Tidak satupun karyanya yang pernah saya baca. Ora' mudeng aku. Namun tiap kali saya melihat gambarnya (video ataupun foto), atau ulasan tentangnya, atau sesekali mendengar sepintas wawancaranya, meski tak selalu mudah memahami pikiran dan teori-teorinya, selalu saja saya hanya bisa terkagum-kagum luar biasa.
Betapa tidak, seorang yang dilahirkan 8 Januari 1942 (persis 300 tahun setelah kematian Galileo), lalu mangkat 14 Maret 2018, terserang kerapuhan fisik akibat penyakit ALS sejak umur 21 tahun, dan itu berarti semua bukunya ditulis ketika sedang sakit lumpuh.
Hawking membuktikan, seorang manusia yang memaksimalkan kemampuan dan kreativitas ilmiahnya tak terbendung oleh penyakit, kerapuhan fisik sekalipun.
Menurut seorang peresensi, dalam buku pertamanya, A Brief History of Time(1988, Bantam Press), Hawking mengajak pembaca melanglang pengetahuan tahap-demi-tahap dari fisika klasik ala Newton, kemudian ke teori relativitas Albert Einstein sampai kepada Fisika Kuantum dan Teori Dawai (String Theory), yang merangkum pemahaman tentang semesta. Pemahaman itu berlanjut ke buku berikutnya, Black Holes and Baby Universes and Other Essays (1993, Bantam Book). Kemudian diulas lagi melalui buku yang judulnya mirip dengan buku pertamanya, A Briefer History of Time (2005). Dalam bukunya, The Grand Design, Hawking mengulasi "M-Theory", sebuah bentuk teori dawai yang diyakini sebagai penjelasan pamungkas tentang penciptaan alam semesta. Yang unik, dalam menjelaskan konsep-konsep kosmologi tersebut, Hawking tidak membebani pembaca dengan rumus fisika dan matematika.
Yang juga menarik, Hawking tidak peduli tudingan bahwa dirinya seorang atheis. Baginya, alam harus dipahami dengan argumentasi rasional, dan proses sebab akibat. Hawking pernah mengatakan, kalau mau, argumen ilmiah itu bisa disebut sebagai tuhan. Dan menurutnya, semesta ini bisa tercipta dengan sendirinya, tanpa campur tangan Tuhan.
Hawking mengakui dirinya bukan orang yang taat beragama... Alam semesta diatur oleh hukum ilmu pengetahuan... Ada perbedaan mendasar antara agama yang didasarkan pada perintah [dan] sains yang didasarkan pada pengamatan dan nalar. Sains akan menang karena selalu terbukti.
"Hukum-hukum [sains] ini boleh jadi memang ditetapkan oleh Tuhan. Tetapi Tuhan tidak campur tangan untuk melanggarnya. Dalam wawancara di The Guardian, Hawking memandang konsep surga sebagai mitos. Surga atau akhirat itu tidak ada, hanya dongeng bagi orang-orang yang takut kegelapan.
Pada tahun 2011, ketika menarasikan episode pertama seri televisi Curiosity di Discovery Channel, Hawking mengatakan: Masing-masing dari kita bebas percaya apapun dan saya memandang bahwa penjelasan paling sederhananya adalah Tuhan itu tidak ada. Tidak ada sosok yang menciptakan semesta dan tidak ada yang menentukan nasib kita. Pandangan ini membuat saya sadar akan hal lain: mungkin surga itu tidak ada, akhirat itu tidak ada.
Pada September 2014, ia hadir di Starmus Festival sebagai pembicara dan menyatakan dirinya seorang atheis. Dalam wawancara dengan El Mundo, Hawking berkomentar: Sebelum kita paham ilmu pengetahuan, wajar saja kita percaya, Tuhan menciptakan alam semesta.Â
Namun, kini sains memiliki penjelasan yang lebih meyakinkan. Ketika saya mengatakan 'kita akan mengetahui isi pikiran Tuhan', maksud saya adalah kita akan tahu semua hal yang diketahui Tuhan, itu pun seandainya Tuhan ada, dan (menurut saya, Tuhan) memang tidak ada. Saya seorang ateis.
Sosok Hawking menyegarkan kembali perdebatan klasik antara iman dan ilmu, sekaligus membuktikan bahwa perdebatan itu belum berakhir secara final. Sebab Hawking sendiri berbeda pandangan dengan Isac Newton, yang berpendapat bahwa semesta tak mungkin tercipta dari sebuah proses chaos?