Mohon tunggu...
Sabastian Liu
Sabastian Liu Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Pelajar di tingkat Sekolah Menengah ke-Atas

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menjaga Integritas Akademik: Tantangan di Balik Gelar Profesor

17 Agustus 2024   21:20 Diperbarui: 17 Agustus 2024   21:20 8
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kasus pencabutan gelar akademik profesor yang melibatkan puluhan dosen membawa pertanyaan dan kekhawatiran pengawasan etika akademik. Peristiwa ini menggugat integritas dan reputasi institut-institut pendidikan tinggi. 

Dosen dan profesor, yang telah mengabdikan puluhan tahun dalam dunia pendidikan, menjadi motor utama dalam perkembangan pendidikan sebagai pilar keberlangsungan suatu negara. Namun, kasus profesor dengan dorongan untuk mencapai jabatan dengan melakukan tindakan yang tidak etis, seperti pemalsuan dokumen membuat kelayakan profesor ini sebagai fondasi utama pendidikan patut dipertanyakan. Ini menyebabkan keraguan terkait kualitas dari profesor sebagai garda paling depan dalam menjunjung pendidikan dalam suatu negeri. Oleh karena itu, pengembalian etika yang baik dan penegakan integritas dalam institusi akademik sangat penting untuk menjaga menjaga kualitas dari para dosen melalui pemastian dari  transparansi dalam setiap prosesnya..

Sebuah kasus pada bulan Juli lalu membuktikan keutuhan sistem tahap penilaian, yang mana Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mencabut 11 gelar profesor di salah satu perguruan tinggi negeri. Hal ini terjadi karena ditemukan adanya penyimpangan dalam proses pengajuan gelar profesor, di mana artikel yang diusulkan ternyata terbit di Jurnal Ilmiah Bereputasi (JIB) yang sudah tidak diakui (discontinued). Dari ungkapan tersebut, mengapa bisa terlalu lalaikan proses afirmasi akan kesungguhan proses evaluasi dokumen-dokumen serta kriteria untuk meraih jabatan profesor. (1)

Sampai-sampai Asosiasi Profesor Indonesia (API), pada bulan Juli lalu juga, telah menginisiasi seruan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menyelidiki dugaan pelanggaran dalam proses pengangkatan profesor. Sebab menyoroti kekhawatiran akan standar etika, hukum, dan akademik yang diabaikan, dengan menekankan pula bahwa gelar "profesor" seharusnya hanya diberikan kepada akademisi yang aktif mengajar. Terutama dengan mempertimbangkan faktor gaji serta tunjangan karena bagi para dosen dengan jabatan akademik profesor, mereka akan menerima gaji tetapi sebagai dosen Pegawai Negeri Sipil atau Aparatur Sipil Negara yang berarti akan menerima gaji yang lebih besar dari dosen biasa serta mendapat berbagai tunjangan pula. Alhasil apabila diteruskan peningkatan jumlah profesor secara tidak legal, maka nantinya justru berpotensi merugikan perekonomian negara. (2)

Maka diibaratkan pendidikan sebagai sebuah pondasi kokoh bagi kemajuan sebuah negara, dengan dosen dan profesor sebagai tiang penyangga utamanya. Namun, ketika integritas akademik dikorbankan demi ambisi pribadi, fondasi itu mulai retak, mengancam keberlangsungan dan kemajuan bangsa. Seperti halnya bangunan yang tidak bisa berdiri tegak di atas fondasi yang rusak, negara pun tak bisa maju dengan sistem pendidikan yang tercemar kecurangan dan korupsi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun