[caption caption="sumber: http://rumahminimal.com/wp-content/uploads/2015/06/Desain-rumah-panggung-minimalis-Rumahkayumurah.jpg"]
[/caption]
Syarifuddin Abdullah | Selasa, 05 Januari 2016
Kalau sempat dan berkenan, cobalah sesekali mencermati tradisi pembangunan rumah panggung di wilayah Sulawesi pada umumnya terutama di Sulsel, Sulbar dan Minahasa, dan Anda akan mendapatkan penjelasan yang hampir semuanya rasional terkait kearifan lokal, atau – if you will – filosofi yang melatarbelakangi setiap bagian dari rumah panggung.
Rumah panggung yang sempurna dan tanggung
Rumah panggung sempurna adalah rumah panggung yang bagian bawahnya (kolong rumah) setinggi sekitar 2,5 meter. Hampir semua rumah adat, misalnya Balla Lompoa di Sungguminasa Gowa adalah rumah panggung sempurna, yang bagian bawahnya bisa difungsikan untuk berbagai tujuan: beternak, bale-bale untuk istirahat, tempat menyimpan hasil pertanian, parkir kendaraan dan lain-lain.
Namun di beberapa wilayah, kita bisa menemukan rumah panggung yang tanggung, yang bagian bawahnya (kolong rumah) hanya setinggi sekitar satu meter (bahkan kurang), yang banyak ditemukan di wilayah Mamuju, Sulbar. Alasannya, konon karena dulu, Mamuju merupakan wilayah yang rawan gempa dan angin kencang, makanya warga membangun rumah panggungnya dengan ketinggian yang tanggung.
[caption caption="File pribadi"]
Atap (Bubungan) berbentuk kerucut
Bubungan (atap) yang berbentuk kerucut pada rumah panggung, konon merupakan cara menyiasati sinar matahari, pada jam-jam panas di siang hari (11.00 s/d 14.00).
Dengan bentuk kerucut, sengatan matahari tidak menabrak permukaan atap secara langsung, karena sengatan itu akan tergelincir mengikuti kemiringan atap yang berbentuk kerucut itu.