Mohon tunggu...
syarifuddin abdullah
syarifuddin abdullah Mohon Tunggu... Penikmat Seni dan Perjalanan

Ya Allah, anugerahilah kami kesehatan dan niat ikhlas untuk membagi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Politik

12 Kunci untuk Memahami Watak Amerika dan Warga Amerika

24 Februari 2018   16:15 Diperbarui: 25 Februari 2018   20:04 1470
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Sportourism.id

Pengantar:

Artikel yang lumayan bahkan sangat panjang ini (lebih dari 70.000 karakter, mungkin lebih tepat disebut booklet) disadur dari buku berbahasa Arab: Az-Zaman-ul-Amriky min New York Ila Kabul ( ) atau Pax Americana, karya Mohamad Hassanain Heikal, yang terbit 2003.

Melalui buku ini, Heikal merekapitulasi beberapa fakta historis dan aktual tentang Amerika Serikat: sebuah negara yang memiliki kekuatan yang belum pernah ada presedennya dalam sejarah; bahwa Amerika hanya membutuhkan waktu kurang dari separuh abad untuk merealisasikan hegemoni globalnya; saat ini, Amerika bukan lagi sekedar negara super power, tapi telah menjadi hyper power; bahwa hegemoni Amerika di bidang militer mungkin akan berlanjut hingga pertengahan abad ke-21; lalu serangkaian perilaku politik nasional dan internasional Amerika yang kadang sulit dipahami; dan seterusnya dan seterusnya.

Kesimpulan Heikal, watak dan karakter dasar kebijakan politik dan global Amerika, terutama untuk kawasan Timur Tengah, ternyata dapat ditelusuri akar-akarnya yang menukik jauh sampai ke awal abad ke-17, ketika imgiran Eropa mulai membentuk koloni-koloni permukiman di pantai timur Benua Amerika. Dan itulah yang menjadi tema dasarnya.

Namun, artikel saduran ini hanya mengambil dua tema pokok dari buku itu: pertama, uraian deskriptif tentang 12-kunci untuk memahami Amerika; dan kedua, kajian sosio-historis yang fokus ke awal abad ke-17 sebagai acuan memahami perilaku global Amerika, kini dan selanjutnya.

Dilihat dari koteks dan waktu penulisannya (2001--2002), dua tema pokok tersebut lebih merupakan pandahuluan sebelum masuk ke tema intinya: memahami kebijakan dan tindakan Amerika paska serangan 9/11, yang diawali dengan kebijakan war on terror, lalu serangan ke Afghanistan (2001), invasi dan pendudukan Irak (2003) dan berbagai operasi turunannya setelah itu dan sampai saat ini.

Syarifuddin Abdullah | 23 Februari 2018 / 08 Jumadil-tsani 1439H

---------------------

12 Kunci untuk Memahami Watak Amerika dan Warga Amerika

Sepanjang karir prosesional saya sebagai wartawan, cendekiawan, pejabat negara dan politisi, saya telah berkunjung ke Amerika sebanyak 24 kali, yang berlangsung dalam rentang waktu selama setengah abad: dari tahun 1952 sampai 2001. Dan ulasan tentang “12 Kunci untuk Memahami Watak Amerika dan Orang Amerika” ini merupakan rangkuman dari perjalanan ke Amerika sebanyak 24 kali tersebut.

Saya sering mengklaim telah memahami banyak tentang Amerika, namun ke-12 kunci ini mungkin belum cukup, tapi setidaknya dapat dijadikan acuan untuk memahami sepak terjang, perilaku dan kebijakan global Amerika, baik pada level taktis ataupun strategis.

Kunci pertama: Amerika adalah negara yang beruntung: punya wilayah luas namun hanya memiliki legasi sejarah yang sedikit. Artinya, Amerika memiliki sumber daya tak terbatas dan tidak terbebani beban historis. Dan kondisi ini menjadikan Amerika selalu merasa tenang dengan sumber daya berlimpah, dan pada saat yang sama, Amerika tidak terganggu oleh beban historis.

Memori kolektif setiap bangsa biasanya akan menjadi beban, namun juga bisa menjadi motivator. Namun para imigran Eropa yang datang ke Amerika sejak awal sudah melepas semua legasi klasik mereka dan hanya terobsesi ingin memulai sesuatu yang baru di benua baru, yang menawarkan hampir segalanya bagi siapapun yang menginginkannya.

Meskipun Amerika dapat dikategorikan negara yang miskin warisan legasi, tapi pada saat yang sama, kondisi itu juga menjadi poin keunggulan untuk menghadapi masa depan. Merasa plong dan bebas dari segala bentuk sindrom sejarah, yang biasanya menjadi ciri negara-negara yang memiliki legasi warisan.

Ketika bangsa-bangsa lain justru terbebani pengalaman historis yang berlangsung berabad-abad sejak “awal sejarah”, Amerika justru baru memulai perjalanannya pada awal abad ke-17. Artinya, Amerika lebih muda dan karena itu juga lebih dinamis dibanding negara-negara lainnya. Ibaratanya, Amerika masih berusia dini, dengan karakter “spontanitas anak-anak”.

Ketika setiap fakta memiliki awal dan pendahuluan di pikiran kolektif suatu bangsa, semua fakta di Amerika justru baru mulai sekarang, here and now.

[Kunci pertama ini mengingatkan saya pada sebuah peristiwa di malam tanggal 7 Nopember 1973 – sekitar dua pekan setelah berhentinya Perang Oktober 1973. Malam itu, saya tidak bisa tidur sampai pagi, karena terganggu oleh hasil pertemuan pada sore hari sebelumnya antara saya dengan Menlu Amerika, Henry Kissinger, yang mengatakan kepada saya: “Saya ingin mendengar apapun yang ingin Anda katakan tentang krisis Timur Tengah saat ini, dengan dengan dua syarat:

Pertama, jangan berbicara tentang sejarah! Bicaralah tentang kondisi saat ini, yang terjadi saat ini, karena kita akan memulai dari sini dan dari saat ini.

Kedua, bicaralah tentang masalah Mesir saja! Jangan bicara apapun yang kalian sebut ‘Bangsa Arab’. Saya tahu ada bangsa Mesir, ini fakta. Tapi tentang Bangsa Arab, itu hanya klaim. Bagi saya, Bangsa Arab itu tidak nyata, sebuah ilusi. Karena itu saya tidak bersedia berbicara tentang Bangsa Arab”.

Pernyataan itulah yang membuat saya tidak bisa tidur, karena merasa aneh. Sebab Henry Kissinger adalah seorang peneliti dan professor sejarah, tapi ia justru menyepelekan sejarah. Dia beranggapan bahwa “saat ini” adalah permulaan segala hal.

Meskipun sikap Kissinger terlihat sangat aneh, tapi saya percaya bahwa permintaannya itu muncul dari keyakinan bahwa “Sejarah mulai hari ini dan saat ini”. Saya coba menjelaskan kepadanya bahwa logika permulaan sejarah seperti itu tentu akan menegasikan hak-hak, bahkan melanggar hukum. Tapi Kissinger mengatakan, “Bahwa jika masih ingin menghadapi masa lalu, maka kita akan terus berada dalam situasi masa lalu. Namun jika berhadapan masa depan, maka tuntutan pertamanya adalah melupakan masa lalu. “Dan itu adalah logika dan cara berpikir Amerika dan orang-orang Amerika yang paling genuine dan mendasar”].

Kunci kedua: Amerika adalah sebuah entitas yang tidak terbentuk sebagai sebagai sebuah nation (negara), tapi sebagai koloni; bukan juga sebagai negara, tapi sebagai tempat pelarian atau pengungsian (orang-orang dari Eropa). Artinya, Amerika sebenarnya berawal dan tumbuh sebagai sebuah padang luas untuk siapapun yang mampu atau terpaksa menyeberangi Samudera Atlantik (dari Eropa), dengan alasan yang beragam: para imigran Eropa angkatan pertama adalah para petualang, lalu disusul imigran yang terusir karena Eropa ingin menghabisi mereka dengan pertimbangan politik dan keamanan; lalu ada kelompok imigran yang menghindari penindasan rasial atau agama; selanjutnya kelompok imigran pemburu kekayaan di sebuah daratan yang memiliki sumber daya tak terbatas, mulai dari tanah sampai air, mulai dari perak sampai emas.

Sejak perjalanan pertama Christopher Colombus ke benua baru itu, yang disusul perjalanan kedua, cerita-cerita tentang dunia baru (Amerika) di kalangan warga dunia lama (Eropa) beredar seperti legenda dan khurafat: Amerika adalah “Tanah yang Dinjanjikan (the promised land)” yang sesungguhnya; luas tanahnya cukup untuk siapapun, tanahnya mengandung apapun yang diinginkan bahkan lebih, dan yang penting, benua baru itu adalah tanah yang tanpa pemilik – tidak ada gerejanya – tidak ada kaum feodalnya – tidak ada hukum/undang-undangnya – dan tidak ada polisinya. Pendek cerita, dunia baru itu adalah sebuah padang yang terbuka bagi siapapun yang berani menyeberangi Atlantik, dan mampu mengelola dan menjaga batas tanah miliknya, yang tiap hari bisa diperluas dan diperlebar.

[Mungkin itulah sebabnya kenapa Amerika selalu siap menawarkan berbagai usulan setiap persoalan, meski tak memiliki acuan yang jelas. Karena alam bawah sadar Amerika dan warga Amerika selalu mengacu pada keyakinan awal tadi: tidak ada gereja – tidak ada kaum feodal – tidak ada hukum/undang-undang – dan tidak ada polisi, yang ada hanya dan hanya ruang terbuka semata.

Mengacu pada logika seperti itulah, seorang Presiden cerdas seperti Bill Clinton akhirnya berkesimpulan bahwa adalah penting bagi orang Arab untuk menyerahkan Jerusalem kepada Israel. Namun jika bangsa Arab dan juga kaum Muslim bersikeras  bahwa “Jerusalem adalah milik Arab”, maka mereka bisa mengubah nama sebuah kampung di balik gunung Jerusalam, yaitu Abu Dis, untuk dinamai Jerusalem. Keunggulan Abu Dis karena berjarak beberapa kilometer dari Jerusalem yang asli. Bill Clinton lalu menambahkan, orang Amerika sudah sering melakukan hal semacam itu: di Amerika banyak sekali kota yang dinamai kota Jerusalem, kota Cairo, kota Alexandria dan kota Beirut].

Kunci ketiga, tanah atau ruang terbuka Amerika itu tidak mentoleransi segala jenis kendala, apapun bentuknya. Baik kendala alam atau kendala dari penduduk aslinya. Sebab alam harus berkembang dan diperluas sesuai ambisi pemburu peluang, dan karena itu, penduduk aslinya harus menyingkir. Jika tidak, mereka justru akan menjadi pengingat yang permanen bagi pendatang baru bahwa di sana ada hak-hak masa lalu yang menghalangi hak-hak yang baru. Dan ini adalah logika yang mencampuradukkan antara yang bersifat materil dan spiritual, dan karena itu, harus diselesaikan dengan segala cara.

Akibatnya, setelah pendaratan pertama di pantai timur Benua Amerika, untuk bisa menembus daratan terdalam benua baru itu, sangat tergantung pada apapun yang bisa dilakukan atau tidak dilakukan oleh senjata.

Jika hutan dan pepohonan adalah kendala, maka hutan dan pepohonan itu harus disingkirkan; jika orang Indian di balik bukit dan gunung-gunung adalah pemilik tanah – dalam pengertian tertentu – maka orang-orang Indian itu juga mesti hilang atau dihilangkan, baik fisik ataupun bayangannya.

