Mohon tunggu...
Sabarnuddin
Sabarnuddin Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Hobi membaca dan pribadi yang selalu ceria serta menemukan hal menarik dari berbagai hal dan tiadk mudah putus asa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Peran Partai politik Sentral Pemimpin Berkualitas

26 Juni 2024   22:43 Diperbarui: 26 Juni 2024   22:43 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Partai politik merupakan pilar penting dalam pergerakan kemerdekaan hingga saat ini sebagai penyeimbang perpolitikan nasional. Dalam upaya melawan penjajahan pemerintah hindia belanda, organisasi pergerakan seperti budi utomo, sarekat islam, nahdatul ulama, muhammadiyah, dan lain-lain menjadi pelopor perlawanan yang membangkitkan rakyat dari keterpurukan selama bertahun-tahun. Di era sekarang perjuangan pergerakan bukan lagi melawan musuh di depan mata namun berbagai perlawanan visi dan misi mengenai corak dan cara menuju kemajuan Indonesia. Hingga saat ini berdasarkan rilis keputusan KPU No. 518 tahun 2022 partai peserta pemilu tahun 2024 terdapat 24 partai politik, dengan 18 partai nasional dan 6 partai lokal Aceh. Berdasarkan pemilu yang diadakan pada 14 Februari 2024, hanya 8 parpol yang lolos ke DPR. Hal ini berdasar UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, ambang batas parlemen diatur dalam pasal 414 ayat 1 dijelaskan bahwa partai politik peserta pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara paling sedikit 4% dari jumlah suara nasional untuk diikutkan dalam perolehan penentuan perolehan suara kursi anggota DPR.

Partai politik dalam menjalankan laju partainya mempunyai landasan berfikir atau secara umum memiliki idelogi partai. Dalam buku Teori-Teori Mutakhir Partai Politik yang ditulis oleh Ichlasul Amal tahun 2012 ia mengelompokkan partai politik yakni pada dua kategori yakni nasionalis dan islam. Partai dengan ideologi nasionalis yaitu; Partai Gerindra, Partai PDIP, Partai Golkar, Partai Nasdem, Partai Garuda, Partai Berkarya, Partai Perindo, PSI, Partai Hanura, Partai Demokrat, PKP. Dari idelogi islam yakni; PKS, PPP, PAN, PBB. Namun hingga hari ini pengerucutan kubu partai-partai tidak seperti yang digambarkan dalam buku tersebut. Jika melihat peta koalisi Pilpres yang berlangsung beberapa waktu lalu peta koalisi bergabung antara partai Islam dan Partai Nasionalis. Koalisi kubu 01 PKS, Nasdem, PKB, Partai UmmatPada kubu 02 terdapat Partai Gerindra, Golkar, PAN, Demokrat, PBB, Gelora,PSI. Kubu 03 terdapat PDIP, PPP, Hanura, dan Perindo. Peta koalisi yang menggambarkan komunikasi politik yang dinamis, sejauh ini koalisi yang terbangun masih melihat keuntungan atau dampak yang didapatkan dari dukungan koalisi.

Partai politik yang sejak awal digagas sebagai pengkaderan politisi dengan kompetensi yang lengkap sebagai calon pemimpin masa depan. Namun melihat kenyataan hari ini partai politik hanya sebagai formaitas persyaratan calon pemimpin atau legislatif untuk mendaftarkan diri ke KPU. Konsepsi yang ambigu semakin terlihat pada pemilu 2024, terdapat ratusan Caleg yang tanpa mengikuti pengkaderan partai dan dengan kompetensi politik yang belum bisa dipastikan. Partai politik hanya seolah cukup ada untuk pada pengusaha dan tokoh yang telah memiliki pamor sebagai calon legislatif. Maka wajah demokrasi yang dicita-citakan sejak awal kemerdekaan hanya ungkapan yang tak bermakna sebab perpolitikan nasional diisi oleh orang-orang dengan modal pamor dan materi.  Hal yang seharusnya dievaluasi melalui Undang-Undang dan peraturan KPU bahwa calon peserta pemilu harus mengikuti pengkaderan partai bukan hanya mendaftar melalui partai saat akan mencalonkan diri. Akibatnya problem yang sangat urgent tidak segera diselesaikan secara keseluruhan.

