Dua hari lagi tanggal 16 Juni 2017 akan terjadi peristiwa astronomi yang unik, yakni matahari tepat melintas di atas kota Mekkah jam 09:27 UT atau jam 16:27 WIB. Pada saat tersebut kita dapat menentukan arah kiblat dengan tepat dan mudah.
Mengetahui arah kiblat secara visual dimungkinkan apabila di kota Mekkah dibangun menara yang sangat tinggi. Sekarang ini di kota Mekkah, dekat dengan lokasi Ka'bah telah dibangun menara jam (Abraj Al-Bait) setinggi 600 meter! Menara jam di kota Mekkah merupakan salah satu gedung tertinggi di dunia. Penduduk sekitar kota Mekkah dapat menentukan arah kiblat dengan memandang ke arah menara jam.
Di tempat  yang jauh dari Mekkah, misalnya di  Indonesia tidaklah mungkin melihat menara jam tersebut, sekalipun gedung tersebut tinggi sekali. Untunglah dua kali dalam setahun,  yakni tanggal 28 Mei jam 16:18 WIB dan 16 Juni 16:27 WIB matahari tepat berada di atas kota Mekkah. Penduduk Mekkah akan merasakan matahari tepat di atas kepala mereka dan pada saat itu bayangan dirinya akan hilang. Peristiwa ini disebut Istiwa A'zam. Istiwa artinya tengah hari (noon), sedang A'zam artinya utama.
Ketika matahari ada di atas Mekkah (Istiwa A'zam), arah matahari yang tampak di seluruh dunia adalah arah kiblat. Dengan demikian kita dapat dengan mudah mencari arah kiblat asal dapat melihat matahari. Di Indonesia kita dapat menentukan arah kiblat saat Istiwa A'zam di Sumatra, Jawa dan Kalimantan. Sedang di Sulawesi, Papua dan Maluku kita tidak dapat menentukan arah kiblat dengan cara ini sebab pada saat tersebut matahahari sudah terbenam.
Di belahan dunia yang tidak bisa melihat matahari saat peristiwa Istiwa A'zam di Mekkah, seperti Papua atau benua Amerika, Arah kiblat dapat ditentukan dengan melihat arah matahari  ketika terjadi peristiwa Istiwa A'zam di antipoda Mekkah. 13 Januari 21:29 UT atau 14 Januari 06:29 WIT (waktu Indonesia timur) dan 28 November 21:09 UT atau 29 November 06:09 WIT.
Bumi Bulat Versus Bumi Datar
Kira-kira 200 tahun sebelum nabi Isa  lahir di dunia (200 BC), atau sekitar 2200 tahun yang lalu, Erathosthenes orang Yunani membuktikan bahwa bumi bulat. Pada musim panas di kota Syene terjadi Istiwa A'zam. Tapi anehnya kota Alexandria yang terletak di sebelah utara kota Syene, Istiwa A'zam tidak terjadi. Di kota Alexandria sinar matahari jatuhnya miring sehingga membentuk bayangan pada tongkat yang diletakkan tegak lurus. Erathosthenes menjelaskan hal itu terjadi karena bumi bulat!!! Seandainya bumi datar, tentu di Alexandria terjadi juga peristiwa Istiwa A'zam, sebab datangnya sinar matahari sejajar. Dalam hal ini Erasthotenes menganggap matahari adalah objek yang sangat jauh, sehingga datangnya sinar matahari sejajar.
Mari kita ikuti penjelasan Erasthotenes dengan mengganti kota Syene dengan Mekah dan kota Alexandria dengan Banda Aceh melalui gambar berikut:
Akhirnya fenomena Istiwa A'zam akan menjadi akan menjadi ajang debat kusir tiada akhir antara kaum bumi bulat dan kaum bumi datar. Satu pihak mengatakan matahari objek dekat, pihak lain mengatakan matahari objek sangat jauh. Demi untuk mencari kebebaran harus ada hakim yang memutuskan mana yang benar diantara keduanya...........
Hari Penghakiman Tiba
Setelah kehancuran kekaisaran Romawi, warisan ilmu dari Yunani dipelihara dan disempurnakan di masa kejayaan Islam. Aljabar dan  trigonometri (ilmu ukur segitiga) adalah warisan budaya Islam pada dunia. Ilmuwan-ilmuwan Islam menyadari bahwa bumi berbentuk bulat. Gegara bentuk bumi bulat, menentukan arah kiblat di tempat yang jauh dari Mekah menjadi sangat sulit. Dengan motivasi ingin menentukan arah kiblat dengan benar dan dengan usaha yang gigih, akhirnya pada abad ke-10 ilmuwan-ilmuwan Islam menemukan ilmu ukur segitiga bola (spherical trigonometri). Dengan ditemukannya spherical trigonometri, para ilmuwan Islam seribu tahun yang lalu telah mampu menghitung arah kiblat.