Ketika ditanya apa harapan yang paling ingin dicapai di tahun 2018? Jawaban saya singkat: bahagia. Sebab apapun profesi yang dilakoni, sesukses bagaimanapun di bidang karir, dan seluas apapun interaksi sosial, tujuan akhirnya adalah kebahagiaan.
Dan kebahagiaan itu bisa diperoleh bahkan melalui hal-hal yang sepele: hobi koleksi perangko atau meme yang lucu-lucu. Namun logikanya dapat ditingkatkan: bila hal-hal sepele saja bisa membahagiakan, tentu banyak hal tidak sepele yang lebih berpotensi membahagiakan.
Dan artikel ini tidak akan mengulang perdebatan klasik terkait defenisi bahagia dan kebahagiaan, yang tetap masih sangat debatable. Namun mari melihatnya melalui perspektif yang sederhana dan praktis.
Pertama, saya yakin, hampir semua orang sepakat bahwa ada tiga variabel utama untuk menggapai dan memaksimalkan kebahagiaan: sehat (jasmani-rohani), berkecukupan dan pergaulan. Bahasa kerennya: kesehatan, ekonomi dan interaksi sosial yang positif. Dan tiga variabel ini saling berkaitan secara simultan.
Kedua, jika tetap bisa berbagaia dengan berpenyakitan, kan mestinya lebih bisa berbahagia bila tanpa penyakit. Memang betul bahwa realitas kehidupan jaman now, sulit menghindari penyakit, akibat pola makan, makanan yang tidak sehat, polusi dan beban kehidupan yang semakin kompleks.
Tapi logikanya ditingkatkan: jika pun penyakitan, jangan yang berat-beratlah. Sebab jika tetap bisa berbahagia dengan mengidap penyakit berat (jantung, ginjal, stroke dan sejenisnya), kan mestinya lebih bisa berbahagia bila cuma demam biasa, batuk dan filek ringan. Solusi untuk berbagai kemungkinan sehat-sakit itu cuma satu: hidup dengan pola sehat, hindari berbagai faktor yang memicu penyakit.
Ketiga, jika benar tetap bisa berbahagia dengan kemiskinan, logikanya, kekayaan tentu lebih berpotensi untuk membahagiakan.
Dan kekayaan berlimpah tanpa bisa menikmatinya juga dapat menjadi sumber kesengsaraan. Sulit membayangkan seorang yang kaya dapat menikmati kebahagiaan bila di sisa hidupnya harus meringkuk di penjara akibat terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi, akibat korupsi.
Ada ungkapan klasik: waktu muda, bisa makan apa saja, tapi nggak punya duit untuk membelinya. Begitu sudah kaya dan mampu beli makanan apa saja, giliran dokter yang minta mengindari pantangan makanan ini itu.
Jika tetap bisa berbahagia dengan berutang, kan mestinya bisa lebih berbahagia jika tidak berutang. Tapi realitas modern jaman now memang tidak mungkin lagi hidup tanpa berutang. Oke, tapi logikanya ditingkatkan: bila tetap bisa berbahagia dengan banyak utang, kan mestinya akan lebih berbahagia bila utang sedikit. Dan untuk dua kemungkinan itu, solusinya satu: jangan atau hindari berutang.
Keempat, dalam pergaulan, bila mampu berbahagia meski dimusuhi oleh banyak orang, kan mestinya lebih bisa berbahagia bila hidup tanpa musuh. Memang sih, mustahil hidup tanpa musuh. Tapi kalau bisa berbahagia dengan 10 musuh, kan mestinya lebih bisa berbahagia jika cuma menghadapi satu-dua-tiga musuh saja. Solusinya: hindari perilaku yang memicu permusuhan, dan selalu melebarkan spektrum persahabatan.