Sabtu, 2 September 2017, saya menghadiri acara reunian SD Inpres di kawasan Merapi, di wilayah Sleman. Saya mengamati sejumlah kegiatan warga di sekitar Merapi, yang bisa dirangkum dalam satu kalimat: geliat Merapi.
Pertama, kesedihan akibat erupsi terakhir tahun 2010, di raut wajah sebagian besar warga sekitar Merapi, tak lagi tersisa. Sangat sedih memang pada saatnya, tapi kehidupan harus terus berlanjut.
Bahkan sore itu, ketika berkunjung ke bekas rumah Mbah Marijan, istri almarhum Mbah Marijan dengan senyum seorang nenek, yang tampak pasrah dan bersahaja, sibuk meladeni pengunjung lokasi bekas "Petilasan Mbah Marijan", baik untuk sekadar menjabat dan mencium tangannya, yang telah keriput atau bertanya tentang sesuatu. Istri Mbah Marijan tampak bahagia.
Ketiga, sekitar pukul 15.00 WIB, saya tiba di Pos Kaliadem, yang menurut pemandu, merupakan pos paling tinggi untuk pengunjung umum, berjarak sekitar 2,5 Km dari pucuk Merapi, yang sore itu tertutupi awan mendung.
Di Pos Kaliadem inilah terletak Bunker Kaliadem, yang dibangun pada 2001, yang kemudian difungsikan pada erupsi 2006, namum tak lagi digunakan pada Erupsi 2010, mungkin karena dinilai tidak efektif sebagai lokasi perlindungan sementara ketika Merapi meletus.
Keempat, Merapi tak pernah berhenti menciptakan dan memunculkan misteri. Ketika erupsi 2010, ribuan bongkahan batu yang dimuntahkan dan terlontar jauh dari pucuk merapi, membumihanguskan semua yang disentuhnya.
Di pos pendakian kedua terdapat sebuah batu berdiameter kira-kira 20 meter. Bisa dibayangkan kekuatan yang melontarkannya dari perut bumi (entah pada kedalaman berapa), terdorong naik ke mulut/puncak letupan, dan terlontar sejauh sekitar 5 Km. Dahsyat.
Batu berdiameter 20 meter itu, separuhnya tertanam ke dalam tanah, dan menurut cerita para warga, persis di bawah batu itu, tertimbun beberapa rumah warga dan penghuninya. Batu itu menjadi unik karena bagian yang terlihat di permukaan tanah, salah satu sisinya terlihat menyerupai kepala manusia (mata, hidung, mulut dan pipi: lihat foto ilustrasi). Karena bentuknya gak sempurna, warga menyebutnya dan memperkenalkannya kepada pengunjung dengan nama "Batu Alien".
Dan biasa, warga Yogya yang meyakini kuat sentuhan Kejawen, selalu punya tafsiran khusus untuk benda-benda yang aneh. Nah, menurut pemandu, bagian Batu Alien yang menyerupai wajah manusia itu, persis menghadap ke Keraton Yogya (saya tidak tahu apakah benar wajah batu itu menghadap ke Keraton). Cuma tidak/belum ada tafsiran lanjutannya kenapa menghadap ke Yogya. Tapi seorang warga mengatakan, boleh jadi, Batu Alien itu semacam peringatan dini atau restu dini tentang kemungkinan Keraton Yogya akan dipimpin oleh seorang Putri yang nantinya akan disebut "Kanjeng Ratu Keraton Yogya".
Kelima, dari sekian geliat Merapi, salah satu yang paling menonjol adalah tersedianya jasa angkutan Jeep untuk mendaki Merapi.