[Karena itulah bisa dipahami pandangan Amerika terkait Palestina. Sebab para pemukim Yahudi bukan hanya diposisikan sebagai imigran ke tanah baru, tapi para imigran Yahudi itu juga datang dengan kekuatan senjata – kali ini dengan panser, meriam – mereka kembali ke tanah yang memiliki keunggulan/keistimewaan masa lalu, dan ini merupakan alasan tambahan. Sebab bila hutan dan pepohonan di Amerika bisa dihilangkan, maka “ruang terbuka” Palestina lebih pantas dipersiapkan untuk kolonisasi. Lagi pula orang “Palestina asli” – persis seperti orang Indian – juga harus menyingkir, secara fisik dan bayangan. Dan kenapa tidak? Toh tidak ada lagi pertimbangan hukum untuk hak-hak azali, tak ada lagi pertimbangan kemanusiaan dan etika terhadap fakta-fakta hidup di tanah Palestina sebelum kolonisasi, persis seperti tidak adanya pertimbangan hukum, kemanusiaan dan etika dan fakta-fakta hidup sebelum kedatangan imigran ke Amerika].

Kunci kempat, jika harus menyingkirkan segala jenis kendala atau segala bentuk klaim masa lalu yang mengakui kepemilikan tanah – terlepas dari pertimbangan hak-hak historis, atau kemanusiaan, atau etika, atau hukum – maka jalan pintas untuk menguasai alam terbuka itu adalah kekuatan.

Dan ketika senjata (kekuatan) tak lagi mengacu pada prinsip, nilai-nilai dan kebudayaan, juga legalitas apapun – maka senjata itu akan menggilas dan menghabisi tanpa pendahuluan dan tanpa syarat. Konsekuensinya, kalimat pertama pada setiap perjumpaan adalah membidikkan moncong senjata, dan kalimat terakhir adalah menarik pelatuk senjata. Dengan begitu, kekuatan senjata dengan sendirinya berubah menjadi sumber legalitas. Dengan senjata, dan bukan dengan pertimbangan lainnya, “perampasan” dianggap sebagai “penguasaan”, selanjutnya “penguasaan” berubah menjadi “kepemilikan”, yang kemudian merumuskan sendiri hukum-hukum barunya, yang dijadikan acuan untuk mengelola keadaan baru.

Dan itulah yang terjadi selama dua abad lamanya: hanya di tanah Amerika Utara, di lembah-lembah dan dataran rendahnya, di padang luas dan gunung-gunungnya: saat pertama kali muncul kapal “Santa Maria” – nama kapal Christopher Colombus – yang berlayar dan dikawal dua kapal di belakangnya, ketika itu, diperkirakan populasi orang Indian berjumlah sekitar 50 (lima puluh) juta jiwa. Tapi sejak itu, Amerika terus mendengar letusan tembakan, yang dari jauh terlihat asapnya, dan di atas tanah terlihat percikan darahnya, dan ketika keriuhan dan kekacauan itu berhenti, jumlah bangsa Indian yang luhur itu, yang menolak menyerah kepada para imigran yang merampas tanah mereka, hanya tersisa 2 (dua) juta jiwa saja.

[Dari sini bisa dipahami logika yang pernah digunakan oleh Madeleine Albright, mantan Menlu Amerika, dalam sebuah wawancara televisi pada Mei 1998:

Madeleine Albright ditanya tentang pengunduran diri dua pejabat PBB yang bertanggungjawab mengkoordinasikan program PBB di Irak, yaitu Danies Holiday dan Hanzpoon Sponek, yang mengundurkan diri karena nurani keduanya tak mampu lagi menanggung beban moril akibat tewasnya setengah juta anak-anak Irak akibat kekurangan gizi dan obat-obatan, sebagai konsekuensi lanjutan dari blokade yang diberlakukan oleh Amerika – atas nama PBB – terhadap Irak.

Madeleine Albright menjawab pertanyaan itu dengan kalimat sederhana: “Barangkali memang itu adalah harga yang mahal, seperti kata Anda. Namun kami melihat bahwa misi yang kami inginkan di Irak, nilainya sama dengan dengan harga itu, bahkan lebih”.

Kunci kelima, tapi nurani Amerika pada akhirnya memang harus menemukan semacam alasan justifikasi, yang bersifat spiritual dan psikologis, untuk membenarkan sisi kekerasan dan kebiadaban dalam petualangannya yang dimulai dari pantai timur, lalu berlanjut ke bagian tengah sampai bagian barat benua Amerika. Karena itulah muncul pemikiran yang terus berproses mematangkan diri, sehingga akhirnya membentuk sebuah teori yang utuh.

Dan pembentukan teori baru ini justru muncul dari kalangan imigran yang meninggalkan Eropa karena penindasan agama, dan anehnya, justru dari merekalah muncul cikal bakal “Utility Theory” (teori kepentingan atau teori manfaat), tentu dengan ciri khas yang Amerika banget, baik dari segi dasar-dasar teoritisnya maupun premis-premisnya, sebagai berikut:

  • Bahwa Allah tidak mungkin sia-sia menciptakan bumi dan segala isinya, tapi bumi diciptakan untuk manusia lain – yang sama tapi bukan orang Indian.
  • Manusia – dengan perintah Tuhan –ditugaskan untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi tanah guna merealisasikan “Firman Tuhan” di atas tanah itu.
  • Jika pemanfaatan tanah adalah tujuan manusia, maka manusia yang lebih mampu memanfaatkan dan menggarapnya, dengan sendirinya, menjadi orang yang paling berhak melakukan proses pemanfaatan dan penggarapan tanah tersebut.
  • Jika tanah itu dikuasai oleh orang-orang Indian, sejak adanya kehidupan, namun mereka tidak mampu mengelola dan menggarapnya dengan baik, maka Kehendak Tuhan akan tercapai jika orang Indian tersebut digantikan oleh manusia yang lebih mampu menggarap tanah.

Begitulah proses munculnya acuan etis, premis dan dasar-dasar “Utility Theory”, yang sejak awal, mengacu pada logika bahwa jika yang bermanfaat itu diperlukan, maka yang bisa memanfaatkannya juga menjadi legal, dengan cara apapun.

[Mengacu pada logika tersebut, bisa dipahami sikap bodoh amat dan tidak acuh publik opini Barat terhadap perampasan tanah Palestina.

Israel telah sukses menanamkan gambaran – yang bertolak belakang dengan pandangan orang Arab – bahwa Palestina awalnya adalah padang pasir tandus sebelum kedatangan “kesubuhan Yahudi”.

Pemilik tanah Palestina yang sesungguhnya – dan secara hukum – bukanlah pemilik sertifikat tanah, tapi adalah mereka yang lebih unggul, yang lebih kuat menguasainya. Sebab sertifikat hanya berupa kertas, sementara kebenaran/hak adalah kekuatan.

Dan poin ini sungguh layak dipahami secara lebih mendalam oleh seluruh komponen Bangsa Arab. Sebab keadilan adalah impian orang-orang lemah, sementara pasal-pasal hukum akan ditulis oleh orang-orang kuat. Selain dari itu, hanya semata klaim].

Kunci keenam, segala hal di Amerika dapat diraih dengan gampang dan terjangkau. Sebab Amerika adalah kolonisasi yang tidak terbebani beban historis, tidak punya syariat masa lalu, tak ada pergolakan agama, sosial, ekonomi dan kebudayaan, juga tak ada perang yang telah mematangkan memori kolektif berbagai bangsa di dunia lama (Eropa). Amerika menemukan dirinya dalam kondisi yang tidak pernah ada samanya dalam sejarah negara sebelumnya:

  • Sebuah benua dengan segala sumber dayanya adalah ruang terbuka, dan para imigran telah sukses mengisi kekosongannya, lalu menguasai tanah dan segala isinya.
  • Para imigran itu, selama dua abad, berhasil mengubah kolonisasi menjadi negara, yang memiliki kekayaan materilnya, pemikiran yang bebas dari segala jenis legasi masa lalu, punya metode untuk berproduksi dan gaya hidup, punya hukum dan undang-undang sendiri, bahkan juga memiliki etika yang khas.
  • Lalu negara baru ini, melihat ke aran kanan peta bumi, dan menemukan Eropa di bagian timur Samudra Atlantik yang sedang mencapai era kebangkitan, kemunculan berbagai aliran filsafat dan ilmu pengetahuan, sastra dan seni, pengetahuan dan kebudayaan, juga jenis teknologi yang sangat memukau: tenaga uap sebagai pengganti otot manusia. Selain itu, di Eropa ketika itu, sudah muncul perkiraan awal tentang penemuan tenaga listrik, yang merupakan “sihir” yang mampu melakukan segala hal.

Dan Amerika tidak perlu susah-susah membebani diri sendiri untuk melakukan penelitian awal dan penemuan baru.

Amerika mengambil jalan pintas: pergi ke Eropa dan membeli. Amerika mencermati semua yang terpajang di hadapannya, lalu memilih yang berguna – bermanfaat atau manis. Saat itu, di bidang seni dan pemikiran – dari Shakespiere, Dante sampai Rousseau dan Montesquieu– belum dikenal hak-hak intelektual. Di bidang musik – Bethoven, Mozart, Bach dan Vivaldi – belum dikenal hak-hak pertunjukan terbuka. Semua penemuan-penemuan baru itu – dari tenaga uap penggerak sampai teropong, dari meriam jarak jauh sampai kereta api yang berjalan di atas relnya yang panjang, semuanya ditawarkan di pasar kepada siapapun, tanpa syarat yang melemahkan, seperti yang dihadapi Dunia Ketiga sekarang ini: Negara Ketiga harus membayar dengan pajak daging hidup untuk apapun yang ingin diambil dari dunia, bahkan sampai buku, pemikiran dan gubahan musik.

Begitulah Amerika mengambil dari dunia lama (Eropa), apapun yang diinginkannya, tanpa kerja keras, tanpa kewajiban atau tanpa fee.

[Karena itulah bisa dipahami karakter Amerika yang terbiasa meminta sesuatu – yang bersifat materi atau non-materil – dari hak-hak kekayaan alam sampai hak-hak kedaulatan suatu negara, tanpa kerja keras, tapi dengan cara membayarkan uang (membeli), dan setelah itu, barang-barang belanjaan itu diboyong ke Amerika.

Dan persis seperti itulah, sebagai contoh, yang terjadi dalam kontrak pembelian Presiden Serbia, Slobodan Milošević, yang berlangsung benar-benar seperti transaksi jual-beli, membayar dan menerima, senilai 1 miliar USD. Dan anehnya, Amerika mengatur transkasi itu dengan sistem pembayaran patungan bersama bebeapa negara dan pihak lain:

  • 440 juta USD dibayar oleh Uni Eropa.
  • 200 juta USD dibayar oleh beberapa pihak internasional yang berkepentingan, terutama Swiss dan Jepang.
  • 150 juta USD dibayar oleh Bank Dunia.
  • Sementara bagian yang dibayar Amerika dalam kontrak jual-beli kasus Slobodan Milošević hanya sebesar 180 juta USD, namun semua proses transaksi itu berlansung di bawah kontrol dan pengaturan Amerika.

Kunci ketujuh, pengalaman Amerika terjadi dengan cara yang berbeda dengan pengalaman negara-negara lain dalam sejarah. Sebab biasanya, daerah-daerah pemukiman muncul bersamaan dengan munculnya negara, yang mengubah daerah-daerah pemukiman tersebut menjadi semacam wadah yang berdiri sendiri, dan selanjutnya muncul pemerintahan, yang menarik garis perbatasan dan mempublikasikan eksistensinya.

Yang terjadi di Amerika sangat berbeda: negara (dalam pengertian modern) muncul sangat belakangan. Benar bahwa banyak wilayah permukiman yang tersebar di seantero benua baru dengan bangunan-bangunan di wilayah yang terbuka, dan itu berlangsung hingga akhir abad ke-17 sampai awal abad ke-18, dan masing-masing mempertahankan diri dengan cara yang diciptakannya sendiri, mulai dari pendirian perusahaan sampai pembentukan milisi. Oleh karena imigrasi ke Amerika masih relatif baru, di tengah kekayaan yang berlimpah, maka negara-negara Eropa mulai bersaing memperlebar pengaruh kekuasaannya ke wilayah yang sebenarnya lebih besar daripada wilayah kerajaan aslinya, dan karena itu, kedaulatan raja-raja Eropa di wilayah yang jauh (Benua Amerika) itu hanya bersifat simbolik.

