Mohon tunggu...
Sabastian Liu
Sabastian Liu Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Pelajar di tingkat Sekolah Menengah ke-Atas

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kolese Kanisius: Tradisi menuju Era Digital, Menatap Masa Depan dengan Pendidikan Karakter

16 September 2024   10:30 Diperbarui: 16 September 2024   10:37 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kolese Kanisius, didirikan pada tahun 1927 oleh Serikat Yesus, merupakan salah satu lembaga pendidikan yang dihormati di Indonesia dengan sejarah panjang yang erat kaitannya dengan pendidikan dan perkembangan moral. Sekolah ini tidak hanya dikenal karena menjadi benteng pendidikan yang telah melalui sejarah-sejarah kelam, namun juga dengan standar akademisnya yang tinggi serta komitmennya terhadap pendidikan karakter siswa. 

Selama bertahun-tahun, kurikulum telah berubah, fasilitas diperbarui, dan komunitas dibentuk, namun prinsip utama yang selalu tertanam dalam diri para siswa adalah menjadi "men for others" atau manusia yang hidup untuk orang lain. Tradisi tersebut sejalan dengan ajaran para Yesuit yang memiliki gagasan bahwa pendidikan harus melampaui pencapaian akademik.

Pendidikan karakter di Kolese Kanisius dibantu dengan nilai-nilai khasnya yakni 4C + 1L, yaitu Compassion, Competence, Conscience, Commitment, dan Leadership. Nilai-nilai tersebut selalu menjadi fondasi yang terus ditanamkan melalui metode spiritual dan fisik setiap hari. Nilai-nilai ini membentuk landasan kuat dalam pembinaan siswa, yang kemudian dengan kreativitas dan keproaktifan para murid diwujudkan melalui berbagai komunitas dan acara. Komunitas tersebut berperan dalam menjaga nama baik sekolah dan berkontribusi langsung kepada masyarakat yang membutuhkan, menunjukkan penerapan nyata dari ajaran karakter yang diajarkan.

Memasuki era globalisasi, Kolese Kanisius dihadapkan pada tantangan besar yang datang dari dunia digital, terutama dengan maraknya penggunaan telepon genggam di dalam kelas. Teknologi dan digitalisasi telah membawa perubahan signifikan dalam cara siswa belajar dan berinteraksi. 

Akses informasi menjadi jauh lebih cepat dan mudah, sehingga memungkinkan siswa untuk belajar secara lebih mandiri dan terhubung dengan dunia luar dalam hitungan detik. Namun, di balik manfaatnya, digitalisasi juga menimbulkan tantangan dengan penggunaan telepon genggam yang tidak terkontrol sehingga dapat mengurangi fokus siswa dan mengganggu konsentrasi dalam belajar.

Selama dua tahun terakhir, kesadaran diri dalam menjalani rutinitas kelas menjadi kunci utama dalam menentukan penilaian akhir. Tantangan dari digitalisasi sangat terasa, terutama pada tahun pertama pasca-pandemi, di mana adaptasi terhadap ritme pembelajaran tatap muka membutuhkan penyesuaian besar.

 Godaan untuk bersantai dan menunda pekerjaan semakin terasa saat memasuki tahun kedua, terutama ketika persiapan menuju jenjang pendidikan tinggi mulai mendesak. Keputusan-keputusan yang diambil sehari-hari menjadi semakin penting, dan ketidaksiapan menghadapi tantangan ini dapat merayapi pikiran, menimbulkan kekhawatiran akan penurunan performa dan hasil.

Bantuan dari pendidikan karakter para guru bimbingan konseling mendukung proses perkembangan kerangka berpikir kedepannya bagi diri sendiri. Refleksi harian merupakan salah satu metode pendidikan karakter yang diterapkan yang bagi banyak orang seringkali diremehkan dengan menganggapnya hanya menghabiskan waktu saja. Namun, bagi seorang diri yang telah mengamati dari dekat proses pengembangan sendiri, refleksi dapat menjadi acuan harian untuk melihat aspek yang masih dapat diperbaiki dikit demi sedikit. 

Manajemen kesiswaan pula selalu membuka kesempatan yang bagi murid-murid yang sungguh berambisi dengan memberi sertifikat-sertifikat serta poin-poin non-akademis agar mendapat berbagai tingkat apresiasi. Hal tersebut di kemudian hari akan sangat membantu para siswa untuk mencapai jenjang pendidikan masa depannya dengan lebih mudah sehingga menjadi suatu sistem non-akademik yang sangat dimanfaatkan oleh para siswa. 

Lalu dengan era globalisasi ini memunculkan sikap-sikap pada kaum muda generasi kini yang mengejutkan karena sudah banyak terpapar oleh media. Selain itu berbagai istilah-istilah asing yang dihasilkan oleh media luar mulai menular kesana sini hingga bahasa kesatuan pun sudah mulai ditinggalkan dan kini mulai menggunakan bahasa asing dan terkadang bila diajak berbincang dengan bahasa Indonesia akan terkecoh dan bingung. Media sosial juga telah secara tidak langsung menanamkan perilaku dan kebiasaan yang tidak seharusnya kepada generasi yang belum mengenal benar atau salah hingga dapat memperburuk kondisi sosial kedepannya.

Oleh karena itu, dengan era kemajuan global, para guru harus diajarkan untuk lebih aktif dalam menyampaikan pelajaran yang mendorong siswa untuk menganalisiskan dan mengaitkan isu-isu perubahannya global dengan nilai--nilai karakter yang telah diajarkan dan diterapkan. Terutama dengan nilai-nilai tradisional di dunia yang terus berubah seperti gender dan moralitas, sehingga kedepannya Kanisius harus menghadapi perubahan moralitas masyarakat dengan dapat menjaga keseimbangan sebagai institusi yang berprestasi dan tetap mempertahankan nilai-nilai etika dan moral. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun