Penuntasan masalah ini seyogyanya partai politik ambil peran sebagai penengah dan pemberi solusi yakni dengan memberikan kontrak politik kepada kepala daerah berjanji menuntaskan masalah untuk seluruh masyarakat. Realita di daerah jika terdapat kepentingan dari lawan politik maka tidak akan berjalan kebijakan strategis di tempat tersebut. sejatinya kebijakan itu tidak melihat siapa dan dimana namun menjadi kewajiban dari UU untuk kepala daerah untuk adil pada masyarakatnya. Korelasi keadilan dan kemajuan sangat utama dalam mewujudkan kemajuan di daerah.
Kebijakan kepala daerah harus berpijak pada kepentingan rakyat bukan justru sebaliknya. Berapa banyak kepala daerah yang menafikan peran masyarakat dan melihat keuntungan daerah lewat perusahaan besar. Masyarakat sampai kapanpun akan terus ada dan hidup dalam tatanan negara ini, sedangkan perusahaan atau swasta hidup oleh kekayaan alam yang terus dinikmati tak tentu sampai kapan akan habis. Penjaga keseimbangan utama itu terletak pada masyarakat bila peran masyarakat dikucilkan alamat daerah akan kehilangan ruh utama bagi kemajuan daerahnya.
Krisis Moral kepala daerah
Potret kepala daerah yang belakangan banyak disorot oleh media menggambarkan betapa bobroknya clon pilihan partai politik. Hal ini bukan salah partai politik secara keseluruhan namun dapat dicegah sejak awal bahkan partai politik memiliki peralatan yang lengkap untuk mengecek para calon kepala darah yang diusungnya. Berbagai kasus kepala daerah yang belakangan terjadi seolah membenarkan bahwa politik hari ini mesaih berasaskan keuangan yang maha benar. Bila telah dihadapkan pada uang siapapun akan luluh dengan sendirinya termasuk pengadilan hari ini. Betapapun hebatnya hakim membela diri atas putusan yang di luar nalar, publik telah faham bahwa terjadi ketimpangan hukum di pengadilan.
Partai politik harus waspada akan disintegrasi yang diakibatkan oleh kekacauan yang terjadi, kepala daerah yang pandai dan tau permainan dalam politik akan lolos dari radar KPK secara kasat mata. Namun masyarakat yang punya naluri akan merasakan berapa banyak uang negara yang hilang bukan untuk pembangunan namun masuk ke kantong-kantong tertentu.
Fenomena yang telah banyak dibahas dan kajian akademis pun turut menggali fenomena politik hari ini. Eksistensi partai politik yang kehilangan marwah begitupun kepala daerah bak raja yang tidak melihat rakyat sebagai pemegang kedaulatan justru dianggap tak berdaya yang hanya menjadi penyumbang suara lima tahunan untuk pemilu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H