Berdasarkan data yang disampaikan oleh KPK sepanjang tahun 2004-2023 KPK melaporkan terdapat 430 kasus korupsi yang pelaku dari swasta. Lalu terdapat 371 kasus korupsi dengan pelaku kalangan eselon I,II,III, IV PNS. Selanjutnya dari kasus korupsi yang berasal dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dengan total 344 kasus. Kasus korupsi masih menjadi isu yang selalu diperdebatkan setiap pemilu, maka sebagai bentuk evaluasi dan konsekuensi partai politik memerikan pelatihan dan peringatan keras bagi kadernya yang terlibat kasus. Namun bila Caleg atau Cakada yang tidak melalui pengkaderan Parpol tidak merasa bertanggung jawab pada partai terlebih pada rakyat yang mendukungnya.

Politik Tranksaksional Pada Pemilu

Evaluasi pada pemilu ialah seputar keuntungan dan Kerugian, terlepas dari ideologi partai yang dijunjung faktanya parpol lebih mengutamakan hasil pemilu dan menggunakan berbagai cara tanpa memperhatikan etika politik dan aturan hukum yang berlaku. Pelaksanaan pemilu dengan calon yang berkualitas secara gagasan dan latar belakang politik belum tentu didukung oleh parpol jika tidak menaikkan suara dengan dukungan rakyat yang banyak salah satu cirinya ialah calon yang terkenal. Dengan pamor yang kuat menjadi satu dasar suara akan lebih baik walaupun gagasan tidak terlalu kuat, hal ini seolah bertolak belakang dengan ideologi dan tujuan awal parpol dibentuk. Seyogyanya kualitas politisi dapat meningkat dengan penjaringan dan pendidikan politik yang telah dilaksanakan jauh hari sebelum pemilu, namun justru tokoh dengan pamor yang kuat tanpa ia berkampanye pun akan dengan mudah mendapatkan suara terbanyak karena rakyat telah mengenalnya namun mengabaikan gagasannya sebagai calon pada pemilu tersebut. Parpol beranggapan dengan menerima dan mengusung calon yang dinilai akan menang tersebut akan menaikkan suara partai pula, sangat kolot dan mundur kualitas parpol yang masih melakukan hal demikian.

Standar Politisi yang Menurun

Pemilu menjadi cerminan kondisi politisi yang akan mewarnai perpolitikan nasional 5 tahun mendatang, jika gaya kampanye dan sosialisasi masih menggunakan cara lama yakni dengan modal uang, pamor, dan keluarga ini memperjelas kualitas demokrasi semakin mundur. Faktor utama dalam kemajuan yakni keterbaruan atau inovasi baik sebagian atau secara keseluruhan. Jika dilihat dari pemilu yang berlangsung februari lalu, bahkan setingkat presiden masih menggunakan cara kampanye yang tidak mencerdaskan para pemilih justru hanya bersenang gembira ria tanpa ada esensi penyampaian gagasan yang dirumuskan. Kondisi ini diperparah dengan pemuda yang seolah bosan dan tidak ingin bersentuhan dengan politik, walaupun terlihat banyak caleg generasi muda faktanya di masyarakat tingkat kepedulian pada kondisi hari ini semakin menurun. Jika level yang masih rendah ingin mengejar mimpi Indonesia Emas 2045 menjadi kemustahilan yang nyata karena langkah-langkah yang tidak mengarah pada peningkatan kualitas.

Politisi dengan gaya seolah paling pahalawan dan berjasa untuk negara merasa harus dihormati bak pembela perjuangan, mental politisi seperti ini yang lambat laun akan menjatuhkan Indonesia pada dunia internasional. Pamer kebanggaan namun dampak yang tidak terlihat, gaya politisi yang hanya menghabiskan keuangan negara dengan sia-sia.

 

Perbaikan Sistem Pemilu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun