Posisinya di ujung tenggara Belanda, sekitar 250 km dari Den Haag, persisnya di sebuah bukit bernama Vaalserberg yang terletak pada ketinggian 322,7 mdpl (puncak tertinggi di Belanda). Di situlah letak tugu pertemuan perbatasan tiga negara (Belanda-Jerman-Belgia), yang dalam bahasa Belanda disebut drienlandenpunt (three-country point).
Sore itu, saya mengamati seorang lelaki paruh baya, berusia sekitar 35 tahunan, mengaku warga negara Belgia, asyik jogging bersama anjing pengawalnya di wilayah netral perbatasan yang mempertemukan tiga negara: Belanda-Belgia-Jerman. Artinya dia jogging bolak-balik di wilayah netral, berolah raga dengan melintasi tiga negara sekaligus.
Dan jangan dibayangkan suasananya akan tegang. Tugu perbatasan dan wilayah sekitarnya samasekali tidak angker. Tak tampak petugas keamanan ataupun imigrasi. Semua pengunjung atau penduduk di pemukiman sekitar dan dalam radius wilayah netral, bebas melintasi perbatasan tanpa pemeriksaan. Wilayahnya memang bukan perlintasan umum. Karena posisi tugu perbatasan itu berada di puncak bukit, dan lebih diposisikan sebagai destinasi wisata.
Juga tidak ada pagar pembatas. Hanya sebuah tugu setinggi sekitar 120 centimeter, yang terletak di tengah sebuah lingkaran berdiameter sekitar 6 meter. Di sisi luar lingkaran itu dibangun bangku besi tanpa sandaran, dicat berwarna hijau (saya nggak paham kenapa dicat warna hijau, mungkin untuk melambangkan kedamaian). Lingkaran yang dibangun seperti logo Mercedes-Benz atau mirip setir mobil itu dibagi menjadi tiga sisi: satu sisi untuk Belanda yang diberi tanda/hurup NL (Netherland), satu sisi untuk Jerman yang ditandai dengan hurup D (Deutschland) dan satu sisi lagi untuk Belgia yang diberi tanda/hurup B (Belgia).
Jika berpeluang dan berminat, titik drienlandenpunt itu bisa dijangkau dari tiga arah: dari Belanda, dari Jerman ataupun dari Belgia. Terserah pilih mana.
Catatan:
Pertama, di daratan Eropa yang luas dan banyak negaranya, terdapat setidaknya tiga titik yang menjadi pertemuan perbatasan tiga negara sekaligus: (a) Slovakia-Austria-Hungaria, (b) Jerman-Polandia-Ceko dan (c) Belanda-Belgia-Jerman. Saya juga baru nyadar bahwa Jerman merupakan negara yang paling banyak berbatasan darat secara langsung dengan negara lain: sebanyak 9 negara yaitu Belanda, Belgia dan Luxemburg (di barat dan barat daya), Perancis-Swiss-Austria (di selatan dan tenggara), Cheko dan Polanda (di timur dan timur laut) dan Denmark di utara.
Kedua, tiap perbatasan negara adalah sebuah hasil rekayasa politis dan/atau hasil kesepakatan yang umunya berproses panjang, dan sering didahului perang yang menelan puluhan bahkan ratusan ribu korban jiwa. Tugu perbatasan adalah hasil maksimal yang bisa dan mungkin dicapai antara dua pihak atau beberapa pihak. Karena itu perbatasan yang damai juga menunjukkan kedamaian warganya.
Ketiga, salah satu penentu utama perbatasan adalah bahasa dan ras keningratan. Karena setiap penutur bahasa dan keturunan ras tertentu cenderung merasa berhak memiliki wilayah sendiri, yang terpisah dan/atau dipisahkan dari wilayah penduduk penutur bahasa lain dan/atau warga bangsawan lainnya.
Keempat, media sosial yang berkarakter borderless, dan awalnya diasumsikan akan melebur tapal batas antara negara, dalam banyak kasus, justru semakin mengukuhkan perbatasan antar negara. Ada sebuah paradoks: borderless hanya riil di dunia maya. Di atas permukaan tanah (ground), perbatasan itu masih aktual dan sangat nyata. Sore itu saya mendatangi drienlandenpunt sambil memegang handphone dengan kartu SIM Belanda. Ketika saya memasuki wilayah Belgia beberapa langkah saja, di layar handphone langsung muncul ucapan selamat datang dari provider seluler Belgia. Hehehe.
Syarifuddin Abdullah | Mastricht, 08 Juni 2019/ 05 Syawwal 1440H
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H