Kehidupan keluarganya juga tak banyak yang spektakuler. Ia adalah anak ke-13 dari ayahnya yang Muslim (Ahmed Ali), dan anak ke-6 dari ibu kandungnya yang Kristen.Â
Ayahnya berpoligami, rupanya. Abiy berasal dari suku Oromo, salah satu etnis yang konon lama terpinggirkan secara politik di Ethiopia.
Pada 1991, ketika usianya masih belasan tahun, Abiy Ahmed bergabung dengan kelompok pejuang bersenjata untuk melawan rezim Derg, junta militer komunis yang berkuasa di Ethiopia pada periode 1974-1987.
Pada 1993, Abiy resmi bekerja sebagai tentara reguler di Kementerian Pertahanan Ethiopia (Ethiopian National Defense Force). Di lingkungan militer, ia lebih sering bekerja dan/atau menduduki posisi di divisi intellijen dan komunikasi.
Pada 1995, setelah kasus genosida di Rwanda, Abiy Ahmed pernah bertugas sebagai anggota pasukan perdamaian PBB (United Nations Peace Keeping Force/UNAMIR) di Rwanda.
Pada 1998-2000, selama periode perang konflik perbatasan antara Ethiopia dan Eritrea, Abiy Ahmed memimpin tim intelijen dalam sebuah misi di wilayah yang dikuasai oleh militer Eritrea.
Pada 2000, Abiy Ahmed mulai aktif sebagai politisi dengan menjadi anggota Oromo People Democratic Organization, yang kemudian mengantarkannya untuk menjadi anggota parlemen.Â
Pada masa ketika ia menjadi anggota parleman, di Ethiopia muncul konflik agama horisontal yang akut antara Muslim dan Kristen. Abiy kemudian tampil dengan gagasan "Religious Forum for Peace", yang menurut sebagian pengamat, sejauh ini, dapat diposisikan solusi permanen terhadap potensi konflik antar umat beragama di Ethiopia.
Pada 2008, Abiy menjadi salah satu pendiri lembaga Information Network Security Agency (INSA), Ethiopia.Â
Konon sempat menjabat sebagai Wakil Direktur (Deputy Director) INSA, yang merupakan lembaga intelijen. Namun karena jabatan direktur INSA tidak terisi, maka Abiy ditunjuk sebagai Direktur Pelaksana (acting director) INSA.
Pada 2010, Abiy memutuskan meninggalkan dunia militer dan posisinya sebagai deputy director (Wakil Direktur) INSA, memutar haluan perjuangannya untuk sepenuhnya berkiprah di kancah politik. Ia hanya berpangkat Letnan Kolonel ketika meninggalkan militernya. Ia melirik jabatan Perdana Menteri.