Berdiri dan duduk di ruang terbuka tanpa tenda. Matahari bersinar dengan sederhana. Pori-pori tubuh memekar untuk menerima sentuhan ultraviolet matahari pagi. Persis seperti mataku membuka pandangan ke horison, cermat menyapu sosokmu, dari kepala ke kaki.
Pengembaraan khayalan dan batin bahkan bisa melihat pundakmu justru di saat kau dan aku berhadapan muka, dari jarak yang masih santun. Tapi batin itu belum lancang membaui aroma tubuh, atau helaan napas yang hangat, atau eratan dua lengan yang melingkar.
Pohon kenangan yang terjadi sekilas, menanamkan akarnya ke alam bawa sadar, terbawa bertahun-tahun, melekat seperti akar yang menyangga pohon beringin: kokoh, kuat dan menusuk jauh ke dalam tanah. Membuat batang dan ranting kenangan yang tak pernah tawar.
Kini, setelah tiap detail angan silam itu menjadi nyata: aroma tubuh, helaan napas hangat, dua lengan yang melingkar - seolah mendaur ulang  kenangan yang baru saja terjadi sedetik yang lalu. Biarlah selamanya tetap terawat dan tak pernah tawar.
Syarifuddin Abdullah | 07 Februari 2018 / 22 Jumadil-ula 1439H
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI