Keabadian hanya milik Allah swt. Dan hari ini saya menerima kabar duka bahwa salah satu guru saya, Dr Nursamad Kamba MA, yang biasanya akrab dipanggil "Kak Nur", telah wafat di rumah sakit Wisma Haji Jakarta pada Sabtu, 20 Juni 2020/ 28 Syawwal 1441H, pukul 01.30 WIB.
Begitu membaca berita duka yang dikabarkan oleh sdr. Amin Samad (adik almarhum), ingatan saya langsung mendaur ulang suasana Kairo pada tahun 1985, tahun pertama saya di Mesir hingga tahun paruh pertama tahun 1986. Ketika itu, setiap minggu, saya duduk di depan almarhum belajar ilmu mantiq (logika). Pada saat itu, kak Nursamad sedang mempersiapkan tesis masternya di Fakultas Ushuluddin, Universitas Al-Azhar, Kairo.
Sebenarnya, saya sempat dibimbing langsung oleh almarhum untuk beberapa mata kuliah. Namun secara khusus saya mau bercerita tentang mata kuliah ilmu mantiq (ilmu logika), salah satu mata kuliah paling sulit di Fakultas Ushuluddin. Dan ini ceritanya panjang. Sebelum diajari langsung oleh Kak Nur, saya telah belajar ilmu mantiq kepada beberapa mahasiwa senior di Kairo saat itu. Namun tak seorang pun yang benar-benar membuat saya dapat memahami ilmu mantiq.
Ketika akhirnya saya diberi kesempatan belajar langsung di hadapannya, almarhum kak Nur bukan sekedar membuat saya memahami ilmu mantiq, tapi juga sekaligus membuat saya bisa mengajarkan ulang ilmu mantiq kepada orang lain.
Ketika naik ke tingkat dua, saya agak kaget ketika beberapa mahasiswa baru Ushuluddin Al-Azhar Kairo, yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia, meminta saya untuk membimbingnya mata kuliah mantiq. Belakangan baru saya tahu bahwa ternyata yang merekomendasikan saya untuk mengajari ilmu mantiq untuk para mahasiswa itu adalah almarhum Kak Nur. Saya mensyukurinya.
Setelah naik ke tingkat tiga, dan memilih jurusan aqidah-filsafat, saya pikir saya sudah cukup memiliki ilmu dasar untuk memahami berbagai mata kuliah inti jurusan filsafat. Ternyata tidak. Ketika itu, sekitar tahun 1988, buku mata kuliah ilmu kalam di Ushuluddin adalah Al-Mawaqif fi Ilmi-l-Kalam, yang konon merupakan "buku induk" ilmu kalam, dalam artian, jika seseorang mampu memahami secara utuh buku Al-Mawaqif, maka akan mudah baginya memahami buku-buku ilmu kalam lainnya
Selama beberapa minggu saya coba membaca sendiri buku Al-Mawaqif, tapi pemahaman saya tidak pernah utuh. Akhirnya saya kembali meminta dengan sangat Kak Nur agar berkenan mengajari saya buku Al-Mawaqif. Seingat saya, kadang almarhum menjelaskan setiap diksi dan kalimat dalam satu paragraf di buku Al-Mawaqif selama dua tiga jam. Dan saya mensyukurinya, karena itu momen-momen di mana almarhum memperlihatkan kematangannya dalam menjelaskan berbagai diksi dan istilah ilmu kalam, yang terkait satu sama lain.
Mungkin karena saya selalu memposisikan beliau sebagai guru, terus terang, saya tidak pernah bisa ngobrol bebas-santai di hadapan beliau. Saya senantiasa merasa segan. Bahkan jika sesekali saya coba bercanda di hadapan almarhum, saya akan berusaha sesantun mungkin. Akibatnya, cerita yang bertujuan dibuat lucu, sering berakhir menjadi tidak lucu.
Ringkas kalimat, secara keilmuan, almarhum Nursamad Kamba adalah salah satu alumni Mesir yang "paling matang", dan mungkin juga yang "paling tamat" ilmu filsafat Islamnya.
Melalui artikel ta'ziyah yang ringkas ini, saya berdoa tulus semoga Allah swt melimpahkan karunia rahmat-Nya untuk almarhum kak Nursamad Kamba, dan keluarga yang ditinggalkan dikaruniai kesabaran dan keikhlasan.
Panta rhei (semuanya akan mengalir) menuju arah pasti yang telah ditentukan. Wa inna bikumullahiqun (semua kita kelak akan menysulmu).