Serangkaian rekayasa yang tak matang digelindingkan. Kain dibakar, menara dicurigai, riwayat tak dihormati dan keyakinan dilecehkan; Ketumpulan kreativitas dalam mengambil kesimpulan mengakibatkan gerakan jurus mabuk: zig-zag tak berpola.
Kecemasan tak berdasar memicu gairah keraguan; keraguan menjelma jadi kebencian; kebencian memompa permusuhan; permusuhan akhirnya  menghalalkan segala upaya, dengan argumen yang rapuh pula.
Mempraktekkan teori yang belum dipahami seutuhnya; memulai rekayasa tanpa mengantisipasi cara mengakhirinya; Ketika gagal membalas spontanitas dengan spontanitas yang berimbang, akibatnya adalah gagap dan gugup.
Upaya mencegah terjadinya momentum justru mengkristalkan momentum, yang akhirnya menjelma jadi monumen. Pada titik itu, tiap upaya meruntuhkan monumen akan dikutuk sebagai sikap anti sejarah, yang tak layak menjadi penghuni masa depan.
 Syarifuddin Abdullah | 02 Desember 2018/ 24 Rabiul-awal 1440H.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H