Mohon tunggu...
sabar@1981
sabar@1981 Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

Pendidik di Sekolah Bunyan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Review Buku Mendakwahkan Smiling Islam: Dialog Kemanusiaan Islam dan Barat

21 Juni 2024   08:59 Diperbarui: 21 Juni 2024   09:34 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Buku yang ditulis Prof. Dr. H. Abdurahman Mas'ud, Ph.D, ini merupakan autobiografi singkat tentang perjalanan hidup beliau sendiri, mulai dari masanya menimba ilmu dipondok pesantren serta pemikiran atau kumpulan tulisan beliau tentang kehidupan barat maupun Islam.

Kandungan Isi Buku

Secara singkat isi buku adalah sebagai berikut:

  • Pendahuluan: Buku ini dimulai dengan penjelasan mengenai pentingnya dakwah dalam Islam dan bagaimana cara penyampaiannya dapat mempengaruhi persepsi umat non-Muslim terhadap Islam. Prof. Dr. Abdurrahman Masud menekankan bahwa dakwah harus dilakukan dengan cara yang lembut dan penuh kasih, meniru teladan Nabi Muhammad SAW yang dikenal dengan kelembutan dan senyumannya.
  • Konsep Smiling Islam: Membahas konsep "Smiling Islam," yang mengacu pada Islam yang disampaikan dengan senyum dan pendekatan positif. Penulis menjelaskan bahwa senyum merupakan simbol dari kasih sayang dan kedamaian, yang sangat penting dalam menyebarkan pesan Islam. Dengan senyum, dakwah menjadi lebih mudah diterima dan dapat menjangkau hati banyak orang.
  • Strategi Dakwah yang Efektif: Penulis menguraikan berbagai strategi dakwah yang efektif dalam konteks modern. Pendekatan yang inklusif, dialog antaragama, dan penggunaan media sosial merupakan beberapa strategi yang diusulkan. Prof. Dr. Abdurrahman Masud menekankan pentingnya memahami audiens dan menyesuaikan metode dakwah dengan konteks budaya dan sosial yang ada.
  • Teladan Nabi Muhammad SAW: Mengulas kehidupan Nabi Muhammad SAW sebagai teladan utama dalam dakwah. Penulis mengisahkan berbagai peristiwa dari kehidupan Nabi yang menunjukkan kelembutan, kesabaran, dan senyuman beliau dalam menghadapi berbagai tantangan. Nabi Muhammad SAW selalu menekankan pentingnya akhlak mulia dan bagaimana hal itu dapat menarik orang kepada Islam.
  • Mengatasi Tantangan Dakwah: Penulis membahas berbagai tantangan yang dihadapi oleh para dai (pendakwah) di era modern, seperti ekstremisme, Islamofobia, dan misinterpretasi ajaran Islam. Prof. Dr. Abdurrahman Masud menawarkan solusi praktis dan saran tentang bagaimana menghadapi dan mengatasi tantangan-tantangan tersebut dengan cara yang bijak dan damai.
  • Implementasi Smiling Islam di Indonesia: Membahas kasus khusus Indonesia sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia. Penulis menyoroti pentingnya menerapkan konsep Smiling Islam di Indonesia untuk menjaga keharmonisan sosial dan keagamaan. Dia juga memberikan contoh-contoh konkret dari inisiatif dakwah yang sukses di Indonesia yang mengedepankan pendekatan yang penuh senyum dan kasih sayang.
  • Penutup Epilog Oleh Prof. Dr. H. Nasarudin Umar, MA

Prof. Dr. H. Nasarudin Umar, MA dalam epilognya menyampaikan setidaknya ada tiga pola dalam dialektika buku ini, yaitu:

  • Pola sekular: Dalam pola ini, sebagian muslim terdidik mengamini Barat sebagai model ideal kemajuan Islam.
  • Pola fundamentalis: Sama dengan pola pertama, pola kedua juga lahir dari oposisi biner antara Islam dan Barat. Pola ini menegaskan Islam sebagai alternatif bagi peradaban modern, yang sayangnya pola ini terjebak dalam pola dialektika ambigu.
  • Pola moderat: Pola ini tidak berangkat dari oposisi biner, melainkan hubungan yang saling menyempurnakan. Ada dua istilah sederhana yang dipakai untuk menggambarkan keduannya yakni "kearifan Islam" sebagai bagian dari "kearifan Timur", dan "kreatifitas Barat".

Penjelasan Isi Buku

Buku yang ditulisnya ini memberikan fakta dan pemahaman bahwa Islam adalah agama  damai dan tanpa kekerasan, bertentangan dengan pandangan umum dunia Barat. Dari sudut pandang mereka, Islam adalah agama kekerasan. Islam yang dikenal sebagai agama damai tentu mempunyai tradisi Islam yang bersahabat. Dalam perjalanan intelektualnya, penulis memperkenalkan Islam versi ramah.

Di sela kesibukannya, antara pekerjaan mahasiswa dan peneliti. Penulis sendiri secara intensif memaparkan gambaran Islam yang sebenarnya dan membuka pemahaman dunia luar tentang Islam sebagai agama kekerasan. Seperti halnya penulis sendiri yang mengundang rekan-rekannya di Amerika untuk makan malam di kediamannya dan menyajikan makanan khas Indonesia. Di sana mereka mulai belajar tentang kekhasan Indonesia, termasuk kekhasan Islam di Indonesia.

Selama ini mereka selalu mengenal Islam menurut standar Timur Tengah, seringkali dengan wajah yang muram dan tidak ramah, namun setelah makan malam itu mereka mengetahui bahwa ternyata hal itu tidak seperti yang mereka duga secara keliru.

Selain itu penulis juga menggundang teman sesama mahasiswanya untuk makan malam, tujuan tersebut penulis lakukan dengan menjadi media strategis untuk menjelaskan beberapa hal yang sering mereka salahpahami seperti contohnya Islam dituduh tidak bisa memahami tetangga, Islam tidak bisa berkawan dengan yang lain, Islam sangat ekslusif dan sebagainnya. Berkat keuletan penulis dalam mengenalkan Islam ramah. Teman-teman penulis sudah sering menyebut Islam Indonesia sebagai Islam moderat. (Mas'ud, 2019: 52-53).

Penulis sebagai santri yang juga menghadapi babak sejarah hidupnya dengan berbagai faktor sosio-historis yang sangat beragam,namun tetapi tidak mengurangi komitmen penulis pada agama yang dianutnya, serta mampu menjadikan penulis memahami dan menyandingkan wacana tradisionalitas dan modernitas. Komitmen terhadap keberlangsungan tradisi pesantren merupakan konsekuwensi logis yang dihadapi penulis untuk melanjutkan tradisi yang ditinggalkan oleh para leluhur. (Mas'ud, 2019: 61) Walaupun penulis menyerap pemikiran-pemikiran baru secara rasional dan proposional namun penulis tetap berupaya obyektif dan open minded. Usaha-usaha penulis dalam mencoba bertaqlid secara proposional pada doktrin ajaran pesantren dan NU.

Oleh sebab itu dalam merespon Muhammadiyah, penulis tetap berusaha mengedepankan sikap moderat walaupun antara warga NU dan Muhammadiyah terdapat perbedaan prinsip dan pemahaman dalam menginterpretasikan Qur'an dan hadis. (Mas'ud, 2019: 62) Selain memaparkan tentang wajah Islam, penulis juga memaparkan bagaimana seharusnya Memperluas dialog cross cultural. Bahwa disetiap budaya tidak memahami budaya yang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun