Mohon tunggu...
syarifuddin abdullah
syarifuddin abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Seni dan Perjalanan

Ya Allah, anugerahilah kami kesehatan dan niat ikhlas untuk membagi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Nikmatnya Menjadi Murid

5 September 2017   06:35 Diperbarui: 5 September 2017   07:30 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam proses pembelajaran, belajar ataupun mengajar, tak ada yang lebih nikmat dibanding duduk bersila atau di kursi sebagai murid/siswa, yang belajar dan mendengarkan guru yang menginspirasi.

Saya cukup sering berada di posisi guru yang mengajar di depan kelas, di depan jamaah pengajian ataupun melalui obrolan terbatas dan diskusi serius. Tapi percaya atau tidak, menjadi murid itu lebih nikmat dan lebih eksotis. Kalau disuruh pilih, enakan menjadi murid daripada guru.

Terkait itu, dalam setiap pembelajaran, saya selalu teringat hadis Nabi yang intinya mengatakan: bahwa Allah melalui para malaikat akan menaungi dengan Rahmat Allah kelompok orang yang sedang duduk melingkar (halaqah) menuntut ilmu. Dan segera setelah pengajian selesai, malaikat akan langsung menghadap Allah untuk "melaporkan" halaqah ilmu yang dihadiri si Fulan dan Fulanah atau Allan dan Allanah.

Memang, di era internet saat ini, semua ilmu bisa dicari dan didapatkan melalui berbagai situs internet. Tapi kenikmatan menghadiri halaqah takkan pernah tergantikan. Sebab halaqah menawarkan momentum silaturahim dengan sesama murid, dengan guru, persentuhan langsung melalui tatap muka atau jabatan tangan dan saling mengucapkan salam antar sesama hadirin, yang tak bisa terpenuhi melalui browsing di internet.

Sesekali saya merujuk ulang pengalaman belajar di pondok, di bangku kuliah, di tempat kursus atau Diklat dan menghadiri halaqah pengajian secara sukarela, dan saya berkesimpulan bahwa guru yang baik adalah guru yang menginspirasi, yang bukan sekedar mengajar. Santri-santri atau siswa akan selalu terkenang oleh guru yang menginspirasi. Karena ilmu bukan hanya sekedar faktor keseriusan menuntut, namun juga keberkahan.

Dan harus disampaikan juga, bahwa tidak mudah memang menjadi guru atau pengajar yang menginspirasi, yang mampu memicu gairah para murid untuk mendalami disiplin ilmu tertentu.

Saya teringat ketika belajar ilmu mantiq (logika) di bangku kuliah. Karena gurunya begitu menginspirasi, akhirnya saya terdorong untuk menguasai ilmu mantiq dan akhirnya memutuskan untuk mempelajari mantiq sampai tuntas. Mencari dan membaca referensi yang klasik dan modern. Dan hasilnya luar biasa. Dalam tempo sekitar enam bulanan, saya mampu menjelaskan dengan bahasa yang sederhana tentang berbagai sub kajian ilmu mantiq (catatan: tapi kalau sekarang saya tiba-tiba ditanya lagi tentang mantiq, sudah banyak yang lupa. Hehehehe).

Belajar sebagai murid atau siswa di kelas atau di halaqah, menimba langsung ilmu dari guru yang menginspirasi adalah pengalaman yang amat eksotis bagi orang yang bisa dan mau menikmatinya. Makanya saya sering merasa aneh melihat orang yang tampaknya gengsi menjadi murid. Belum tahu dia bagaimana nikmatnya menjadi murid.

Syarifuddin Abdullah | 05 September 2017 / 14 Dzul-hijjah 1438H.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun