Mohon tunggu...
M. Faizi
M. Faizi Mohon Tunggu... lainnya -

penulis dan penerjemah, juga sebagai pengajar di lingkungan Pondok Pesantren Annuqayah, Guluk-Guluk, Sumenep.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Tersesat di Berlin

5 Juli 2012   00:36 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:17 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Nächste Stationen: Sonnenallee. Austieg Links”

Hari masih pagi di Sabtu musim panas yang mendadak dingin. Selesai menyambar beberapa lembar roti di lantai dasar ruang makan Hotel Estrel, saya berminat menghabiskan sisa waktu terakhir pekan ini dengan mengelilingi kota Berlin. Kebetulan, tiket gratis saya masih berlaku sampai hari ini, 2 Juli 2011.

Hanya butuh 4 menit untuk menunggu kereta ring (S-Bahn 41) datang, pukul 08:38. Saya naik dan duduk manis. Setelah kereta kembali bergerak, saya pun mengeluarkan kamera, mengamati pemandangan yang saya anggap menarik. Kereta berjalan cepat, berhenti di stasiun demi stasiun.

Orang-orang masuk. Orang-orang keluar. Demikian pemandangan yang tampak di setiap pemberhentian. Saya perhatikan, pintu kereta terbuka kurang lebih 15 detik, setelah itu tertutup kembali. Calon penumpang di halten terdekat maupun penumpang yang akan turun di suatu Stationen haruslah sama-sama siap. Peringatan persiapan ini dibunyikan oleh mesin suara di dalam kereta, kira-kira 500 meter sebelumnya. Sedangkan calon penumpang dapat mengetahui kedatangan melalui display yang terpampang di stasiun: “Kereta Ring S-41 akan datang dalam 3 menit lagi”, begitu misalnya.

Kereta S-41/S-42 mengelilingi kota Berlin dapat ditempuh dalam satu jam. Pembagian waktunya, jika saya tak salah hitung, adalah sebagai berikut: Südkreuz—Westkreuz 14 menit, Westkreuz—Gesundbrunnen 16 menit, Gesundbrunnen—Ostkreuz 15 meneit, Ostkreuz—Südkreuz 15 menit. Informasi dari DB ini bukanlah sesumbar semata. Deutsch Bahn benar-benar bisa membuktikannya di alam nyata.

Ketika kereta yang saya tumpangi telah tiba di stasiun Gesundbrunnen, kira-kira 3/4 perjalanan mengelilingi kota Berlin, tiba-tiba semua penumpang turun. Kereta kosong. Pemandangan ini tidak wajar. Saya tidak pernah menjumpai pemandangan seperti ini pada hari-hari sebelumnya. Daripada saya terbawa entah ke mana, saya pun turun untuk mencari tahu.

“Apakah kereta ini berhenti sampai di stasiun ini saja, atau terus ke Schönhauser Allee?”

Seseorang mengibaskan tangan. Saya memahaminya sebagai “tidak”. Oke, baiklah. Saya ikut kereta yang sama, S-41, yang akan melintasi stasiun ini 10 menit lagi. Namun, setelah saya perhatikan baik-baik, tidak ada seorang pun yang berdiri di sisi gleis tempat saya berdiri. Saya bertanya sekali lagi. Namun, saya mengira, pertanyaan dalam Bahasa Inggris kurang diminati oleh warga setempat. Sedangkan pengumuman dalam loudspeaker juga tidak saya pahami karena menggunakan bahasa Jerman. Baiklah, saya akan bermain teka-teki saja, mengikuti kereta yang sama beberapa menit kemudian.

Lagi-lagi, kereta kedua yang saya naiki ini hanya berhenti di Schönhauser Allee, satu stasiun dari Gesundbrunnen. Padahal, semestinya kereta terus berlanjut sampai ke stasiun pertama saya naik, Sonnenallee. Ada apa gerangan?

Saya membuka peta lipat sambil mencocokkan dengan peta sentuh stasiun. Jalur terdekat untuk sampai ke hotel adalah dengan cara ikut U-Bahn (kereta bawah tanah) ke Alexanderplatz, lalu naik kereta sejenis bernomor U-5 ke arah Frakfurter Allee. Barulah, dari Frankfurter tersebut saya bisa naik S-41 lagi ke Sonnenalle.

Di antara gerimis dan cuaca dingin musim panas, saya berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Beberapa orang melambaikan tangan ketika saya tanya sesuatu. Beruntung, akhirnya saya menjumpai seseorang yang mau menjelaskan kepada saya bahwa DB (K.A.I-nya Jerman) sedang melakukan perbaikan. Sejak itulah saya pun paham maksud lambaian tangan itu.

“Tapi, saya tadi naik dari Sonnenallee tidak ada masalah, kok?” tanya saya mencari tahu.

“Iya, kerena perbaikannya di Stationen Frankfurter.”

“O, begitu? Lalu, bagaimana cara agar saya bisa tiba di Sonnenallee?”

“Anda naik bis ke Ostkreuz. Dari sana barulah Anda naik kereta lagi ke Sonnenallee.”

Betul apa yang dikatakannya. Saya mencegat sebuah bis Mercy berkode SEV atau “Schienenersatzverkehr” (saya mencoba mengejanya dengan ejaan Bahasa Indonesia lalu menyimpulkan: begitu sulit mengucapkannya, seperti sulitnya mengucapkan “saya mau pinjam duit kamu”). Bis ini berbentuk kotak, empat persegi panjang, mirip biskota volgren DAMRI. Livery-nya sangat sederhana. Yang membedakannya, meskipun sama-sama bermodel jadul, bis ini bersih tanpa kerak dan tetelan dempul.

Dari Ostkreuz saya berpindah ke S-41. Akhirnya, setelah berputar-putar dua jam lebih, 500-an meter sebelum stasiun, mesin suara kereta berbunyi, “Nächste Stationen: Sonnenallee. Austieg links.” Saya tiba kembali di Sonnenallee pada pukul 10:46 dengan selamat.

(dimuat di buku "Merentang Sajak Madura-Jerman", Komodo Books, Juni, 2012)

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun