Sekitar satu jam setelah melepas tahun 2016, dan massih di jam-jam awal Tahun Baru 01 Januari 2017, sekitar jam 01.15 dinihari local time Istanbul, seseorang yang mengenakan busana Santa Clause mendatangi kelab malam Reina, yang terlektak di tepi dan menghadap langsung ke Selat Bosporus, di daratan Istanbul bagian Eropa, Turki.
Pelaku datang ke TKP dengan mengendarai taksi umum. Senjatanya yang berjenis Klashnikov konon dibungkus seperti kado, untuk menghindari kecurigaan. Di depan gerbang Night Club, pelaku sempat menembak mati seorang polisi penjaga bernama Barraq Yaldiz, yang baru berusia 21 tahun. Sesaat kemudian dia memasuki ruangan, dan mulai menembak secara membabi buta di ruangan yang dipadati sekitar 700 pengunjung. Pelaku berhasil meloloskan diri. Dan tiidak seperti kasus-kasus teror lainnya, pelaku tampaknya sengaja meninggalkan senjata yang digunakan
Kita kemudian tahu, aksi itu menelan korban 39 tewas dan 69 luka-luka. Dan yang menarik, sebagian besar dari 39 korban tewas adalah warga asing. Lebih menarik lagi, dari 39 yang tewas, 22 di antaranya adalah warga beberapa negara Arab. Selanjutnya, jauh lebih menarik lagi, dari 22 warga Arab itu, 7 di antaranya adalah warga Saudi Arabia, bahkan salah satunya adalah wanita.
Beberapa catatan:
Pertama, pemilihan Night Club Reina sebagai sasaran aksi menunjukkan pelakunya cukup profesional, dalam arti serangan itu dilakukan berdasarkan penjajakan yang cukup selektif. Kelab ini menjadi salah satu tujuan pesta pavorit bagi warga asing, terutama dari negara-negara Arab. Pemilihan night club sebagai sasaran aksi, juga mengingatkan kita pada Bom Bali 2002, yang juga menyasar kelab malam, yang menjadi pavorit warga asing di Bali.
Kedua, dari segi modus, yakni pelaku menembaki korban di ruangan yang padat pengunjung dan masih sedang di puncak pesta Tahun Baru 2017, mengingatkan kita pada Teror Paris, 13 Nopember 2015. Bedanya, serangan Istanbul hanya di satu titik. Sementara Teror Paris terjadi di beberapa titik secara simultan, dengan total jumlah korban: 132 orang tewas dan cedara 349 orang.
Ketiga, berdasarkan laporan beberapa media, sebagian besar pengunjung Night Club Reina adalah warga Arab. Tidak aneh, dari 39 korban tewas, 22 di antaranya adalah warga negara Arab, dan yang paling banyak berasal dari Saudi Arabia, jumlah korban tewas 7 orang. Dan yang unik, 1 dari 7 warga Saudi Arabia yang tewas adalah wanita. Istanbul memang menjadi salah satu tujuan utama wisata oleh orang-orang Arab di kawasan regional Timur Tengah.
Keempat, penjagaan di TKP tampak sangat longgar. Ini juga aneh. Sebab Turki masih menerapkan Keadaan Darurat, yang berlakukan paska Kudeta gagal pada 15 Juli 2016. Konon cuma satu petugas keamanan berpakaian resmi, yang ditembak mati di TKP, dan masih berusia muda 21 tahun. Satunya lagi aparat berpakaian sipil.
Kelima, dari segi jumlah pelaku, berita awal menyebutkan pelaku tunggal. Namun seorang saksi di TKP menyebutkan dua orang pelaku. Dengan jumlah korban 39 tewas dan 69 cedera, kalau pelakunya hanya satu orang, berarti dia membawa satu atau dua magazine cadangan. Dan tampaknya semua pelurumua habis ditembakkan.
Keenam, yang juga layak dicermati, pelaku datang ke TKP dengan naik taksi umum, dan mengenakan pakaian Santa Clause. Sebuah cover job yang sangat meyakinkan, makanya nyaris luput dari pengawasan. PM Turki Binali Yildirim sempat membantah berita media massa yang menyebutkan bahwa pelaku mengenakan baju Santa Clause. Tetapi bantahan PM Turki tersebut teranulir oleh rekaman video memperlihatkan soerang pelaku yang mengenakan baju Santa Clause sambil menggenggam senjata jenis Klashnikov.
Ketujuh, berita awal menyebutkan, pelaku berhasil meloloskan diri setelah beraksi, dan sempat mengganti atau melepas pakaian Santa Clause-nya di kamar mandi, sebelum melenggang meninggalkan TKP. Tetapi ada kemungkinan pelaku langsung berbaur dengan pengunjung lain. Asumsi ini dikuatkan oleh fakta bahwa senjata yang digunakan menembaki pengunjung tertinggal atau sengaja ditinggal di TKP.
Kedelapan, serangan teror dengan menggunakan senjata laras panjang otomatis, dengan sasaran tempat hiburan yang dipadati pengunjung, tidak terlalu memerlukan keahlian tinggi. Pelakunya cukup dengan melakukan latihan menggunakan senjata, ada keinginan untuk melakukannya, dan jumlah korbannya tidak jauh berbeda dengan aksi teror bom.
Kesembilan, karena itu, aksi teror di Night Club Reina, Istanbmul Turki, sangat layak dijadikan acuan untuk meningkatkan kewaspadaan oleh semua pengelola tempat-tempat hiburan di kota-kota yang menjadi tujuan wisata di Indonesia.
Syarifuddin Abdullah | Senin, 02 Januari 2017 / 04 Rabiul Tsani 1438H
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H