Wilayah-wilayah pemukiman yang bertebaran di tanah Amerika itu melihat kepentingannya dengan cara yang berbeda. Dari sinilah kemudian muncul gerakan kemerdekaan, yang dipimpin George Washington. Dan dinamika perjuangan kemerdekaan itu berlangsung relatif gampang. Sebab, kedaulatan kerajaan-kerajaan Eropa di Amerika bersifat simbolis, sementara wilayah-wilayah permukiman di Amerika mulai membesar dan saling berhubungan, yang pada gilirannya memicu keinginan membentuk negara, guna menjaga kepentingan bersama dan menyediakan keamanan bersama kepada semua warganya. Semua atau sebagian besar wilayah-wilayah permukiman itu kemudian bersatu untuk berperang menuntut kemerdekaan. Selanjutnya, terjadi saling perang antar wilayah (negara bagian), dan akhirnya mereka sampai pada satu konsensus: membentuk negara Federal, yang dikendalikan oleh sebuah pusat pemerintahan yang kuat, yang menjamin hak-hak persamaan untuk setiap wilayah, tanpa harus menerima perintah dari pusat.

Dengan cara itulah, negara Amerika melebar dari timur ke barat. Yang unik, sebagian proses penaklukan wilayah dalam rangka membentuk negara federal, terjadi bukan dengan perang, tapi melalui transkasi jual-beli: Pulau Menhattan, termasuk New York di dalamnya, dibeli dua kali: pemimpin Indian menjualnya kepada satu perusahaan Belanda, dan beberapa tahun kemudian, perusahaan Belanda itu menjualnya kepada Amerika Serikat. Sementara negara Bagian California adalah hasil jual-beli dengan Spanyol; Lousiana dibeli dari Perancis.

[Demikianlah pengalaman Amerika memperluas wilayahnya dengan model jual-beli, dengan diskon dan dibayar dengan cara mencicil.

Dari sini kemudian bisa dipahami perasaan (atau kecenderungan) sebagian anggota Kongres Amerika ketika mengatakan, “Kami telah membeli perdamaian di Timur Tengah, dengan lima jenis bantuan yang menjadi lampiran Perjanjian Perdamaian Camp David antara Mesir dan Israel. Nama resminya adalah “Hadiah Perdamaian” senilai 5 miliar USD setiap tahun, yang dibagi: 3 miliar USD untuk Israel, dan kurang dari 2 miliar USD untuk Mesir, dan transkasi berlaku selama 20 tahun, yang bisa diperpanjang sampai akhirnya perdamaian menjadi permanen.

Kunci kedelapan, negara Amerika terbentuk ketika Eropa sedang dilanda berbagai konflik dan gerakan revolusi. Periode itu adalah zaman pemotongan leher raja-raja di Inggris dan Perancis – juga zaman perang antar-imperium, yang marah besar namun kekurangan sumber daya  setelah kehilangan harta koloninya di Amerika, yang bertambah parak akibat beban biaya perlombaan mencari wilayah jajahan baru di wilayah Asia dan Afrika.

Di era ketegangan imperium Eropa tersebut, pemimpin kemerdekaan Amerika, George Washington menawarkan salah satu wasiatnya yang paling terkenal: “Menjauh dari konflik Benua Eropa, yang tidak penting bagi Amerika, yang tidak memberikan sesuatu kepada Amerika kecuali bahaya”.

Menurut George Washington, konflik-konflik di Eropa adalah ibarat lautan darah yang berakar pada pertumpahan darah klasik, dan semua itu terjadi sebelum Amerika terbentuk. Namun terjadinya konflik itu saat ini, memberikan keunggulan bagi Amerika. Sebab kekacauan Eropa akibat perang politik, agama, ekonomi dan penjajahan justru menciptakan kesempatan emas bagi Amerika untuk memperkuat persatuannya, dengan cara mempersatukan berbagai unsur imigran ke dalam satu bahasa dan satu kebudayan. Dan jika akhirnya Amerika bisa mempersatukan kepentingannya, maka terbuka kesempatan bagi Amerika menciptakan sebuah negara, bahkan umat Amerika, bila proses persatuan berlangsung tanpa campur tangan dari luar.

Dan jika wasiat George Washington itu benar, dan memang benar pada masanya, maka menjauhnya Amerika dari konflik-konflik Eropa, juga memiliki lampiran tambahan yang juga penting: mengakhiri dan membereskan sisa-sisa kantong kekuasaan Eropa di Amerika Utara, dan membebaskan wilayah-wilayah dari segala bentuk pengaruh kekuasaan imperium Eropa yang sudah usang. Dari sinilah kemudian muncul perang melawan Portugis dan Spanyol.

[Salah satu keanehan sejarah politik Mesir, bahwa raja terakhir Meksiko, yaitu Maximilian, meminta bantuan pasukan untuk memperkuat kerajaannya. Lalu Raja Mesir, Said Pasha, lanjut ke Ismail Pasha, bersukarela mengirim pasukan Mesir, yang menurut sebagian sumber ditaksir sekitar 10.000 prajurit, dan sumber lain menyebutkan angka yang berlipat-lipat. Pasukan Mesir, yang terdiri dari petani yang dilatih, dikirim sebagai hadiah dari Raja Mesir kepada Kaisar Meksiko. Dan setelah itu, kita tidak pernah lagi mendengar kabar lanjutan tentang berapa jumlah pasukan Mesir tersebut yang tersisa].

Singkat kalimat, negara Amerika yang tumbuh berdasarkan wasiat George Washington, akhirnya sukses menuntaskan semua kantong-kantong Eropa di Amerika Utara.

Bahkan lebih dari itu, dengan memanfaatkan kekacauan di Eropa selama abad ke-19, Amerika mengumumkan bahwa garis perbatasan keamanannya berada di tengah Samudera Atlantik, sebagai tapal batas perlindungannya dari pengaruh konflik di dunia lama (Eropa). Dan seperti diketahui, garis perbatasan di tengah samudera itu, berdasarkan Prinsip Monro 1823, akhirnya menjadi perbatasan keamanan bagi Amerika.

[Dengan begitu, sejak dini, Amerika sudah mengenal dan mempraktekkan konsep “perbatasan kedaulatan”, dengan menarik garis “perbatasan keamanan” di tengah Samudera Atlantik. Dan konsep perbatasan ini juga, yang kemudian dicontoh dan dipraktekkan Israel, yang mengatakan, jika perbatasan tanahnya adalah semua wilayah Tanah Palestina, maka “garis perbatasan keamanan Israel” bisa ditarik – menurut Arial Sharon – sampai ke Iran, Pakistan, dan Sudan Selatan. Tentu saja – dengan kesadaran historisnya – Amerika Serikat mengakui konsep perbatasan Israel itu, meskipun pengakuan itu tidak pernah dan tidak harus dipublikasikan].

Kunci kesembilan, setelah memperluas wilayah kekuasannya sampai ke pantai Barat dengan menguasai California dan Texas, Amerika menemukan dirinya dalam kondisi yang amat unik: dua samudera (Atlantik dan Pasifik) menjadi perbatasan yang melindungi keamanan Amerika.

Perairan samudera yang sangat luas itu, dengan gulungan ombaknya yang tinggi, menjadi perbatasan pengaman yang melindungi Amerika dari kemungkinan pasukan penyerang asing. Atau paling tidak, pasukan penyerang tidak akan bisa melakukan serangan dadakan, seperti yang dilakukan tentara Jerman terhadap Perancis atau terhadap Rusia.

Begitulah, untuk pertama kalinya dalam sejarah, muncul sebuah negara yang memiliki jaminan keamanan alami, yang melindunginya dari kemungkinan ancaman luar. Dan fakta ini menjadi studi kasus yang terus berkembang dalam kajian-kajian strategis, yang bahkan tidak dibayangkan oleh Firaun sekelas Ramses II, atau oleh Alexander Agung atau oleh Kaisar sekelas Napoleon dan bahkan oleh pemikir militer sekelas Clause Peter.

Amerika menjadi sebuah negara besar yang kaya sumber daya, kekayaaan yang berlimpah, dan pada saat yang sama, tidak perlu merasa cemas terhadap kemungkinan serangan dalam bentuk apapun dari luar (tentu sebelum munculnya era Rudal di akhir abad ke-20).

[Barangkali di sini bisa dipahami urgensi proyek pertahanan strategis berupa anti-rudal – sebuah proyek yang sempat menggoncang dunia – dengan pemahaman yang lebih dalam, jika dilihat bahwa proyek tersebut merupakan tindak lanjut dari strategi “benteng perlindungan alami”, yaitu samudera Atlantik dan Pasifik. Sebab, proyek rudal yang anti-rudal memberikan jaminan bahwa ancaman apapun terhadap Amerika harus melintasi dulu wilayah udara Samudera Atlantik dan Pasifik. Dan menurut kalangan perumus strategi Amerika, itu lebih baik. Sebab proyek anti rudal menutup pintu persaingan senjata nuklir, yang ketika itu, beberapa negara yang dimungkinkan sumber dayanya, sudah mulai merintis proyek senjata nuklirnya. Logikanya, bila satu pihak sukses membatalkan senjata pihak lain, berarti itu sebuah kemenangan. Oleh karena Amerika merupakan negara pertama – melalui konsep star war di era Presiden Ronald Reagen – maka proyek rudal anti-rudal akanmenciptakan semacam benteng kuat bagi Amerika, yang tidak bisa ditembus rudal. Tentu saja dengan pertimbangan – dan poin ini layak dicermati – bahwa program rudal anti rudal dianggap cukup untuk “membatalkan” semua gudang senjata nuklir miliki Rusia, atau gudang senjata nuklir milik negara-negara bekas Uni Soviet, seperti Ukrania. Sementara gudang senjata nuklir milik negara sekutu Amerika, yakni Inggris dan perancis, dapat dijadikan cadangan untuk menghadapi perubahan yang bisa terjadi di masa depan. Dan perubagan itu bisa saja terjadi.

Dengan demikian, dalam mempertahankan diri dan melalui program rudal anti-rudal, Amerika sebenarnya tidak bersaing dengan negara lain, tapi mencegah semua negara pada waktu yang bersamaan].

Kunci kesepuluh, kekuatan Amerika – secara sosial dan negara yang terus berkembang – akhirnya memang harus keluar dari isolasinya dan melebarkan kepentingan dan pengaruhnya sebagai negara imperium. Dan itu adalah karakter kekuatan.

Namun, yang menarik dan perlu dicermati, Amerika terlibat dalam Perang Dunia I dan II sebenarnya tanpa mengacu pada konsep teori keamanan tertentu.

Amerika merupakan negara imperium pertama dalam sejarah, yang memiliki teori utility, namun tidak punya konsep teori keamanan. Sebab dengan tidak adanya “ancaman”, dengan sendirinya tidak ada tuntutan merumuskan konsep keamanan.

Sebagai contoh, selama Perang Dunia I dan II, Amerika tidak pernah berada dalam posisi terancam. Tidak satu pun kota-kota di Amerika yang terancam oleh serangan pesawat tempur dari luar.

Sebaliknya, di Eropa, hampir semua kota diserang, bahkan sebagian besar ibukota di Eropa sempat diduduki: Paris, Roma, Athena, Vienna, Warsawa, Praha, Berlin, dan di atas semua itu, sebagian kota Moskow juga sempat diduduki. Hal yang sama terjadi terhadap berberapa kota di Asia, seperti Tokyo, Beijing, dan Singapura.

Namun kota-kota besar di Amerika: New York, Boston, Washington, Chicago, Los Angles, San Fransisco, New Orleans, selama periode PD I dan II, tetap bisa berkegiatan normal, tidak berpikir sama sekali tentang ancaman atau bahkan potensi ancaman. Lebih menarik lagi bahwa dengan mengandalkan teori utility dan absennya teori keamanan, Amerika memutuskan terlibat dalam Perang Dunia I dan II berdasarkan perhitungan tenang dan dingin, yang dilakukan dari jarak jauh, mencermati perkembangan sebelum akhirnya menentukan pilihan yang paling menguntungkan sesuai agendanya, dengan mengacu pada prinsip: ongkos lebih sedikit, dan keuntungan yang lebih besar.

  • Pada Perang Dunia I, Amerika terus memantau perkembangan Eropa sampai akhirnya mulai terlibat langsung pada tahun 1917, padahal PD I berakhir pada 1918.
  • Pada Perang Dunia II, Amerika terus memantau dan menunggu kesempatan, sampai akhirnya Hitler dan tentaranya “mengacak-acak” Benua Eropa dan Afrika Utara, terlibat dalam perang di lautan salju Rusia dengan menyerang Uni Soviet pada awal Agustus 1941. Setelah lima bulan kemudian – dengan malu-malu paska penyerangan Jepang terhadap Armada Amerika di Pelabuhan Pearl Harbour, Hawaii – Amerika akhirnya terlibat langsung dalam PD II pada 7 Desember 1947. Dan ketika itu, kekalahan pasukan Hitler sebenarnya sudah hampir pasti.

Keterlibatan Amerika dalam perang Dunia I dan II guna mewarisi pengaruh dan kekuasaan imperium lama di Eropa adalah manifestasi memukau terhadap model strategi yang pernah dijalankan oleh seorang bajak laut yang populer, Kapten “Morgan” pada abad ke-17. Kapten Morgan berpandangan, “pembajak yang agung” adalah pembajak yang menyerang pembajak-pembajak kecil, yang kembali dari operasi pembajakan terhadap kapal-kapal yang bertebaran di tengah laut, atau yang kembali dari penyerangan pelabuhan-pelabuhan yang mengekspor emas di perairan Karibi. Kapten Morgan berpandangan: biarkan pembajak-pembajak kecil itu melakukan pekerjaan kotor, lalu kita merampok pembajak kecil ketika kapal mereka mendekat ke pantai. Persis seperti itulah yang dilakukan oleh Amerika. Amerika tidak pernah terlibat dalam upaya menguasai koloni-koloni kecil satu per satu, tapi Amerika menunggu kesempatan untuk mewarisi kehancuran imperium-imperium lama di Eropa. Sekedar catatan, Kapten Morgan adalah asal-usul nama keluarga Morgan, yang berasal dari wilayah Welsh di Inggris, yang berimigrasi ke Amerika, dan akhirnya menjadi pemilik salah satu bank dan lembaga keuangan terbesar di Amerika (JP Morgan), sampai saat ini.

Kunci kesebelas, jika Amerika tidak memiliki “teori keamanan nasional” karena memang tidak menghadapi ancaman riil terhadap negara dan daratannya, dan jika Amerika hanya memiliki “teori utility” – maka fakta ini akhirnya menciptakan sejumlah konsekuensi yang sangat signifikan: absennya nasionalisme, dalam pengertian pemahaman nasionalisme yang berlaku dan diterima di negara-negara lain sepanjang sejarah.

Sebab dinamika nasionalisme di suatu negara di manapun dan kapanpun adalah akibat langsung dari adanya ancaman yang mengganggu identitas, tanah air dan kemerdekaan. Artinya, ancaman atau potensi ancamanlah yang melahirkan reaksi dan perlawanan. Dan itulah asal-muasal api nasionalisme. Namun jika persoalannya adalah sekedar menuntut maslahat (utility), dan bukan menolak ancaman, maka maslahat tentu punya pemicu dan penggerak yang berbeda, yang tidak mengenal keteguhan sampai ke relung jiwa yang paling dalam – juga tidak memiliki semangat berkorban – apalagi berkorban jiwa. Dan barangkali itulah yang menjelaskan fakta-fakta terkait politik Amerika Serikat.

  • Amerika merasa tenang, dan hanya ingin memantau konflik orang lain dari jarak jauh.
  • Amerika hanya melibatkan diri dalam perang, saat pertempuran sudah mendekati atau menunjukkan kemenangan, ketika waktu berkorban besar sudah berlalu, dan sudah tiba waktunya untuk membagi pampasan perang.
  • Amerika selalu ragu menghadapi kematian, sebab mempertahankan maslahat – yang berbeda dengan mempertahankan negara – tidak mengenal keteguhan, pengorbanan apalagi berkorban jiwa. Sebab jika persoalannya hanya mengharap maslahat semata, tentu semuanya ingin hidup sampai maslahat itu dapat diraih; atau tidak memiliki kesiapan untuk berkorban jiwa, karena itu bermakna membiarkan orang lain yang mendapatkan maslahat.

[Kunci kesebelas ini barangkali bisa dijadikan acuan untuk menjelaskan sindrom Perang Vietnam, yang masih bertahan di Amerika hingga saat ini. Dan adalah sebuah paradoks bahwa Perang Vietnam merupakan satu-satu perang pemikiran, perang prinsip atau perang ideologis yang yang pernah dialami oleh Amerika sepanjang sejarahnya, dan ternyata kalah. Perang Vietnam adalah jenis perang yang tidak dikenal oleh Amerika dan tidak pernah melakoninya.

Fakta itu juga menjelaskan secara rasional kenapa dan bagaimana seorang pemuda yang menghindari pelayanan ilmu pengetahuan, yaitu Bill Clinton, yang kemudian menjadi Presiden Amerika, padahal upayanya  menghindari pelayanan ilmu pengetahuan telah terbukti dan diketahui publik].

Kunci keduabelas, jika semua itu benar, dan memang cenderung benar, maka “teori maslahat” dalam mengelola konflik harus menemukan atau harus dicarikan metode baru yang tidak memerlukan keteguhan – tidak menuntut pengorbanan – dan tidak perlu berkorban jiwa.

Artinya Amerika harus dan hanya melibatkan diri dalam suatu perang atau konflik tertentu dengan cara yang kreatif, salah satunya adalah terlibat perang dari jarak jauh, dan kemenangan perang harus dicapai bukan dengan darah/nyawa Amerika. Sebab darah orang Amerika bisa saja tumpah – dan jika tumpah – demi mempertahankan negara, bukan demi mempertahankan maslahat, pertanyaan yang muncul adalah masalahat apa? Maslahat siapa? Dan pada akhirnya akan bertanya mana pampasan perangnya?

Begitulah proses munculnya dan cara strategi maslahat dijalankan oleh Amerika. Setelah itu, Amerika mulai merancang agendanya secara global, dan terus bergerak dinamis, step-by-step:

  • Langkah awal pendahuluan dari strategi global Amerika diawali dengan mengirim kapal-kapal yang penuh berisi barang dan komoditi, menyeberangi Samudera Atlantik menuju pantai-pantai di Afrika Utara, mulai dari Casablanca di Maroko sampai pantai Alexandria di Mesir, sejak akhir abad ke-18.
  • Langkah kedua adalah mengirim misionaris-misionaris yang mendakwahkan kesucian agama, yang tidak terpengaruh oleh konflik antar gereja dan/atau antar imperium di Eropa. Pengiriman misionaris kristen ini berlangsung sepanjang abad ke-19, ke berbagai wilayah, mulai dari daratan China sampai daratan bagian selatan Mesir.
  • Setelah pengiriman misionaris-misionaris, Amerika melanjutkan agenda globalnya dengan misi-misi pendidikan. Sepanjang abad ke-20, Amerika aktif mendirikan beberapa beberapa perguruan tinggi (American University), yang sebagiannya memang harus diapresiasi, terlepas dari misi dan tujuan pendiriannya, karena telah sukes menciptakan pencerahan, terutama di Beirut dan Mesir.
  • Direncanakan atau tidak direncanakan, Amerika memiliki media yang kuat, terutama media bergambar, khususnya setelah munculnya teknologi film, yang aktif menyebarkan satu jenis gaya hidup yang memukau ke seluruh penjuru dunia, dan Hollywood menjadi benteng produksi utamanya.
  • Himbauan yang terus menerus untuk mengajak otak-otak cerdas (para pakar) dalam berbagai disipilin ilmu untuk berimigrasi ke Amerika, dengan argumen bahwa hanya di Amerika-lah, dan bukan di tempat lain, otak-otak cerdas itu dapat menemukan ruang dan waktu untuk bekerja, berkreasi, dan memandang dunia melalui jendela dan pintu yang sangat lebar. Himbauan agar otak-otak cerdas dari berbagai belahan bumi untuk berimigrasi ke Amerika adalah ibarat “perang panjang yang bertujuan menyedot otak-otak cerdas dari seluruh dunia”.
  • Amerika memiliki dan mengoperasikan dinas intelijen, yang belum pernah ada tandingan dalam sejarah, baik dari segi cara kerja, tujuan ataupun peralatannya. Tugas utama intelijen luar negeri Amerika (yang dijalankan oleh Central Intteligence Agency=CIA) adalah mencari dan mengendus berbagai bentuk kendala yang coba menghalangi kepentingan Amerika. Kegiatan intelijen ini, kadang meningkat ke level rekayasa melakukan “kudeta dari dalam” di sebuah negara, sebelum potensi bahaya tadi menjadi besar dan tak terkendali. Dan CIA bukan hanya aktif melawan musuh, tapi juga terhadap kawan/sekutu. Operasi “Echelon” pernah dan masih menjadi contoh paling nyata bagaimana CIA memata-matai pasar London, Paris, dan Berlin – sebab rahasia pasar di ibukota-ibukota Eropa itu jauh lebih penting dan bernilai dibanding rahasia pemerintahan.
  • Terus bereksperimen dan bekerja untuk menciptakan senjata-senjata canggih, yang digunakan sesuai tuntutan situasi dan keadaan – tentu tetap dengan syarat pertempuran dilakukan dan dikelola dari jarak jauh – lalu kemenangan diraih secara sempurna, dan korban jiwa di pihak tentara Amerika akan ditekan sesedikit mungkin.
  • Proses pengembangan senjata canggih itu, dengan jelajah tempuh yang jauh, dan terus memelihara keunggulan seluruh potensi Amerika, lalu membiarkan pesaing kehabisan napas, dan pada akhirnya, setelah kehabisan waktu, pihak lain menyadari bahwa perlombaan senjata melawan Amerika itu justru mengantarnya ke jurang kebangkrutan.
  • Di tengah situasi seperti itu, sebelum dan sesudahnya, Amerika sukses menguasai semua sumberdaya dunia melalui pembentukan jaringan kepentingan yang sangat kompleks, yang bertugas menjaga kepentingan Amerika di darat, di laut dan di udara. Jaringan berupa terminal-terminal lokal/regional yang dijamin keamanannya untuk melindungi kepentingan “polisi regional”. Terminal-terminal itu tiap saat bisa disuplai senjata, uang dan keahlian, tanpa harus ada kehadiran Amerika secara langsung di wilayah-wilayah konflik, dan dalam kasus ini, “Israel adalah contoh yang paling nyata tentang konsep terminal regional Amerika”.
  • Mempromosikan gaya hidup spesifik: American Style. Meski Amerika belum menciptakan kebudayaan spesifik yang mendampingi upayanya memantapkan kekuatannya, tapi Amerika sukses memukau masyarakat dunia dengan cara yang mempesona. Logika dasarnya: “Jika orang-orang lain berperilaku dalam kehidupan keseharian mereka seperti perilakumu, dan mereka menggunakan kosakata dan idiom-idiom pergaulanmu dalam percakapan dan wacana mereka, itu menunjukkan bahwa mereka telah menerima gaya hidupmu secara sukarela. Dan ini adalah model mempengaruhi yang paling efektif. Setelah itu, Amerika juga aktif mempopulerkan gaya hidup gerak cepat, melalui makanan cepat saji (fast food), gambar-gambar yang bergerak cepat, dan bahkan pakaian yang bisa dikenakan dan dilepas dalam sekejap mata.

***

Ulasan ke-12 kunci di atas – selusin kunci – untuk memahami Amerika adalah kesimpulan yang berproses selama separuh abad, melalui 24 kali kunjungan ke Amerika, melintasi Samudera Atlantik. Dan barangkali, salah satu kesimpulannya, Dunia Arab merupakan wilayah regional yang menjadi tujuan dan target operasional utama dari praktek hegemoni strategi Amerika. Meskipun demikian, ulasan ke-12 kunci di atas tetap saja sekedar deskripsi yang belum melangkah ke proses analisa yang mendalam.

Dengan demikan, ulasan di atas boleh dibilang masih sebatas pengetahuan atau informasi awal yang terbatas, meskipun itu hasil dari perjalanan yang berlangsung selama 50 tahun, melalui 24 kali kunjungan ke Amerika, dengan berbagai agenda: kadang sekedar melakukan pembicaraan, dialog, berkomunikasi langsung, dan kadang juga terlibat dalam "perundingan resmi”.

Memahami Amerika dari Sejarahnya

Perjalanan ke Amerika tahap pertama sebanyak 24 kali, seperti digambarkan di atas, adalah ibarat perjalanan penjelajahan dan upaya untuk menemukan. Lalu disusul 3 kali perjalanan tahap kedua.

Dalam perjalanan terakhir ke Amerika, pada akhir musim semi hingga awal musim panas tahun 2001, secara kebetulan, saya menemukan sebuah buku dengan judul yang menarik, dan setelah melihat sepintas daftar isinya, saya akhirnya memutuskan membacanya secara serius selama beberapa jam. Saat membacanya, saya merasakan bahwa buku ini mengulas dan menganalisa Amerika dengan cara yang berbeda, bukan hanya sekedar deskripsi, meskipun dalam uraiannya terjadi pertautan antara deskripsi dan analisis.

Amerika memang perlu terus dipelajari, dibaca dan dipahami. Perlu ada orang yang bisa mengulasnya secara mendalam dan menukik, menyelami komposisi dan suasana kejiwaannya, dalam posisinya sebagai kekuatan yang terus tumbuh dan berkembang dan belum pernah ada presedennya dalam sejarah dunia. Imperium Amerika adalah sebuah fenomena baru, yang muncul dalam pengamatan imperium-imperium tua di Eropa – yang pernah menguasai dunia secara ekonomi dan politik – namun Amerika tetap saja mengalahkan semuanya. Amerika mengambil warisan imperium lama, lalu menguasai dan memonopoli. Ketika imperium-imperium lama berasumsi masih menguasai dunia, tiba-tiba hanya dalam tempo kurang dari separuh abad – dan itu periode waktu yang ibarat sekedipan mata dalam sejarah – Amerika mampu menguasai dan mengungguli imperium-imperium lama. Tapi harus juga dikatakan, kesuksesan Amerika menjadi imperium baru terjadi dengan modal kearifan yang sedikit, kaku, dan cenderung tidak memahami bahwa menjalankan dan mengelola sebuah imperium adalah seni, sebab hanya mengandalkan kekuatan adalah kedunguan.

Buku yang saya maksud itu berjudul COLOSSUS: How the Corporation Changed America, terbit di New York, Amerika Serikat pada 2001, terdiri 506 halaman dan 38 bab, ditulis oleh lebih dari 30 penulis, sebagian di antaranya menulis lebih dari satu bab. Kata Colossus sendiri bisa diterjemahkan “Sang Raksasa” atau “Sang Pembangkang” atau “Sang Perkasa”, yang semuanya menunjukkan makna sangat besar atau memiliki kekuatan yang besar. Selama membacanya, saya merasakan buku ini melakukan semacam analisis psikologis tentang Amerika, mencerahkan dan mengulas originalitas pengalaman Amerika. Yang menarik bahwa para penulisnya, yang datang dari berbagai disiplin ilmu, sepertinya sepakat menggunakan metode analisis sosial, yang mengacu pada fakta-fakta sosial keseharian – yang salah satu keunggulannya karena berupa fakta-fakta yang telanjang dan tidak mengandung rahasia, bisa diperoleh oleh semua orang, namun tidak banyak orang yang mencermatinya. Kita memang sering lupa bahwa pemandangan kehidupan sehari-hari adalah “naskah awal sejarah”, yang sebenarnya lebih penting dibanding naskah atau manuskrip yang disimpan di gudang yang terkunci rapat.

Pemandangan atau fakta sosial yang menjadi kajian para penulis buku Colossus itu terbilang sangat banyak, bahkan bisa disebut terdiri dari beberapa tingkatan fakta yang berlapis-lapis, dan setiap lapisnya seolah menyingkap rahasia tentang suasana kejiwaan Amerika, kekuatan baru yang paling penting dalam sejarah dan dunia saat ini.

Fakta-1:

Para imigran Eropa gelombang pertama yang datang ke Amerika terpesona oleh sebuah kekayaan bertumpuk-tumpuk di benua baru, dan tidak pernah terlintas di benak mereka. Dan keterpesonaan itu diungkap dengan sangat baik oleh sebuah pertunjukan teater berjudul Virginia: Unique World Paradise (Virginia: Surga Dunia yang Unik)”, yang dipentaskan di TheOriental Theater, London pada 1605M. Judul itu jelas merujuk ke wilayah Virginia, yang merupakan salah satu koloni awal imigran Eropa di Amerika. Dialognya terjadi antara dua orang: Skapterist dan Seagel:

Skapterist: Tapi, Kapten, coba katakan kepada saya, apa benar kekayaan di Amerika memang sebanyak itu, seperti yang saya dengarkan!

Seagel: Dengarkan apa yang akan saya katakan! Emas di sana lebih banyak daripada tembaga di sini. Emas bertumpuk-tumpuk sejauh mata memandang. Semua pot terbuat dari emas, semuanya, semuanya terbuat dari emas, bahkan rantai tawanan pun dari emas. Adapun perhiasan, tersebar kemanapun matamu memandang, bahkan baju anak-anak pun dipenuhi dengan hiasas batu ruby dan emerald yang menyilaukan matamu saat memandangi mereka.

Fakta-2:

Para imigran Eropa pertama yang datang ke Amerika – bahkan di Virginia - menemukan sumber daya alam, yang bukan hanya bernilai tinggi, tapi juga bisa diolah dan menghasilkan kekayaan lanjutan, yang melebihi semua kilauan emas rantai tawanan atau hiasan batu ruby dan emerald di baju anak-anak. Dan upaya yang diperlukan untuk merealisasikannya sangat sederhana, meskipun memang diperlukan modal yang cepat, berupa peralatan untuk pertanian, properti, dan pembukaan jalan-jalan baru. Dan semua itu harus didatangkan dari seberang Atlantik (Eropa). Dan hal itu sangat dimungkinkan. Sebab orang-orang Eropa yang sudah mendengar cerita kekayaan berlimpah di dunia baru pasti bersedia berinvestasi. Namun karena jaraknya sangat jauh, para investor tersebut tentu menginginkan jaminan. Dan jaminan pertama yang mereka perlukan adalah organisasi (institusi bisnis) yang menjamin keamanan pergerakan modal mereka, melindungi hak-hak mereka dari modal yang ditanamkan dan keuntungannya, institusi yang dapat mengelola kerugian yang terbatas.

Karena itu, pada tahun 1607, muncullah perusahaan – perusahaan Virginia – yang dikelola oleh perwakilan investor, yang bekerja dengan seperangkat aturan, untuk bisa memastikan terjadinya keuntungan, dan pada saat yang sama, mengelola atau mencegah kerugian yang terbatas, jika pun terjadi kerugian. Penulis pasal tentang ini dalam buku Colossus mengatakan, “Siapapun yang ingin memahami Amerika, harus mempelajari secara cermat konsep perusahaan terbatas”, lalu menambahkan, “Permulaan yang benar-benar bisa dikatakan awal mula Amerika adalah perusahan sejenis perusahaan Virginia itu. Dan seperti diketahui, modal awal Perusahaan Virginia sebesar 100.000 Pound Sterlng “dengan nilai pada masa itu”, dan salah satu investor utamanya adalah Sir Francis Bacon (seorang menteri terkenal di era Ratu Elizabeth-I).

Dan salah satu proyek pertama yang dikerjakan Perusahaan Virginia adalah membuka jalan-jalan baru yang menghubungkan semua daerah di Virginia. Setelah jalan-jalan difungsikan, Perusahaan Virginia kemudian memberlakukan peraturan baru: siapapun yang menggunakan jalan itu, harus membayar. Dan jalan berbayar ini adalah penemuan baru ketika itu. Dan itulah awal konsep pembangunan jalan high-way: biaya pembangunannya dibayar oleh penggunanya. Setelah beroperasi sekitar satu abad, Virginia menjadi Negara Bagian, dan Negara Bagian adalah Virginia: perusahaan Virginia.

Fakta -3:

Orang-orang Indian, penduduk asli benua Amerika, akhirnya menyadari bahwa para imigran berkulit putih yang datang dari Eropa, yang mendarat di pantai timur Amerika, ternyata tidak merasa cukup dengan hanya mengambil apapun yang bisa diambil, mulai dari emas dan perhiasan, sampai merampas wanita dan anak-anak wanita. Para imigran berkulit putih itu juga mulai menancapkan tenda, menggali tanah, membawa peralatan pertanian dan benih – artinya mereka datang untuk menetap, bukan hanya sekedar kunjungan. Jack Beatty, editor buku Colossus, mengutip sebuah laporan perusahaan Virginia yang ditulis pada tahun 1624, dan dikirim kepada para pemegang sahamnya di London:

“Membunuh orang-orang Indian jauh lebih murah dibanding ongkos untuk membina mereka menjadi manusia yang beradab. Mereka liar, barbar, telanjang, dan terkotak-kotak ke dalam banyak kelompok suku, berdomisili di kantong-kantong pemukiman yang berbeda-beda. Sangat sulit membuat mereka menjadi manusia beradab. Tapi mengalahkan mereka sangat gampang. Proses membuat orang Indian menjadi orang beradab akan memakan waktu lama, tapi membinasakan mereka bisa berlangsung singkat. Dan kita memiliki banyak cara untuk mengalahkan mereka: dengan kekuatan, dengan serangan dadakan, membuat mereka kelaparan, membakar hasil pertanian mereka, menghancurkan perahu dan rumah mereka, merobek jala ikan mereka, dan pada akhirnya, memburu mereka dengan kuda dan anjing terlatih, yang sangat menakutkan mereka, karena anjing-anjing terlatih itu akan menggigit tubuh mereka yang telanjang”.

Fakta-4:

Dalam sebuah surat bertanggal tahun 1633, yang muncul dalam laporan Pemerintah Inggris, yang menjelaskan tipe para imigran, disebutkan bahwa imigran yang tinggal di Virginia adalah imigran yang datang ke Amerika dengan satu tujuan: mencari kekayaan dengan cara apapun. Namun ada tipe imigran lain, yang tinggal di wilayah New England, mereka semua adalah keluarga yang menghindari penindasan agama, umumnya pengikut aliran Calin dari Swiss, Belanda dan Scotland, dan kota lainnya, yang pernah menjadi pusat penyebaran dakwah pensucian diri dan kesucian agama di Eropa. Para penganut agama fanatik ini juga mendirikan perusahaan perdagangan, semacam perusahaan etis, di mana para investornya meyakini konsep “Ridha Tuhan”, dan menilai bahwa pertumbuhan keuntungan dari suatu investasi adalah bukti Ridah Tuhan. Mereka kemudian merumuskan semacam konsep yang mirip ideologi, yang dijadikan acuan berperilaku dan bekerja. Mereka pun mengelola perusahaan di New England. Dan ringkasan ideologi mereka – berdasarkan pidato pemimpin gereja mereka yang bernama Thomas Shepard – bahwa “Kita harus membangun tanggul. Jika tidak, air akan meluber dan menenggelamkan semuanya”. Dan pengertian “tanggul” bagi Shepard adalah bahwa setiap orang harus bekerja dengan serius untuk meninggkatkan martabatnya dan untuk mendapatkan Ridha Tuhan. Dan caranya adalah bekerja dengan menggunakan “keikhlasan Jesus”, untuk menambah kekayaan, memperluas kepemilikan, dan meninggikan bangunan rumah. “Ridha Tuhan” akan terlihat dalam kesuksesan merealisasikan “keikhlasan Jesus”, yakni memperbanyak harta, tanah dan properti. Dan orang-orang beriman harus ingat bahwa bertambahnya kesuksesan tergantung pada bertambahnya iman. Karena itu, dan ini yang menarik: “iman adalah harta”, dan “harta adalah iman”. Keduanya adalah ibarat tanggul air, agar air tidak meluber yang bisa menenggelamkan banyak orang.

Di Virgnia, juga di New England, perusahaan-perusahaan semakin membesar, dan berhasil melakukan akumulasi kekayaan. Setelah itu, muncul kebutuhan akan agen perwakilan di pantai yang yang berhubungan dengan Eropa dalam mengelola ekspor dan impor. Lalu muncullah perusahaan penyimpanan (pengelola gudang), sebab pelayaran dan pengapalan barang berlangsung musiman, pertanian juga terjadi musiman. Dari sinilah muncul keluarga-keluarga imigran yang mengerjakan segala hal untuk memperkaya diri. Intinya, ketika sebagian imigran memburu kekayaan dengan senjata, di siang bolong dan terang-terangan, sebagian lainnya memburu harta dengan berdoa, juga di siang bolong dan secara terang-terangan.

Fakta-5:

Perusahaan-perusahaan “negara bagian” terus beroperasi mulai dari pesisir timur Benua Amerika, yang memang menjadi daeran domisili para pendatang dari Eropa, terus bertani dan berdagang, memperkaya diri dan mengakumulasi kekayaan – akhirnya menghadapi persoalan baru: karena volume kerja semakin besar, maka diperlukan tenaga kerja yang banyak. Sampai tahun 1700, jumlah imigran Eropa ke Amerika hanya sekitar 250.000 orang. Dan setiap orang dari mereka ingin memburu harta, tanah dan properti. Tak satu pun di antara mereka yang ingin menjadi tenaga kerja. Sebab jika hanya ingin menjadi tenaga kerja, untuk apa mereka menyeberangi Samudera Atlantik ke tanah yang dijanjikan (menjanjikan).

Solusi praktis terhadap langkanya tenaga kerja itu muncul dengan sendirinya: mendatangkan tenaga kerja dari luar Amerika, bagaimanapun caranya. Tenaga kerja yang dapat difungsikan sebagai pekerja saja, bukan sebagai bagian dari pemilik saham perusahaan; yang merasa cukup dengan menerima upah sedikit dan tidak berharap upah banyak. Dan solusinya adalah “perbudakan”, yakni otot-otot yang bekerja dengan imbalan makanan, tidak lebih; yang patuh menerima perintah, setelah diterus dididik dengan rantai dan cambuk. Ketika itulah muncul beberapa perusahaan jenis baru, “perseroan terbatas” juga, yang fokus pada “perdagangan budak”. James Hedges, yang menulis bab berjudul “Perdagangan Nyawa” dalam buku Colossus, memaparkan beberapa dokumen milik salah satu perusahaan perdagangan budak, yang berupa catatan perjalanan sebuah kapal bernama penumpang bernama "Saly”, yang dinakhodai oleh Kapten Issac Hopkins.

Dalam dokumen kapal “Saly”, ada sebuah “Perintah dari pemilik perusahaan bernama “Nikolas Webrad – perseroan terbatas” yang memerintahkan kapten kapal "Saly":

“Kami mempercayai reputasi Anda, ketulusan Anda kepada kami, dan dedikasi Anda bekerja melayani kami. Karena itu, kami memerintahkan Anda untuk pergi berlayar ke pantai-pantai Afrika, pantai Guinea: ambil dan angkutlah budak-budak sebanyak yang kau bisa, dengan cara apapun yang kamu anggap cocok. Anda diberikan wewenang penuh untuk membeli dan menjual apapun yang kamu inginkan dari budak-budak itu, saat Anda dalam perjalanan pulang dan mampir berlabuh di Pulau Barbados. Dan kami perlu mengigatkan, sesuai dengan perjanjian, bagianmu adalah: Anda berhak memiliki 4 budak dalam setiap 100 budak, plus 5 persen dari hasil penjualan tiap-tiap budak. Juga kami perlu mengingatkan, bahwa perdagangan budak ini perlu dilakukan secara cepat, karena permintaannya sangat mendesak”.

Lalu sebuah dokumen yang ditulis Kapten Issac Hopkins, dengan sangat rinci agar bisa dijadikan bukti ketika tiba waktunya berbagi untung dengan para pemilik perusahaan, antara lain tertulis begini:

  • Saya memberikan satu galon minuman Romawi kepada kepala suku untuk mendapatkan seorang budak wanita muda.
  • Saya membayar 7 Pound Sterling untuk membeli seorang anak.
  • Saya membeli 5 budak yang bisa digunakan untuk bekerja hari ini juga, dengan bayaran berupa bawang dan gula.
  • Hari ini, jumlah budak yang sudah dikapal sebanyak 196 budak. Satu budak bunuh diri dengan cara menggantung diri.
  • 3 budak meloncat ke laut, dan tidak bisa diselamatkan, dan akhirnya kami memutuskan untuk menyekap budak yang masih hidup di palka kapal paling bawah, bersama dua sapi, dan semua budak diikat dengan tali.
  • Muatan sudah penuh, bahkan lebih. Kami akan berangkat besok menuju Pulau Karibi.

[Berdasarkan dokumen Virginia, New England, Massachusetts, pada waktu itu, awal abad ke-18, sudah tercatat sebanyak 400 perusahaan perdagangan budak, yang memiliki armada laut total sebanyak 1.200 kapal, selain ratusan perusahaan dan ratusan kapal yang beroperasi di Eropa].

Fakta-6:

Pada tahun 1800, awal abad ke-19, atau sekitar satu abad setelah pendirian perusahaan-perusahaan perdagangan budak, baik yang beroperasi dari Amerika, atau bekerja sama dengan perusahaan serupa di Eropa, atau yang berasal dari pantai-pantai Afrika, total jumlah budak yang diangkut ke Amerika mencapai 30 juta budak. Jumlah itu tidak termasuk budak-budak yang jumlahnya tidak ketahuan, mungkin jutaan, yang tewas di kapal, dan mayatnya dibuang ke laut untuk disantap ikan hiu. Penulis bab “Perbudakan” dalam buku Colossus mengutip satu halaman penuh dari buku lain, yang terbit lebih awal, karena dianggap sangat detail deskripsinya. Buku itu berjudul “Peran Perbudakan dalam Pertumbuhan Koloni New England: Penggerak Pertumbuhan”. Kutipan dari halaman 254 tertulis begini:

“Pada tahun 1770, koloni New England merupakan wilayah terkaya di Amerika, mewakili kisah sukses yang luar biasa. Kapasitas produksinya tak tersaingi. Dan penggerak pertumbuhan itu adalah budak, yang merupakan faktor kunci di tanah (pertanian) dan pabrik-pabrik. Budak menjadi roda penggerak perdagangan dan ekspor ke Eropa dan bagian dunia lainnya. Budak adalah faktor utama di pertanian, tulang punggung di pabrik-pabrik yang didirikan di pertanian tebu, tembakau dan produk pertanian lainnya”.

Kutipan dari buku lain itu ditutup dengan kalimat: “Singkat kalimat, perbudakan adalah pembangkit utama pertanian, industri dan perdagangan. Meskipun kegiatan perdagangan budak di New England tidak terlalu besar, namun semua kegiatan perdagangan mengandalkan tenaga budak, yakni budak milik para pedagang itu”.

Lalu muncullah wacana atau kampanye yang mengatakan, “perdagangan budak tidak manusiawi – setelah munculnya tenaga uap – yang memiliki daya ratusan kali lebih kuat dibanding otot manusia, mesin penggeraknya tidak perlu diberi makanan dan tempat tidur, tidak perlu penjagaan siang dan malam, untuk menjamin para budak tidak melarikan diri atau bunuh diri. Dan ketika itu, sebagian besar budak yang lari atau bunuh diri adalah budak wanita”.

Meski muncul wacana bahwa perdagangan budak tidak manusia, secara paralel, juga muncul wacana yang menentang pembebasan budak, yang menolak pembatasan “perdagangan manusia”, dan argumen penolakan yang sering muncul ketika itu, antara lain:

  • Penggunaan tenaga uap tidak harus mengakhiri penggunaan tenaga budak di bidang produksi, tenaga upa adalah suatu cara, dan tenaga budak adalah cara yang lain. Dan masing-masing melakukan tugas dan fungsinya, tidak saling bertentangan, tidak juga saling menegasikan satu sama lain.
  • Jika orang-orang Amerika menghentikan perdagangan budak, maka orang lain akan melakukannya dan mengambil untung dari perdagangan budak.
  • Pembatasan perdagangan budak akan memicu terjadinya bencana besar bagi para budak-budak itu sendiri. Sebab budak-budak itu tidak tahu apa yang harus dikerjakan, tidak tahu cara bagaimana untuk hidup, jika para majikan tiba-tiba menghentikan kegiatan perdagangan budak.
  • Bahwa pemerintah tidak berhak melakukan campur tangan dalam bentuk apapun terhadap kegiatan perdagangan. Sebab campur tangan itu bertentangan dengan prinsip dasar yang menjadi pilar terbentuknya Amerika, yaitu kebebasan – bahkan kebebasan dari undang-undang. Bahkan muncul argumen yang mengatakan, sebaiknya jangan dilupakan bahwa keterbatasan pasal-pasal hukum justru menjadi persoalan paling pelik di dunia lama (di Eropa).

Fakta-7:

Meskipun ada wasiat George Washington agar Amerika menjauh dari Eropa, tapi sejak awal abad ke-19, Amerika sebenarnya mulai mendekati Eropa, tujuannya agar Amerika menjadi pihak yang paling banyak mengambil manfaat dari kekacauan Eropa. Periode itu adalah periode revolusi, zaman perang Napolen yang berkecamuk, ketika Eropa menjadi medan operasi perburuan kapal-kapal di perairan Atlantik dan juga blokade terhadap Eropa. Meski begitu, kapal-kapal Amerika – awalnya kapal-kapal layar, kemudian kapal-kapal bertenaga uap – memiliki “keunggulan netralitas”, dalam arti tidak terlibat dalam perang Eropa, juga tidak menjadi sasaran tindakan perburuan dan blokade. Kapal-kapal yang berbendera Amerika tidak berurusan dengan konflik Eropa. Juga karena orang-orang Eropa sendiri yang berinvestasi di dunia baru, sehingga dianggap penting untuk tidak melibatkan Amerika dalam konflik Eropa.

Pada periode kekacauan di Eropa inilah, Amerika akhirnya menguasai pelayaran di perairan Samudera Atlantik, dan Amerika terus memperbanyak kapal-kapalnya di Atlantik, dan jumlah kapal Amerika itu akhirnya mengalahkan jumlah kapal milik Inggris, atau Perancis. Pada saat yang sama, Amerika juga memperluas jangkauan lautnya, dan bertambah banyak setelah pembukaan Terusan Panama, yang memungkinkan kapal-kapal Amerika bukan hanya menguasai Samudera Atlantik, tapi juga Samudera Pasifik.

Dengan begitu, benteng alami pelindung Benua Amerika bukan lagi sekedar perairan luas, tapi Amerika juga akhirnya menjadi wilayah pemukiman, oleh oleh orang Eropa, sebab armada-armada Eropa sudah mendekat ke pantai Amerika ketika melakukan operasi perburuan atau menjadi sasaran perburuan. Akhirnya, kapal-kapal berbendera Amerika lah yang menjadi unggulan dan andalan, yang bebas bergerak dengan muatan komoditi, yang terhindar dari aksi penyitaan. Sebab semua pihak mengambil manfaat dari kapal-kapal Amerika, atau berusaha untuk memanfaatkannya.

