Merayakan idul adha adalah mengenang tentang simbol dan praktek kepatuhan yang tanpa cacat; tentang sosok Nabi Ibrahim yang tulus tanpa reserve untuk mengorbankan yang terbaik yang dimilikinya, semata karena mematuhi perintah Allah.
Tentang sosok Nabi Ismail yang menunjukkan dua kepatuhan sekaligus: pada perintah Allah dan kepatuhan pada orangtua sang ayah.
Ibrahim dan Ismail, sebagai manusia, adalah tauladan tentang kemampuan menihilkan diri secara sempurna; bahwa di hadapan perintah Allah, segala pertimbangan ego harus diabaikan. Karena hanya dengan begitulah, keikhlasan dapat dimaksimalkan.
Jika kualitas kesabaran dapat diukur pada cobaan pertama, maka ketaatan bisa diukur dengan kepatuhan kepada perintah pertama, yang tak lagi bertanya: kenapa?
Ibarat transaksi jual-beli, Ibrahim dan Ismail menunjukkan kepatuhan yang "membeli" pada "penawaran" pertama. Dan itulah puncak kehambaan sekaligus penghambaan yang sempurna.
Syarifuddin Abdullah | Den Haag, 31 Juli 2020/ 10 Dzulhijjah 1441H
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H