Ketika pasukan Abhrah Al-Asyram, penguasa Yaman dari Habasyah, mengerahkan pasukan gajahnya ke Makkah untuk menghancurkan Ka'bah, panglima perangnya mencari penunjuk jalan, karena belum tahu rute jalan menuju Makkah. Tak seorang pun warga Yaman yang mau menjadi guide, kecuali seorang lelaki bernama Abu Rigal ( ).
Dengan iming-iming imbalan uang, Abu Rigal bersedia menjadi guide (pemandu) yang mengantar pasukan Abrahah dari Yaman ke Makkah.Â
Ketika tiba di pinggiran Makkah, persisnya di titik yang kini berada antara Mina dan Muzdalifah, Allah swt mengirim pasukan burung yang memuntahkan tanah liat panas ke iring-iringan pasukan gajah. Dan pasukan gajah itu, termasuk Abu Rigal, hancur berantakan seperti daun-daun yang dimakan ulat. Sebuah kisah yang diabdikan dalam Quran, di surat Al-Fil.
Catatan: pasukan burung yang membawa ababil (tanah liat panas) itulah tampaknya yang menjadi inspirasi produksi senjata yang dibawa drone (pesawat nir-awak), yang pernah dan masih digunakan oleh sejumlah negara: Amerika ketika menggempur Afghanistan (2001) dan Irak (2003), atau pasukan Rusia di Suriah (sejak 2015) dan kini di Ukraina (2022).
Sejak itulah, dalam buku-buku sejarah Islam, Abu Rigal dinobatkan sebagai tokoh simbol pengkhinatan. Namanya disebut dengan konotasi jelek: pengkhianat.
Setelah itu dan sampai saat ini, tidak seorang pun warga Arab yang menamai anak-anaknya dengan nama Abu Rigal.
Dalam obrolan sehari-hari, atau bahkan percakapan semi resmi dan resmi, jika ada orang Arab yang dianggap pengkhianat, ia akan ditamsilkan atau digelari Abu Rigal, sang pengkhianat.
Sebagai perbandingan, cerita-cerita rakyat Indonesia juga memiliki tokoh bernama Malin Kundang yang disimbolkan sebagai pendurhaka kepada ibunya.
Tapi saya tidak-belum pernah menemukan cerita atau dongeng tokoh klasik Nusantara, yang disimbolkan sebagai tokoh pengkhianat.
Syarifuddin Abdullah | Jakarta, Ahad, 15 Mei 2022/ 13 Syawwal 1443H