[caption id="attachment_262706" align="aligncenter" width="468" caption="menapaki 329 anak tangga menuju ke ketinggian Pulau Rondo (Dok . pribadi)"]
“Pulau Rondo perlu diisi oleh rakyat Aceh, generasi yang punya jiwa pertualangan untuk mengembangkan sektor pariwisata di sana,” kata Hayono Isman dalam kunjungan kerja Komisi I DPR RI ke Aceh akhir Juni lalu. Mantan Menpora ini juga berharap adanya perhatian Pemerintah Pusat untuk memberdayakan Pulau Rondo, upaya menjadikan kawasan wisata karena alamnya yang cukup indah. http://www.beritadewan.com/antisipasi-terulangnya-kasus-sipadan-ligitan-pulau-rondo-harus-dikelola-dengan-baik/
Menapaki 329 anak tangga menuju puncak Pulau Rondo menjadi sebuah pengalaman yang menantang. Untunglah ratusan anak tangga ini berada di antara pepohonan nan rindang, sehingga para pendaki selalu terlindung dari sengatan terik matahari. Setelah menempuh separuh pendakian, kita akan menyadari bahwa Pulau ini ternyata sangat subur.
Di ketinggian tampak aneka pepohonan seperti mangga, kelapa, kecapi, kayu hutan, dan masih banyak jenis pohon lainnya yang tumbuh subur di atas 80 meter dari permukaan laut (dpl). Untuk mencapai bibir pantai, kita harus berenang sekitar 10 meter karena perahu kecilpun tak bisa merapat ke pantai yang berbatu karang ini.
Kebijakan Pengelolaan
Nama Pulau Rondo tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar.
[caption id="attachment_262711" align="aligncenter" width="459" caption="dok. pribadi"]
Disini terdapat titik referensi (TR) dan Titik Dasar (TD) 117, yaitu satu dari 183 Titik Dasar (base point) yang terletak di pantai-pantai terluar (di 92 pulau terluar) wilayah NKRI untuk mengukur batas Laut Teritorial sekaligus untuk menetapkan batas wilayah dengan negara tetangga.
Jauh sebelum itu, sebetulnya nama Pulo Rondo sudah masuk dalam dokumen negara sejak 1899, yaitu Besluit No.25 tanggal 18 September 1899. Arsip ini menguraikan kedudukan Gubernur Belanda di Aceh beserta daerah di bawah kekuasaannya. Termasuk pulau Rondo yang menjadi bagian Kabupaten Sabang.
[caption id="attachment_262708" align="aligncenter" width="444" caption="Prasasti di Pulau Rondo (dok. pribadi)"]
Di Pulau ini juga terdapat dua kuburan tua. Konon, ini adalah kuburan warga Aceh yang meninggal saat melakukan perjalanan haji menggunakan kapal laut.
[caption id="attachment_262710" align="aligncenter" width="491" caption="basecamp Pamtas P. Rondo (dok. pribadi)"]
Sehari-harinya, Pulau Rondo menjadi tempat persinggahan para nelayan tradisionil dari Banda Aceh dan Sabang yang mencari ikan tuna dan ikan marlin menggunakan perahu “pancung”. Sekitar pulau ini memang dikenal menjadi habitat dari dua jenis ikan ini. Potensi ikan ini sudah dimanfaatkan warga Aceh sejak zaman nenek moyang mereka. Pada musim angin barat, para nelayan menjadikan pulau ini sebagai tempat berlindung dari terpaan gelombang.