Sejak kurang lebih satu bulan terakhir, netizen pegiat media sosial, warga biasa dan media-media nasional Mesir aktif membincang seruan untuk melakukan aksi demo besar-besaran, yang diprakarsai sebuah tag di Facebook bernama “Ghalaba Movement” (“Marginalised Movement”) atau “Gerakan Orang Pinggiran”, yang mengajak warga Mesir turun ke jalan pada 11 Nopember 2016 (ditulis 11-11), untuk memprotes kenaikan harga bahan-bahan kebutuhan pokok. Anehnya, tidak satu pihak yang mengaku sebagai pemrakarsa gerakan tersebut.
Hanya dalam tempo sebulan, kampanye online “Ghalaba Movement” itu direspon lebih dari 100 ribu followers, yang kemudian men-share secara berantai dan masih terus menggelinding.
Keruan saja, media-media pro pemerintah berteriak memprotes – cetak ataupun elektronik – dan sejumlah pejabat Pemerintah berkomentar sinis. Bahkan “Terjadi semacam kepanikan di kalangan pemerintah”, tulis Fahmi Huwaidy, seorang penulis senior Mesir.
Karena “Ghalaba Movement” menggunakan tanggal yang ditulis seperti simbol gerakan: 11-11, sebagian tokoh dan media pemerintah menuding aktivis Ikhwanul Muslimin (IM) berada di belakang gerakan tersebut. Alasannya: empat angka satu yang berderet memang terbaca “empat”. Simbol ini mirip dengan simbol telapak tangan “empat jari berdiri” (jempol ditekuk) yang berwarna dasar kuning, yang dijadikan simbol perlawanan IM yang mengecam tindakan pemerintah saat membubarkan paksa (sebagian media menyebutnya “pembantaian”) peserta sit-in, aksi pendukung mantan Presiden Mohammad Morsi di alun-alun Rab’ah, Kairo pada Juli 2013. (Catatan: dalam bahasa Arab pergaulan slang Mesir: kata rab’ah berarti empat).
Entah kebetulan atau tidak, pada 22 Oktober 2016, seorang penulis senior Maroko, Abdel Haq Al-Reiki menceritakan kasus unik yang dialaminya dan diceritakan melalui tulisan berjudul “Revolusi Lentil”:
: “Karena tertarik dan terganggu dengan banyaknya postingan di media sosial tentang kelangkaan dan mahalnya harga lentil – satu jenis kacang-kacangan yang merupakan bahan masakan utama di Maroko – akhirnya pada Kamis sore (20/10), sambil iseng, saya menulis selama 18 detik dan mengupload postingan di akun Facebook saya sebagai berikut:
يا شعب الفيسبوك العظيم، موعدنا جميعا يوم الأحد الساعة العاشرة صباحا بساحة باب الأحد بالرباط، لرفع شعار واحد هو سْوّا اليوم سْوّا غدا، العدس لابُدَّا.
(Wahai penduduk Facebook yang agung, ayo kita semua ketemuan pada Ahad, jam 10.00 pagi, di alun-alun Babul-Ahad di Rabat, untuk menyuarakan satu slogan: gak peduli hari ini dan atau besok, pokoknya lentil harus tersedia).
Tak disangka dan saya kaget luar biasa, begitu bangun pagi di hari Jumat (20/10), postingan itu direspon ribuan warga Maroko, bukan hanya warga kota Rabat saja, tapi juga dari wilayah lain di Maroko, dan semuanya setuju menghadiri pertemuan yang saya tentukan waktunya: Ahad, jam 10.00 pagi” .
Selanjutnya, Abdel Haq Al-Reiki terpaksa berurusan dengan aparat keamanan Maroko untuk memberikan klarifikasi dan konfirmasi: postingan “Revolusi lentil” telah dinyatakan sebagai postingan iseng, meski sempat disambut serius warga Maroko. Aksi Revolusi Lentil tidak jadi dan memang tidak dimaksudkan untuk diselenggarakan.
Tapi seruan aksi 11-11 di Mesir, bisa jadi akan menggelinding serius, makin lama semakin membesar.