Dari Rajab melewati Sya'ban lalu ke Ramadhan. Mengawali sepertiga pertamanya dengan memburu rahmah, untuk mendapatkan magfirah di 10 hari kedua, demi meraih pembebasan dari api di sepertiga yang terakhir.
Di setiap malam Ramadhan menunaikan qiyamullail, berwitir, mengaji dan berzikir, sambil berharap pengampunan yang memutihkan segala noda, yang lampau ataupun yang akan tiba.
Mengendalikan tiga pembatal utama puasa, menahan lapar-dahaga-dan-libido di siang hari, meski godaannya kadang menggiurkan.
Berharap lailatul-qadr di malam-malam ganjil, meski Allah juga berhak mutlak untuk menganugerahkannya di malam-malam genap, kepada siapapun hambanya.
Sebulan penuh berkhidmat khusyu', meski sesekali teledor, disengaja atau tidak. Namun semua salah-dan-noda akan hanyut di samudera rahmat-Nya.
Takkan terasa beda antara 29 ataupun 30 hari. Hitungannya sebulan. Asal bukan 28 ataupun 31 hari.
Penikmat ramadhan akan menangisi kepergiannya dan berharap semua bulan adalah ramadhan.
Dan di ujung perjalanan rohani itu, semua berharap meraih fitrah, kemurnian sejati ketika tiba saatnya untuk menghadap, sambil melantunkan takbir: mengagungkan Yang Maha Mutlak.
Syarifuddin Abdullah | Den Haag, 11 Mei 2021/ 29 Ramadhan 1442H
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H