Siang hari jelang sore, ketika tak satu pun celah di ufuk yang memperlihatkan birunya langit. Gelap padahal jarum jam masih menunjukkan siang hari. Semua tanda-tanda alam menunjukkan sebentar lagi akan hujan.
Hari itu, saya berbincang dengan tetangga Randu, Pak Samad yang mencoba menggambarkan figur Randu yang juga populer dengan sebutan Lelaki Paruh Baya (eL-Pe-Be). "Aku bahkan belum pernah mendengar Randu memuji seorang intelektual atau dai penceramah".
Seolah semua analisis para intelektual tentang persoalan kebangsaan dan kenegaraan di televisi, Randu sudah mengetahuinya. Seakan semua materi ceramah para dai di televisi dan di mimbar masjid, ia pun sudah memahaminya.
Memang, dari ungkapan-ungkapannya, juga cara mengekspresikan pendapat dan sudut pandangnya, serta kedalaman dan ketajaman analisisnya terhadap setiap persoalan yang sedang dibicarakannya, terkesan kuat bahwa Randu adalah seorang yang bacaannya luas, pengalamannya berlapis-lapis, serta lingkup pergaulan yang merentang di semua lini sosial.
Namun di sisi lain dari kehidupan kesehariannya, ada sesuatu yang unik: Randu juga terkesan terlalu asyik dengan kesendiriannya. Dalam posisi tertentu sering terlihat sangat Pede, yang membuatnya terlihat angkuh. Bahkan mungkin seolah merasa layak dan berhak untuk bersikap angkuh.
Syarifuddin Abdullah | 01 November 2022/ 06 Rabiul-tsani 1444H
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H