Dan ketika akhirnya datang zaman kapal uap, yang kemudian disusul kereta api, maka Amerika pun mulai membuka jaringan rel kereta api. Jack Beatty, editor buku Colossus menulis: bahwa bentangan rel kereta api di Amerika adalah ibarat “Penakluk jarak dan sekaligus pemersatu wilayah” yang saling berjauhan di seantero Benua Amerika”. Seperti diketahui, sejak awal Amerika memang sebuah harta karun, namun luasnya wilayah benua menjadi persoalan dan kendala tersendiri. Sebab proses untuk menembus bagian dalam benua Amerika berjalan secepat perjalanan hewan, jangkauan akses sekuat jangkauan paru-paru kuda. Begitu tiba era kereta uap di darat, berbarengan dengan kapal-kapal bertenaga uap di sungai dan danau, maka benua yang luas itupun menyerah, takluk dan siap dieksploitasi, siap menerima investasi untuk tujuan produksi dan distribusi. Dan ketika kemudian muncul teknologi telegram, benua Amerika akhirnya berubah menjadi satu jaringan ekonomi dan keuangan di wilayah yang luasnya belum pernah ada presedennya dalam sejarah: belum pernah terjadi dalam sejarah, sebuah wilayah yang begitu luas dan kaya dengan berbagai sumberdaya berubah menjadi satu jaringan ekonomi dan keuangan. Pada periode itu, muncul ungkapan yang mengatakan, “Suara gemeretak rel-rel kereta uap ibarat jantung Amerika yang terus berdenyut”.

Dan perang saudara di Amerika, meskipun berakibat fatal, namun juga mendatangkan manfaat. Sebab perang saudara mengakibatkan terjadinya mobilisasi kekuatan melalui jaringan produksi sipil ataupun militernya, termasuk industri tekstil untuk pakaian prajurit di musim dingan dan musim panas, dan di sini ada poin tambahan: pekerja di industri tekstil adalah anak-anak – karena orang dewasa pergi ke medan tempur – sementara wanita menjadi pekerja di perkebunan kapuk.

Dan ketika perang saudara berakhir, dan Amerika sukses menghilangkan gap pemisah antara bagian “utara yang industri” dan “bagian selatan yang pertanian” – dan para lelaki dewasa kembali dari medan tempur – kapitalisme Amerika telah siap dengan kekuatan penuh untuk berperan di pasar yang sangat luas. Artinya, Amerika terbantu dengan akumulasi kekayaan, melalui maksimalisasi perdagagan ketika Eropa dilanda kekacauan, dan kesempatan memacu industri akibat perang saudara, dan situasi darurat (perang) yang membuka peluang bagi semua penduduk untuk bekerja, termasuk anak-anak.

Fakta-8:

Kapitalisme Amerika tidak seperti model kapitalisme yang sebelumnya dikenal di Eropa dan Asia. Ini kapitalisme yang baru, petarung dan agresif. Kapitalisme Amerika telah berhasil melakukan akumulasi kekayaan dari tanah orang-orang Indian yang dirampas dan kemudian digarap; dari tenaga otot para budak yang diangkut dari benua lain dan dimoblisasi dengan cambuk; dari perdagangan di Samudera Atlantik kemudian Pasifik, yang dikuasai oleh Amerika di tengah absennya Eropa; dari sumber daya alam Benua Amerika yang luas dan kaya; yang telah dihubungkan oleh jaringan rel kereta secara horison ataupun vertikal; yang kemudian menjadikan Amerika menjadi satu pasar. Lalu, kapitalisme Amerika adalah kapitalisme yang “berhati besi”, yang tidak pernah mendapatkan sentuhan kebudayaan – seperti yang terjadi di Eropa – Kapitalisme yang tidak pernah dijinakkan oleh suara musik, tidak diasah oleh pentas teater abad kebangkitan, tapi juga tidak mengalami kehidupan periode dekadensi moral seperti yang dialami anggota keluarga istana-istana penguasa Eropa, seperti keluarga "Hapsburg", "Romanov" dan “Bourbon”.

Kapitalisme Eropa adalah kapitalisme feodal yang bersifat warisan, dan memerangi pendidikan. Namun langkah cerdes pertama yang dilakukan kapitalisme Amerika adalah sejak awal menyadari urgensi pendidikan, dengan logika yang sederhana: “Setiap pekerja yang belajar akan memiliki kemampuan berproduksi lebih besar, dibanding pekerja yang bodoh”. Lalu pertanyaanya: apa yang harus dipelajari?

Salah seorang penulis dalam buku Colossus kembali mengutip satu halaman penuh dari buku pelajaran yang diajarkan untuk anak-anak di sekolah dasar, yang merupakan bagian dari kurikulum yang mulai disebarkan di Negara Bagian New England pada 1833. Materi pelajaran itu disusun dalam format tanya-jawab, sebagai berikut:

Tanya: Katakanlah ada seorang kapitalis (pemodal atau investor) yang berinvestasi dan telah mendapatkan keuntungan, apakah ini merugikan kelompok pekerja?

Jawab: Sebaliknya, keuntungan besar itu justru akan membantu investor untuk membayar gaji yang lebih besar untuk para pekerjanya.

T: mana yang lebih baik, jika orang kaya menabung hartanya untuk kembali diinvestasikan, atau membelanjakan hartanya sesuai seleranya?

J: Tentu, lebih baik kalau dia menabung dan berinvestasi.

T: Apakah ada kemungkinan Anda merasa kecewa, jika ada orang lain berhasil meraih keuntungan yang sangat besar?

J: Sebaliknya, saya justru akan merasa sangat bahagia.

T: Faktor apa yang menyebabkan seorang pekerja bisa berubah menjadi investor?

J: kalau pekerja itu menabung.

Beginilah materi kurikulum pelajaran sekolah dasar di Amerika, yang disusun dalam bentuk tanya jawab, satu halaman penuh dan bahkan seluruh isi buku pelajaran itu.

Dan ini merupakan model baru tentang cara Amerika “menjinakkan alam bawah sadar” generasi, melalui pendidikan lalu pengalaman kerja, dan setelah itu muncul peran media.

Fakta-9:

Kapitalisem Amerika tumbuh dan terus tumbuh, dan kemampuanya mengelola pertumbuhan juga sangat luar biasa. Sebab di depanya terbentang ruang yang selalu siap menerima pembaruan, dan melakukan penggabungan berbagai elemen, yang memiliki kekuatan seperti negara. Dari sinilah muncul negara “Rockefeller”, melalui payung “Standard Oil”, yang menjadi pemilik sebagian besar cadangan minyak Amerika Utara, yang kemudian bergeser ke selatan, dan hampir mengubah Venezuela sebagai koloni “Negara Rockefeller”, yang populer dengan motto: “Bahwa Tuhan telah menganugerahiku kekayaan berlimpah, dan tak seorang pun berhak menentang kehendak Tuhan”.

Pada bab yang ditulis oleh sejarahwan Inggris terkenal, Paul Johnson, dalam buku Colossus, Johnson menulis, “Di Amerika, terdapat dua kategori Bapak Pendiri Amerika:

Jenis pertama, mereka yang menciptakan kemerdekaan, merumuskan naskah konstitusi, memimpin upaya mengubah perusahaan menjadi negara. Mereka antara lain: Alexander Hammilton, Samuel Johnson, James Maddison, Benjamin Franklin, dan lainnya.

Jenis kedua, kelompok “Baron Pencuri”, yang memimpin kapitalisme Amerika, dan berusaha melindungi perusahaan dari pengaruh negara Rockfeller. Mereka antara lain, Ford, Vanderbilt, Dillon, dan Rand.

Dan istilah “Baron Pencuri” tersebut bukanlah ungkapan kiasan, tapi sebuah ungkapan yang berdasarkan fakta. Sebab kapitalisme Amerika membangun kekuatannya dengan mengandalkan penemuan-penemuan yang semuanya berasal di Eropa, lalu kapitalisme Amerika mengambilnya, kemudian dipergunakan untuk merumuskan konsep management baru, yang tidak tunduk pada aturan ataupun adat dan tradisi.

Dan itu terjadi dalam produksi mobil, pesawat, listrik, energi nuklir, telepon kabel, komputer, rudal, dan bahkan produk kosmetik kecantikan.

Sebagai contoh, Benua Eropalah yang memulai produksi mobil. Namun karena banyaknya pekerja yang berkumpul di bengkel, yang sibuk menyelesaikan satu unit mobil, diperlukan waktu tiga hari untuk menyelesaikan satu unit mobil. Lalu Henry Ford menemukan konsep assembling (perakitan) melalui mekanisme ban berjalan, di mana setiap pekerja berdiri di tempatnya, bagian mobil mobil yang akan dirakit berputar, dan masing-masing pekerja yang berdiri di posisinya mengerjakan sesuai dengan tugasnya. Dengan begitu, satu unit mobil yang di Eropa diproduksi selama tiga hari, bisa diubah menjadi hanya 3 jam untuk satu unit mobil. Metode kerja seperti ini menjadi semacam penaklukan terhadap rantai produksi, yang membuat Amerika menjadi yang terkuat di bidang industri dan perdagangan internasional.

Dan kapitalisme Amerika sejak awal sudah menentapkan satu tujuan, yang dirumuskan oleh Jack Beatty dengan satu pertanyaan:

“Bagaimana caranya mengubah kemewahan orang kaya, menjadi kebutuhan harian orang banyak”.

Dan itulah yang terjadi dalam hal mobil, listrik, telepon, televisi, mesin cuci, penyejuk ruangan, dan komputer.

Begitulah, sesuatu yang awalnya menjadi impian kemewahan orang-orang kaya, akhirnya menjadi komoditi yang dibutuhkan orang-orang biasa.

Dan persaingan di dunia baru itu, selain menjanjikan, tapi juga keras pada saat yang sama. Sebab menguasai pasar yang begitu luas membutuhkan metode baru. Jack Beatty menukil sepucuk surat yang dikirim oleh miliarder Cornelius Vanderbilt kepada seorang pesaingnya, dan surat itu merupakan ungkapan paling jujur tentang semangat kapitalisme Amerika yang “buas”, menurut Jack Beatty.

Sepucuk surat yang sangat ringkas dan dikirimkan kepada Dewan direksi sebuah perusahaan:

Kepada Yth: bapak-bapak

Kalian berupaya menipuku. Dan saya tidak akan mengadukan kalian ke pengadilan, sebab prosedur dan mekanisme penyelesaian lewat pengadilan memakan waktu lama. Tapi saya akan menghancurkan rumah kalian (I’ll ruin you).

Hormat saya

Cornelius Vanderbilt

Fakta-10:

Meskipun begitu, kapitalisme Amerika akhirnya tetap memerlukan rumusan prosedur untuk melindungi kekayaan: sistem politik yang kuat, sistem peradilan yang lebih kuat, dan hukum yang berlaku terhadap semua orang, kecuali orang-orang Indian yang telah terkepung di kantong-kantong pemukiman mereka, juga kecuali para budak yang telah dicabut surat perbudakannya dan itu sudah cukup untuk mereka.

Kebutuhan akan hukum itu sangat mendesak sejak Amerika terbentuk, khususnya di pesisir pantai Timur yang dipenuhi pelabuhan-pelabuhan perdagangan, gudang-gudang penyimpanan komoditi impor atau yang siap diekspor. Lagi pula, para investor Eropa, yang sebelumnya mendirikan perusahaan-perusahaan patungan – yang dikelola para perwakilan mereka di seberang Samudera – juga memerlukan perlindungan hukum.

Bahkan para imigran petualang yang mulai merangsek masuk ke bagian tengah Amerika untuk memburu kekayaan, juga memerlukan metode komunikasi, asuransi, pendanaan untuk bekerja sesuai dengan kemampuan dan keahlian mereka, dengan imbalan memenuhi kebutuhan keseharian mereka, termasuk pistol dan senjata – dan relasi seperti itu membutuhkan saling percaya yang tinggi. Dari kondisi seperti itulah, sehingga dalam tradisi Amerika, muncul figur keamanan yang sangat berkuasa di suatu wilayah, yang kemudian dikenal dengan nama “Sheriff”, kata yang dipungut dari Bahasa Arab dari Andalusia di masa kekuasaan Islam di Spanyol.

