Sebagai pembaca awam di bidang ekonomi-politik, buku ini sungguh membuka mata dan kesadaran. Keunggulan buku ini adalah kepiawaiannya menjelaskan dan menganalisis realitas-fenomena politik-ekonomi berdasarkan teori. Artinya bukan hanya meratapi realitas yang timpang, tetapi mengulas basis teoritis yang melatari fenomena-realitas yang timpang itu.
Sepanjang 274 halaman, plus sekapur sirih penyunting yang berjudul Ekonomi Politik dan pengantar A Prasentyantoko yang berjudul Menggugat Neoliberalisme, buku berjudul Ekonomi Politik: Dalam Pusaran Globalisasi & Neoliberalisme karya B Herry-Priyono ini merupakan salah satu buku yang fasih menjelaskan berbagai lanskap perkembangan dan juga pertarungan abadi antara tiga pemangku kepentingan dalam kehidupan politik-ekonomi.
Sebelum lanjut perlu dibuat lugas: buku ini sebenarnya bukan buku yang sejak awal ditulis dengan rancang-bangun sebuah buku. Tetapi berupa kumpulan artikel-artikel yang pernah ditulis Herry-Priyono di berbagai media, khususnya di harian Kompas cetak, pada periode kurang lebih satu dasawarga (2000-2011). Karena itu, seperti buku kumpulan artikel lainnya, tak terhindarkan adanya pengulangan narasi yang kadang tidak perlu.
Tema intinya fokus pada upaya menjelaskan dan sekaligus menggugat landasan ideologis praktek neoliberalisme dalam pembangunan ekonomi dan bangsa Indonesia.
Dan pesan utamanya adalah menawarkan dan menjelaskan konsep abstrak untuk menciptakan perimbangan ideal antara tiga poros kepentingan, yang menjadi pelaku utama yang menentukan corak realitas kehidupan politik-ekonomi: pertama, negara dan gugus lembaganya sebagai lokus kehidupan bersama yang memiliki fungsi regulatif; kedua, kepetingan rakyat anggota komunitas yang sering menjadi korban; dan ketiga, pelaku bisnis yang diharapkan ikut bertanggung jawab atas kelangsungan negara dan kepentingan umum.
Menurut Herry-Priyono, jika satu satu poros kepentingan itu mendominasi dua poros lainnya akan melahirkan malapetaka.
Ilustrasinya, dominasi pemerintah atas pasar dan komunitas (masyarakat) akan melahirkan Stalinisme; Dominasi komunalisme atas pasar dan pemerintah melahirkan fantasisme fundamentalis dan konflik tribal-komunal; dan dominasi sistem pasar gaya fundamentalisme pasar neoliberal atas pemerintah dan relasi komuniter akan menciptakan kebrutalan dan kedangkalan konsumeristik.
Hampir di setiap bab dan sub-bab, buku ini mengulang-ulang premis bahwa yang dimaksud dengan neoliberalisme adalah ketika poros pelaku bisnis (pasar) mendikte pemerintah dan menegasikan kepentingan publik. Karena ideologi tunggal pengusung ekonomi neoliberal adalah akumulasi laba. Singkat kata, dengan alasan menumpuk laba, semua sektor lainnya bisa ditunda bahkan dinegasikan.Â
Melalui uraian yang menjelaskan interaksi tiga poros itulah, Herry-Priyono mengantar pembaca melanglang buana intelektual lintas disiplin dan lintas sejarah, yang menukik pada pendalaman perkembangan sejarah, epistomologi dan praktek ekonomi-bisnis dari zaman ke zaman.Â
Tujuannya, sekali lagi, agar pembaca memahami dan mengenali neoliberalis, yang disebutnya sebagai leviathan baru, menggantikan leviathan lama (dominasi negara). Singkat kata, buku ini sekaligus menjelaskan kelas dan kedalaman intelektual Herry-Priyono.Â