Seorang filsuf dari Yunani kuno yang bernama Aristoteles mengatakan bahwa "setiap orang yang merasakan sentuhan cinta, maka ia akan jadi penyair".Â
Hal ini ada benarnya, pasalnya setiap orang yang menjalin hubungan percintaan sering menggunakan kata-kata yang puitis kepada lawan jenisnya.Â
Dalam hal yang paling sederhana dapat dilihat ketika sepasang kekasih sedang cekcok. Upaya-upaya persuasif yang di lakukan oleh salah satu pihak sering kita temukan menggunakan kata-kata yang puitis.Â
Oleh karena itu mereka yang merasakan sentuhan cinta, memiliki potensi untuk menjadi penyair. Jika tidak dalam khalayak yang lebih luas, maka ia akan menjadi penyair dalam ruang private saja. Seperti kepada pasangan nya.
Puisi yang berjudul "Perasaan yang Berkumandang" ini pun beranjak dari sentuhan cinta. Yang mana impact dari intensitas interaksi pada akhirnya menumbuhkan sebuah rasa.Â
Seperti orang-orang mengatakan nya bahwa cinta bisa datang karena terbiasa bersama. Akan tetapi perasaan ini masih sepihak saja dan belum tau bagaimana perasaan dari dirinya. Sehingga di akhir bait puisi ini dikatakan "panggil lah aku jika rasamu adalah genap yang sepasang, jika tidak bantu aku untuk hengkang".Â
Sesuai dengan maksud tersebut, maka puisi ini pun tercipta. Berikut adalah napak tilas dari rasa yang membekas, Melalui semesta puisi kita hatur kan :Â
"Sejak gurauan kian tercanang.
Rentetan kisah pun turut membentang.
Melambung kan rasa pada langit berbintang.
Hingga tautan nya mengundang ria dengan tawa yang gemilang.
Dalam keadaan tanpa cahaya kau tetap menghadirkan cerlang.
Hingga radius di sekitar ku terus bersahaja dengan benderang.
Bagaimana hati tidak akan berdendang.
Jika lautan mu telah menghadiahkan tenang di dalam gelanggang.
Memicu rasa untuk terus bergelombang.
Sembari menghasut jantung untuk semakin berdentang.
Mendepak kesunyian yang bergelimang.
Seraya menyambut dunia baru untuk menjalang.