Mohon tunggu...
syarifuddin abdullah
syarifuddin abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Seni dan Perjalanan

Ya Allah, anugerahilah kami kesehatan dan niat ikhlas untuk membagi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jika Gunung Pun Banjir, Pasti Banyak yang Salah Urus

5 Februari 2018   23:13 Diperbarui: 6 Februari 2018   07:12 615
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: kondisi air di pos pemantau Jembatan Panus, Kota Depok, Senin, 05 Februari 2018 (foto.kompas.com, MAULANA MAHARDHIKA).

Sejak kecil kita diajari perihal hukum alam yang paling mendasar: air akan selalu mengalir ke dataran lebih rendah, terus mengalir sampai air hujan itu akhirnya menyatu dengan air laut di muara.

Bahwa di Bogor -- yang merupakan wilayah dataran tinggi atau pegunungan -- pun ikut-ikutan banjir, seperti yang terjadi di beberapa titik pada Senin 05 Februari 2018, berarti hukum alam paling mendasar itu tidak lagi berfungsi.

Dan biasanya telunjuk akan mengarah ke intervensi tangan manusia atau keserakahan manusia terhadap wilayah pegunungan itu.

Dari tahun ke tahun kita mendengar atau membaca ulasan para pakar geologi atau ahli tata ruang, dan kesimpulannya itu-itu saja, yang bisa dirangkum dalam beberapa catatan berikut:

Pertama, ada proses penggundulan hutan di wilayah pegunungan yang berlangsung tak terkendali, baik untuk lahan kebun atau untuk lahan properti, atau penebangan pohon yang tak memperhitungkan tingkat kemampuan alam pegunungan menanggung debit air hujan. Ini salah urus yang pertama.

Kedua, sebenarnya faktor pertama itu relatif bisa diatasi, jika jalur aliran sungai tetap dipertahankan sesuai fungsi awalnya. Artinya, banjir di pegunungan bukan semata karena faktor penggundulan. Tapi juga karena lebar atau tingkat kedalaman aliran (sungai atau kali) tidak lagi berfungsi sebagaimana mestinya. Ini salah urus yang kedua.

Ketiga, jangan salah juga, sebagian besar lokasi yang menjadi langganan banjir di wilayah Jakarta, misalnya, pada awalnya dan pada dasarnya, adalah dataran rendah, umumnya bagian dari bantaran sungai, yang mestinya sejak awal tidak dijadikan daerah pemukiman. Bahwa kemudian bagian dari bantaran sungai itu "disulap" menjadi daerah pemukiman, mungkin karena keterpaksaan atau keserakahan, ya pasti banjirlah. Ini salah kelola yang ketiga.

Keempat, ada analisa yang menyebutkan, banjir Jakarta adalah karena semakin berkurangnya daerah resapan air, akibat pembangunan kota modern yang merambah ke semua ruang. Mungkin analisa ini benar. Tapi saya belum pernah membaca kajian geologi, yang secara cermat menghitung dan membandingkan semua debit air yang turun ke wilayah DKI pada puncak musim hujan, lalu dibandingkan dengan daerah resapan air yang ada di wilayah DKI dan sekitarnya. Artinya, kalau diasumsikan semua gedung yang menutupi daerah resapan air itu ditiadakan, apakah banjir Jakarta akan hilang atau tetap akan terjadi. No body knows.

Kembali ke tema dasar artikel ini: jika Bogor pun (dataran tinggi) ikut-ikutan mengalami banjir, dan titik banjirnya dari tahun ke tahun semakin bertambah, berarti deretan salah kelola itu semakin banyak.

Dan berbeda dengan banjir tahun-tahun sebelumnya, ketika mengamati berbagai gambar dan video banjir sepanjang hari ini (Senin, 05 Februari 2018), saya melihat air butek yang mengalir kencan dan deras, tampak terburu-buru mencari aliran; menggerus semua yang dilewatinya; mendorong tanah lereng, yang kemudian memicu longsor di beberapa titik di Bogor dan sekitarnya. Dan saya membatin, air yang tak menemukan jalur normal untuk mengalir ke muara itu tampak seperti "marah besar".

Dan jika berbagai salah urus itu tidak segera dibenahi, maka di tahun-tahun ke depan, kita tidak perlu heran bila air yang tak menemukan jalur normal untuk mengalir sampai jauh ke muara itu, mungkin akan meningkat dari "marah besar" menjadi seperti "mengamuk".

Syarifuddin Abdullah | Senin, 05 Februari 2018 / 20 Jumadil-ula 1439H.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun