Pada 02 April 2018, di usia 42 tahun, Abiy Ahmed dilantik menjadi Perdana Menteri Ethiopia. Dan segera setelah itu, ia langsung tancap gas dengan kebijakan-kebijakan radikal: membebaskan ribuan tahanan politik; mencabut keadaan darurat; mencabut segala kontrol pemerintah terhadap media massa; memecat anggota kabinet yang diyakini bagian dari persoalan Ethiopia; melakukan kebijakan reformasi ekonomi, yang mebuat IMF memposisikan Ethiopia sebagai negara Afrika paling cepat pertumbuhan ekonominya di tahun 2018.
Pada Mei 2018, yakni hanya satu bulan setelah menjabat Perdana Menteri, Abiy Ahmed berkunjung ke Kerajaan Saudi Arabia (KSA) dan meminta langsung kepada Pangeran Muhammad bin Salman (MBS) untuk membebaskan 1.000 warga Ethiopia dari penjara KSA.Â
Pekerja migran Ethiopia di Saudi Arabia memang merupakan salah satu isu nasional di Ethiopia. Menurut data 2017, tercatat lebih dari 14 ribu warga Ethiopia telah dideportasi dari KSA.
Pada Juni 2018, ketika ribuan pendukungnya melakukan aksi dengan pamflet bertuliskan "One Love, One Ethiopia", tiba-tiba sebuah granat meledak di tengah kerumunan massa, yang menewaskan dua orang dan melukai lebih dari 150 orang.Â
Terhadap kasus ledakan itu, Abiy merespon dengan tenang:Â
"Love always wins. Killing others is a defeat. To those who tried to divide us, I want to tell you that you have not succeeded"
(Cinta akan selamanya menang. Membunuh orang lain adalah kekalahan. Kepada mereka yang mencoba memecah belah, saya ingin menegaskan, kalian tidak akan sukses).
Selanjutnya pada Juli 2018, bersama Isaiah Afwerki (Presiden Eritrea), Abiy Ahmed menandatangani perjanjian damai yang mengakhiri perang konflik perbatasaan antara Ethopia-Eritrea yang sudah berlangsung 20 tahun.
Kalau mengacu pada latar belakang dan kronologi kiprah yang relatif singkat itu, wajar jika kemenangan Abiy Ahmed meraih Nobel Perdamaian 2019 tidak akan steril dari kritikan dan kontroversi, karena sejumlah alasan:
Pertama, karena ia menyingkirkan beberapa tokoh lain yang mungkin dianggap lebih mengglobal. Konon, tokoh lain yang dinominasikan peraih Nobel perdamaian 2019 antara lain: Greta Thunberg (aktivis lingkungan asal Swedia yang berusia 16 tahun); Angela Merkel (Kanselir German), dan aktivis pro demikrasi Hong Kong (hanya publik tentu tidak akan pernah tahu daftar calon-calon itu. Sebab tradisi yang berlaku di komite Nobel: pengumuman daftar nominator pada setiap tahunnya, hanya mungkin dipublikasikan setelah 50 tahun, atau nanti di tahun 2069 nanti).
Kedua, popularitas dan pengaruh Abiy belum begitu mengglobal. Sebagian pembaca mungkin baru mengenal namanya setelah diumumkan sebagai pemegang Nobel Perdamaian beberapa hari lalu.Â