Puisi kali ini berjudul "Rindu yang Terkapar". Diksi terkapar disini dimaksudkan sebagai kata ganti terhadap sebuah pertemuan yang belum bisa diwujudkan. Sehingga kerinduan pun semakin merengek-rengek menginginkan temu. Berikut adalah lukisan rindu yang tergambar di semesta puisi :Â
"Di malam yang gelap tanpa kabar.
Sulih suara mu kian nyaring terdengar.
Menyelinap di pikiran lalu men-sugesti indera pendengar.
Hingga memaksa jantung untuk me-masif kan debar.
Tak seperti senin kemarin yang dipenuhi mata nan berbinar.
Kegelapan datang menyelinap ke dalam sandar.
Memberi kekeringan pada sapa yang berbanjar.
Hingga membakar tautan hati yang sedang tertatih menanti kabar.
Rindu pun semakin buyar kehilangan cagar.
Tersesat di semak belukar yang menggelayar.
Mencari rumah nan pernah ia jadikan fajar.
Agar segala tikaman rindu dapat segera terbayar.
Dan kini, pantas kah senyawa rasa kau kurung di lautan hambar.
Hingga membuat sanubari kian terkapar dan terdampar di dalam jangkar.
Jika habitat rindu masih ada di dalam ikrar.
Maka biarkan lah ia pulang dengan seulas senyum yang berkibar."
Febri Trifanda
Palembang, 20 oktober 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H