Kutatap nanap jejak-jejak waktu
yang merayap seolah mendatangiku
dengan langkah diamnya. Kusendeng telinga menelisik guratan angin sayup membisik tuk pengaruhi batin
Jangan lagi... Jangan lagi kau datang
hari silam. Cukuplah dulu kita ada berjalan seiringan dengan decak kekaguman. Karena sekarang aku mau beda dengan dulu aku ada bersamamu.
Jangan kau ingatkan aku tentang nurani,
nilai, atau norma. Karena saat ini aku hanya berhasrat mendengar tentang cinta, kasih,
dan damai dengan semua hasrat yang
menyelimutiku.
Saat ini, kuharap kau biarkan aku mereguk
dan resapi detak dan degup pada jantungku
merindu ku menatap indahnya untaian kata puisi bukan saja di bibir tetapi di ujung mata pena.
Akulah si mata pena. Akulah sejatinya
untaian kata itu dalam jiwa yang tak kan
tergugat kuasa mana pun untuk
menorehkannya karena dia datang sembari membatin.
Untaian kata yang tidak mengenal
batas ruang dan waktu untuknya
menyapa. Dan, aku akan melepaskanmu
hari lalu, melepaskanmu, tanpa sedikitpun
ada rasa sesal.
#mediopebruari
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H