[Agnes]
Usianya mungkin lebih 50 tahun, tapi gerakannya nampak masih lincah dan gesit. Gaya berpakaiannya pun terkesan "gaul banget" ala gadis usia 20-an tahun. Rambutnya dicat pirang. Ceria dan ramah. Omong Londo-nya pun sangat fasih, yang terlihat dan terdengar dari caranya melafalkan hurup-hurup Bahasa Belanda, yang buat saya, sungguh susah diartikulasikan.
Ia mengaku bernama Agnes, dan saya tidak berusaha memastikan apakah itu nama asli atau sekedar nama panggilan. Pada hari itu, ketika berbincang dengannya, saya menyapanya: Mbak Agnes.
Saya pura-pura kaget ketika Mbak Agnes mengatakan, "Saya sudah lebih 20 tahun bermukim di Belanda, telah berkali-kali pindah domisili dari kota ke kota. Saat ini, saya tinggal di Rotterdam. Pernah pulang sekali ke Indonesia, sekitar 10 tahun lalu."
"Omong-omong, kegiatan harian apa, Mbak Agnes?"
"Di Rotterdam, dalam sepekan, Senin sampai Jumat, saya bekerja di lima rumah tangga orang Belanda: beres-beres rumah, cuci-gosok, dan kadang memasak. Di setiap rumah, rata-rata saya bekerja sekitar 5 sampai 6 jam sehari, kadang lebih lama. Dibayar 10 Euro per jam."
"Masih sering kontak dengan keluarga di Indonesia?"
"Masih. Ada kakak dan adik, juga ponakan-ponakan yang bermukim di wilayah Pantura, Jawa Barat bagian timur. Ayah dan ibu, sudah lama mendahului."
Boleh tahu gimana cerita awalnya Mbak Agnes bisa sampai ke Belanda?
"Ceritanya panjang. Dari kampung di Pantura, saya hijrah ke Jakarta. Lalu sekitar setahun di Batam. Di Batam saya berkenalan dengan seorang Bule, yang menjanjikan pekerjaan yang lebih baik di Amsterdam. Singkat cerita, via Singapura, bersama Bule itu, saya akhirnya berangkat ke Belanda."
Agnes sempat berhenti ngomong beberapa saat, menunduk tampak seolah berpikir berat: apakah ia akan melanjutkan kisahnya, sebelum akhirnya ia memutuskan, dengan raut wajah pede: