Ilustrasi: si-X terpapar corona. Namun karana imun tubuhnya bagus, virus itu tak mampu menggerogoti tubuhnya, bahkan mungkin tidak mengalami gejala sama sekali. Tapi virus itu tetap melekat pada tubuhnya, alias sebagai carrier (pembawa virus) dan si-X bisa menularkannya kepada si-Y. Nah, jika si-Y tidak memiliki imun yang bagus alias rentan, maka si-Y berpotensi menjadi fatal.
Ilustrasi tersebut mengacu pada dua fakta yang relatif konstan terjadi setiap kali muncul wabah, yang pernah tercatat dalam sejarah, yaitu:
Pertama, bahwa tidak semua orang akan terpapar wabah virus corona. Yang terpapar pun belum tentu mengalami gejalanya. Yang mengalami gejalanya juga bervariasi: ringan, moderat dan bahkan tidak merasakan sakit sama sekali.
Yang jatuh sakit juga belum tentu parah. Dan yang sakit parah pun belum pasti akan fatal, alias selalu ada peluang sembuh.
Kedua, bahwa vaksin efektif untuk virus yang sedang mewabah, umumnya baru ditemukan setelah wabah mencapai puncaknya. Artinya setelah korban berjatuhan.
Saat ini, berdasarkan data WHO, ada sekitar 30 group pakar virologi di berbagai negara yang sedang berburu dengan waktu untuk menciptakan vaksin. Jikapun berhasil, perkiraan paling cepat, sekitar bulan September 2020 baru bisa dilakukan test terhadap hewan, kemudian test kepada manusia, dan itu perlu waktu paling cepat sekitar 6 bulan. Artinya untuk mendapatkan izin produksi massal, vaksin hasil percobaan itu paling cepat bisa dilakukan sekitar pertengahan 2021. Masih lama, choooi.
Karena vaksin belum ditemukan, treatment yang dilakukan para dokter terhadap pasien Covid-19 di berbagai negara adalah memberikan obat yang (mohon maaf harus dikatakan) statusnya masih "coba-coba", plus antibodi dan vitamin yang memicu imun tubuh. Dan tentu saja ventilator (alat bantu pernapasan), karena virus corona bisa menyerang saluran pernapasan terutama paru-paru yang mengakibatakan pasien mengalami sesak napas, kemudian meningkat menjadi gagal napas, lalu tewas.
Berdasarkan data WHO, saat ini sedang dilakukan paling tidak empat jenis obat: Remdesivir, Chloroquine, Kaletra, dan Kaletra plus Interferon Beta (lihat "Stop, Collaborate and Listen", The Economist, edisi 26 Maret 2020). Namun sekali lagi semuanya masih dalam tahap penelitian dan pengetesan.
Karena itu, mengacu pada dua fakta tersebut, hingga hari ini, sebenarnya hanya ada dua kategori/paket cara untuk mencegah atau memutus rantai penyebaran wabah Covid-19:
Pertama, pembatasan pergerakan warga (bisa dilakukan dengan berbagai cara turunannya: total lockdown, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), atau lockdown terbatas, work from home, stay at home, dan seterusnya);
Kedua, menjaga jarak antar perorangan (yang populer dengan konsep social distancing sekitar 1,5 meter). Beberapa hari lalu, sejumlah pakar virologi di Amerika bahkan mulai "mengasumsikan" virus Corona kemungkinan bisa menyebar lewat udara.