London, 27 Mei 2011 -Diskusi ‘Recent Economic Development in Indonesia’ yang diselenggarakan oleh PPI UK (Perhimpunan Pelajar Indonesia) di UK menghadirkan ekonom kebanggaan Indonesia, Faisal H. Basri dan dimoderatori oleh Intan S. Ichsan, kandidat PhD. Political Economy di University of Exeter. [caption id="attachment_113558" align="aligncenter" width="640" caption="Faisal Basri memaparkan data ekonomi terkini, photo courtesy of Trigo Neo Star"][/caption]
Setelah menghadiriInternational Preferred Firms Competition Conference di London pada tanggal 26-27 Mei 2011,Faisal menyempatkan diri untuk bercengkrama dengan mahasiswa dan berbagai pelaku bisnis kunci di London yang salah satunya adalah Rizal Bambang, managing director JP Morgan.
“Sebenernya saya mau nonton piala Champion besok, hehehe..,” candanya membuka diskusi ekonomi yang dihadiri pula oleh Sandiaga Uno dan Kabid Fungsi Ekonomi KBRI, Tumpal M. H. Hutagalung.
Faisal menepis mitos yang mengatakan bahwa penurunan hutang luar negeri adalah salah satu indikator keberhasilan.Ia menerangkan bahwa hutang Negara maju seperti di Eropa malah hampir 100% dari PDB (Penghasilan Domestik Bruto), sedangkan Indonesia ‘baru’ 26% dari PDB. “Justru saat young population kita sedangmeningkat seperti ini, hutang harus lebih banyak agar dapat meningkatkan infrastruktur untuk mendukung produktivitas.” Ia mengeluhkan bahwa bepergian kemanapun sekarang di Jakarta membutuhkan waktu 3-5 jam karena macet. “Sampai kantor, orang sudah stress di jalan. Dan produktivitas pun turun.”
Dengan bahasa yang ceplas-ceplos dan jenaka, penulis 73 buku ekonomi ini memaparkan berbagai persoalan ekonomi terkini di Indonesia. Ia mengatakan bahwa potensi Indonesia luar biasa jika dapat mengaktualisasikan kekuatan ekonominya. “Indonesia dikuasai asing? Salah! Aset BUMN itu 2.224 Triliun, jauh lebih besar dari PDB. Tapi labanya hanya 88 Triliun dari total 130an BUMN yang ada. Kalah dengan Malaysia yang asetnyahanya 1.000 Triliun, tapi labanya 148 Triliun satu BUMN saja”.Selain itu, Faisal juga menambahkan bahwa Indonesia memiliki area perkebunan terbesar di seluruh dunia dan industri biofarmanya menguasai 40% pasar dunia.
“Ekonomi kalau mau sehat ya harusnya seperti tubuh. Sayang, jantung perekonomian kita lemah.” Faisal menyayangkan pula keputusan pemerintah yang mangkir memperkuat sistem jaminan sosial di Indonesia dengan dalih ada resiko fiskal yang tinggi. Padahal, dari jamkes dan jaminan pensiun saja, jika dikelola dengan baik, maka dalam 10 tahun pemerintah bisa mendapatkan ‘suntikan fiskal’ yang lebih besar dari APBN.
Faisal juga mengkritik pemerintah atas keputusan membangun jembatan antara pulau Sumatera dan Jawa. Hal ini menyebabkan transportasi komoditi berat di sektor darat yang menurutnya tidak bisa diandalkan. Mengutip pesan Bung Karno di tahun 1963, ia menganjurkan sebaiknya justru transportasi lautlah yang harusnya digalakkan. “Indonesia terintegrasi dengan luar, tapi antarpulau tidak terintegrasi satu sama lain. Lebih murah mengirim jeruk Mandarin dari Cina dibanding dari pulau lain,” ratapnya.
Acara dilanjutkan dengan tanya-jawab yang berlangsung kurang lebih satu jam. Wakil ketua PPI UK bagian eksternal, Rendhika Harsono, menggunakan kesempatan ini untuk bertanya kepada Sandiaga Uno atas tanggapannya dampak kejasama Asean China (ACFTA) mengenai UKM di Indonesia. Ia menjawab, “ Lagi ada isu kemajuan Indonesia disetarakan dengan Cina dan India. Namun, apa ada global brand yang dikenal dari Indonesia? Belum ada!”
Sandiaga Uno pun menantang para mahasiswa yang hadir malam hari itu untuk bersama menciptakanmerk dagang dari Indonesia yang bisa dikenal di seluruh dunia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H