Pengalaman hidup keseharian mendiktekan fakta yang berulang-ulang: antara pintar dan bodoh sering hanya beda-beda tipis. Mungkin lebih tipis dibanding daun bawang.
Karana orang pintar tetap potensial berlaku lebih bodoh dibanding orang bodoh, dan orang bodoh pun bisa berlaku lebih cerdas ketimbang orang pintar.
Mengklaim kepintaran adalah laku kebodohan, yang sekaligus menuduhkan kebodohan pada orang lain. Dan menuduhkan kebodohan pada orang lain adalah mengklaim kepintaran pada diri sendiri.
Padahal, kehidupan tidak akan tertanggungkan jika semua orang sama pintarnya; Persis, kehidupan pun tak akan tertanggungkan jika semua orang sama bodohnya.
Dan sering orang lupa bahwa kepintaran tidak dan tidak akan simetris dengan kebaikan; Kebodohan pun tidak dan tidak akan simetris dengan keburukan.
Yang benar: mengaku pintar padahal bodoh adalah kebodohan ganda; dan mengaku pintar walaupun benar pintar adalah laku yang mengikis bobot karunia kepintaran.
Yang Maha Pencipta seolah ingin menegaskan: "Aku kadang perlu membuktikan kemahakuasaan-Ku yang mutlak, melalui orang pintar yang berlaku bodoh, dan orang bodoh yang berlaku pintar".
Karena pintar dan bodoh adalah dua variabel karunia kehidupan sekaligus sebagai instrumen untuk ujian dan memaksimalkan kerendah-hatian.Â
Syarifuddin Abdullah | 30 Desember 2019/ 04 Jumadil-ula 1441H
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H