Dan sebenarnya, kebutuhan akan hukum di sini sebenarnya lebih pada kerangka dasar hukum. Sebab wilayah pantai dengan pelabuhan dan gudang-gudang penyimpanannya membutuhkan kerangka hukum dengan ciri dan syarat yang kompleks, sementara wilayah daratan yang luas dan terbuka juga membutuhkan kerangka hukum dengan ciri dan syarat tersendiri. Karena itu, produk hukum di Amerika sangat bervariasi, tidak seragam seperti rumusan hukum di negara-negara lain. Dan mereka yang ditugaskan merumuskan kerangka hukum dasar ini adalah para pakar hukum terbaik dalam sejarah. Sebagai catatan, kerangka hukum di Eropa dirumuskan berdasarkan pergesekan antar berbagai kelompok sosial: kelas bangsawan, kelompok feodal, kaum borjuis, orang dewasa-remaja-anak-anak, juga kelompok pekerja. Dan ketika para pakar hukum Amerika mulai merumuskan kerangka hukum di Amerika, mereka hanya perlu mengkaji khazanah dan literatur hukum yang sudah ada, memilih-milah lalu mengambil yang paling pas, kemudian dirumuskan ulang agar sesuai dengan kebutuhan Benua Amerika, dirinci serinci-rincinya guna mengakomodasi kepentingan dan relasi yang melibatkan banyak pihak.

Fakta-11:

Namun kebuasan para “Baron Pencuri” itu menemukan orang lain – yang berbeda dengan gaya Cornelius Vanderbilt – kelompok masyarakat baru yang menilai bahwa benar hukum saja memang tidak cukup, namun pada saat yang sama, mereka juga tidak perlu bertindak keras dengan cara menghancurkan rumah kalian (I’ll ruin you).

Perusahaan seperti AT&T (Amerikan Telecomunication and Telegram) pada saat itu sedang menghadapi puluhan pengaduan, yang menudingnya melakukan monopoli di seluruh wilayah Benua Amerika. Tudingannya: AT&T tidak mau membagi makan kepada orang lain. AT&T kemudian menyadari bahwa image-nya tercoreng, lalu memutuskan untuk mengubah image yang tercoreng itu melalui “sentuhan malaikat”, yang bisa disebarluaskan ke tengah publik. AT&T lalu menyewa sebuah perusahaan iklan bernama “Air” untuk melakukan “sesuatu untuk AT&T’, dan itu terjadi pada tahun 1908, yang merupakan awal mula munculnya seni public relation (PR) di era industri. Perusahaan iklan “Air” menemukan fakta bahwa AT&T menawarkan layanannya kepada publik sambil melakukan iklan promosi yang mengajak publik untuk menggunakan layanan AT&T, dengan alasan “Publik memerlukan layanan AT&T”. Pihak “Air” berkesimpulan dan memutuskan bahwa solusinya adalah mengganti jargon iklan lama dengan jargon yang memprovokasi konsumen bahwa “Tujuan Kami Adalah Melayani Anda”, “Semangat Pelayanan Publik Kami adalah Keinginan Kami” dan “Loyalitas kami Sesuai Keinginan Anda”.

Sejak itu, ilmu tentang publik relation (PR) menjadi ilmu yang berdiri sendiri, dan itu adalah ilmu Amerka secara par exellecne. Saking besarnya pengaruh ilmu PR terhadap publik opini Amerika, sempat memicu kekhawatiran banyak pihak: akan dimanfaatkan dan menguntungkan “Baron Pencuri”. Seorang teman Presiden Franklin Roosevelt mencoba menarik perhatiannya dan meminta Presiden melakukan sesuatu. Dan jawaban Presiden Roosevelt adalah ungkapan – yang kemudian menjadi peribahasa modern yang populer di Amerika – “Kamu meminta saya bercinta dengan gajah”.

Fakta-12:

Harus diakui bahwa tidak semua kapitalisme Amerika adalah kegelapan, seperti halnya kapitalisme feodal abad pertengahan di Eropa.

Kapitalisme Amerika pada awal abad ke-19 telah menyadari urgensi pendidikan sebagai salah satu cara investasi dan tabungan. Dan ini berlangsung sampai akhir abad ke-19. Kapitalisme Amerika meyakini bahwa bila ingin menguasai dan memainkan peran signifikan secara global, maka Amerika membutuhkan model pendidikan baru. Karena itulah muncul lembaga-lembaga pendidikan modern, juga perguruan-perguruan tinggi, yang dinamai sesuai dengan nama pendirinya, yang memiliki kemampuan finansial: Harvard, Yale, Stanford dan lainya. Selain bidang pendidikan, kapitalisme Amerika juga menyadari perlunya ilmu pengetahuan, dan segera setelah itu, berbagai lembaga-lembaga riset didirikan, yang dijuga dinamai sesuai dengan nama pendirinya, “Rockfeller”, “Ford”, “Rand” dan lainnya.

Dengan begitu, Amerika hampir menyaingi dunia dalam hal perguruan-perguruan tinggi, dan mampu mengalahkan negara lain dalam hal lembaga-lembaga riset. Kedua jenis lembaga ini kemudian sukses menfasilitasi energi intelektual-inteleketual Amerika agar tidak menuntut perubahan. Dan itu adalah watak intelektual – artinya para intelektual itu direkrut untuk kepentingan kemajuan – bukan untuk melakukan perubahan – tentu berdasarkan konsep kapitalisme Amerika.

Fakta-13:

Ketika akhirnya Amerika kembali ke Eropa pada Perang Dunia II, dan lalu menetap di Eropa menunggu waktu yang tepat untuk mewarisi legasi imperium-imperium tua di Asia dan Afrika, Amerika menyadari bahwa ada batasnya untuk melakukan perlawanan. Sebab meskipun imperium-imperium itu menunggu isyarat Amerika – tapi mereka juga sangat sensitif dengan kekuatan Amerika yang tampak sangat luar biasa. Pada saat yang sama, imperium-imperium lama itu membutuhkan bantuan Amerika untuk proyek rekonstruksi Eropa setelah mengalami kehancuran akibat perang.

Setelah muncul organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) – yang bertugas mengelola politik dunia, Amerika bersikeras agar markas PBB ditempatkan di kota bisnis Amerika, yaitu New York. Gedung PBB dibangun dengan donasi dari keluarga Rockfeller, salah satu “baron pencuri” yang terkenal. Meskipun Uni Soviet dari waktu ke waktu selalu berusaha mengganggu di lorong-lorong gedung PBB, namun Amerika berusaha menghindari konfrontasi terbuka dan langsung dengan Uni Soviet. Para presiden Amerika, mulai Theodore Roosevelt sampai Donald Reagon merespon dengan menggunakan “logika Cornelius Vanderbilt” di atas tadi: bapak-bapak yang terhormat, “saya tidak akan memerangi kalian, karena perang di era nuklir sangat berbahaya – namun saya akan menguras energi kalian melalui perlombaan senjata yang kalian tidak bisa hindari, dan pada saat yang sama, kalian juga tidak mungkin berlomba sampai garis finish – begitulah caranya saya menghancurkan rumah kalian (I’ll ruin you)”.

Dan memang, secara ekonomi, Amerika memiliki memontum peluang besar, juga momentum politik. Jack Beatty menulis “Politik Amerika secara terus menerus menyerukan ‘ekonomi pasar’ – kemudian ‘ekonomi pasar’ berubah menjadi ‘masyarakat pasar’ – lalu ‘masyarakat pasar’ berubah lagi menjadi ‘pasar global’.

Di dalam pasar global itu, terdapat seribu perusahaan multinasional, yang sebagian besar sahamnya dimiliki oleh kapitalisme Amerika. Dan seribu perusahan multinasional itu menguasai lebih dari separuh ekonomi dunia, baik di bidang produksi ataupun distribusinya, khususnya di sektor yang paling menentukan: pasar uang, teknologi informasi, komunikasi dan media, dan semuanya duduk manis di singgasana satelit yang mengelilingi bumi, memantu tiap jengkal ruang di bumi, dari ketinggian dan dari jarak jauh.

Begitulah abad ke-20 menjadi Abad Amerika, dan besar kemungkinan, abad ke-21 juga akan tetap menjadi Abad Amerika. Karena itulah, kita perlu mengalisa Amerika, seperti perlunya kita perlu mendeksripsikan Amerika.

Dan seperti diketahui, dalam sejarah peradaban global, kita mengenal beberapa klasifikasi negara:

  • Negara-negara kuat (Powers) seperti Inggris, Perancis, Austria, Uni Soviet, Negara Ottoman (Usmaniyah) sebelum Perang Dunia-I.
  • Negara-negara Sangat Kuat (Great Powers) seperti Inggris, Perancis, Jerman, Italia, Uni Soviet, Negara Ottoman (Usmaniyah) sebelum Perang Dunia-II.
  • Negara-negara Adikuasa (Super Powers), yaitu Amerika dan Uni Soviet di era Perang Dingin.
  • Setelah itu, muncul “negara raksasa” atau “negara penyapu” (Hyper Power) dan itulah nama yang paling tepat menggambarkan posisi Amerika Serikat saat ini, yang menjadi kekautan hegemoni tunggal di bumi.

Persoalannya, negara hyper power tersebut – dalam hal ini Amerika Serikat – masih dalam proses awal pembentukannya, dan proses pembentukan itu masih terus berlangsung. Belum matang.

Tapi seperti biasanya dan selalu begitu, tiap imperium akan mengalami proses tahapan up-and-down (naik dan turun), bersinar lalu redup. Penyebabnya – seperti pernah diulas sejarahwan Amerika, Paul Kennedy – karena beban sebuah imperium – yang hyper power – akan terus bertambah sampai akhirnya tidak mampu lagi menanggung beban yang semakin berat itu. Dan teori Paul Kennedy terbukti benar terhadap semua imperium yang pernah muncul dalam sejarah. Dan faktanya, imperium Amerika saat ini, yang tadinya menyumbang sekitar 30 persen ekonomi dunia pada tahun 1960, kini setelah tigapuluh tahun, turun menjadi hanya 25 persen. Artinya keunggulan mutlak atau relatif imperium Amerika tidak lagi seperti dulu, tapi sudah mengalami kemunduran, mungkin karena kelelahan, atau karena ada pihak lain (negara lain) yang berusaha lebih keras dan ambisius. Namun saat ini, imperium Amerika berusaha mengganti keunggulan ekonomi menjadi keunggulan militer. Meskipun keunggulan ekonomi Amerika menurun, tapi keunggulan militernya masih menggungguli semuanya.

Dan ke depan, bahaya yang paling berbahaya terhadap dunia adalah ketika imperium hyper power Amerika tiba pada pada kondisi dimana ia merasa terpaksa untuk menarik dari percaturan menghadapi kekuatan (negara) lain, yang mencoba mengungguli Amerika, atau gabungan beberapa negara yang coba menantang Amerika. Jika itu terjadi, maka percaturan global akan sangat kasar dan sangat keras. Sebab selama ini, Hyper Power Amerika hanya belajar dan tahu cara serta rasanya menang, namun belum pernah belajar bagaimana rasanya kalah.

Dan kemungkinan yang mengerikan itu, jika pun terjadi, mungkin sekali akan terjadi sekitar 20 atau 30 tahun ke depan. Selama periode itu, dari sekarang sampai 20 atau 30 tahun ke depan, imperium Amerika akan tetap memainkan peran hegemoninya dengan segala kekuatan yang dimilikinya.

***

Dan akhirnya, saya tidak tahu, apakah deskripsi tentang Amerika melalui ulasan 12 kunci untuk memahami watak Amerika, yang disusul analisis melalui paparan buku Colossus, dapat dianggap cukup untuk memahami Amerika. Apapun itu, buku ini setidaknya bisa membuka wacana yang lebih menukik.

Sebab memahami Amerika, atau upaya memahaminya adalah kebutuhan sangat mendesak, agar bisa berinteraksi dengan Amerika, tanpa rasa takut yang muncul akibat kebodohan, dan pada saat yang sama, juga tanpa tergopoh-gopoh yang dipicu dorongan ilusi.

Sebab memusuhi Amerika – yang merupakan sikap paling gampang – saat ini akan menjadi kesalahan besar, yang bahayanya tak tertanggungkan. Sementara jatuh cinta kepada Amerika akan menjadi kesalahan yang lebih besar, yang kerugiannya juga tak tertanggungkan.

 Lagi pula, adalah tidak rasional, jika politik dan negara-negara di Timur Tengah yang tadinya berlomba-lomba memusuhi Amerika, tiba-tiba berubah sikap dengan berlomba-lomba loyal dan mengekor ke Amerika. Sebab hakikat dan tuntutan kehidupan jauh lebih kompleks dari itu.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun