar di radio, dalam sebuah program tentang ibu, tiba-tiba saja meluncur dari mulutnya kalimat ini: “Ibu adalah malaikat yang dikirim Tuhan untuk mengasah rasa asih anak-anaknya”.

Hampir semua penyanyi tenar dalam sejarah musik dunia, juga di Indonesia, menciptakan lagu khusus tentang ibu. Pengungkapannya berbeda-beda, namun intinya satu: sayang dan cinta kepada ibu.

Seorang anak pelacur akan tetap menghormati ibunya sebagai ibu – bukan bangga atas kepelacuran ibunya – meski si anak itu akan ikut merasakan mungkin keterhinaan sosial karena ibunya seorang pelacur.

Seorang wanita paruh baya, di depan kamera televisi mengeluh, karena ibunya konon tidak pernah memahami dirinya sebagai wanita muda modern, dan menuding ibunya lebih suka marah daripada mengasihi. Lalu host acara yang merupakan seorang motivator menyindir wanita paruh baya itu dengan mengatakan: “Seandainya Tuhan mengizinkan ibuku hidup kembali bersamaku hanya untuk memarah-marahiku setiap hari, maka aku akan rela menerimanya”.

Seorang ilmuwan yang sukses di bidangnya, dengan santun mengatakan, “setiap hari, pada moment tertentu di pagi hari, sudah bertahun-tahun lamanya, saya konsisten mengikhlaskan niat untuk berdoa khusus untuk ibuku, sebelum memulai aktivitas keseharian. Dan saya menikmatinya, saya membuktikan manfaatnya”.

Berbahagialah mereka yang masih hidup ibunya, masih bisa mencium tangannya, bersimpuh sungkem di lututnya, memeluknya sambil meneteskan air mata kebahagiaan, dan memohon ridha dan perkenananya. Sebab ridha Tuhan sebagian karena ridha ibu juga. Sebagian murka Tuhan karena murka ibu juga.

Kepada yang sudah ditinggal wafat ibunya, minimal ada dua cara berbakti kepadanya: (1) doa yang tulus kepadanya, dan (2) tetap mencintai dan memperlakukan dengan baik orang yang pernah dicintai dan diperlakukan dengan baik oleh ibu kita.

Kalau sempat dan berkenan, cobalah merenung beberapa menit tentang ibumu, maka Anda akan merasakan kesyahduan batin yang tiada tara, dan hanya Anda yang bisa merasakannya. Bahkan bila Anda mencoba menceritakan kesyahduan itu kepada orang lain, kalimat penggambaran itu tidak akan mampu mewakili kesyahduan yang Anda dan hanya Anda yang bisa menikmati dan merasakannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun