Kesan pertama saya, mungkin banyak warga dunia yang baru pertama kali mendengar kata Monas, dan kemudian berniat untuk mengunjunginya bila kapan waktu ke Jakarta, justru setelah pelaksanaan ABI-III 212. “I’ll see Monas Square whenever I visit Jakarta”, komentar bule asal Berlin itu. “I would like to see it”.
Warga Jerman itu bertanya lanjut, “Kata Monas itu apa artinya”, dan teman tadi kembali menjelaskan seadanya, Monas adalah singkatan Monumen Nasional.
Warga Jerman itu ternyata merasa agak aneh, kenapa Monas yang notabene punya latar sejarah yang unik, justru popluler dengan nama singkatan yang terdiri dari dua kata, dan diapun mengungkapkan pandangannya tentang Monas: “Sayang sekali. Setahu saya, semua alun-alun terkenal di dunia umumnya diberi nama dengan satu kata. Jika ada alun-alun yang namanya terdiri dari dua suku kata atau lebih, itu biasanya merujuk ke nama seorang pahlawan atau penguasa atau tokoh suci”.
Tapi jangan juga para pendukung ABI-III lantas berapi-api mengusulkan penggantian nama “Monas Square” menjadi “ABI Square”. Meskipun sebagian situs media-media mainstream global dalam berbagai bahasa di dunia memuat berita tentang Monas pada saat dan beberapa hari setelah ABI-III 212.
Sebab untuk menciptakan alun-alun yang memenuhi syarat sebagai ikon sebuah kota yang berkelas dunia, banyak variabel yang harus terpenuhi: sejarahnya, keindahannya, suasananya, patung-patungnya, taman-tamannya, desain akses pengunjungnya, lokasi belanja souverninya, sarana MCK-nya, pertunjukan-pertunjukannya. Dan yang paling utama adalah kenyamanan dan keamanan pengunjung ketika berada di alun-alun tersebut.
Syarifuddin Abdullah | 09 Desember 2016 / 10 Rabiul Awal 1438H
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H