Pandemi COVID-19 membawa perubahan signifikan dalam berbagai aspek kehidupan sosial masyarakat. Salah satu dampak yang cukup mencolok adalah peningkatan aktivitas digital, termasuk maraknya konten kreator yang memanfaatkan platform media sosial seperti YouTube, Tiktok, Instagram dan berbagai media sosial lainnya untuk berbagi cerita dan konten visual. Namun pada prakteknya, tidak semua konten ini berdampak positif pada masyarakat, terutama ketika menyangkut eksploitasi perempuan dan masyarakat adat. Salah satu kelompok yang terkena dampak eksploitasi perempuan ini adalah masyarakat Baduy, khususnya remaja perempuan berusia 13 sampai 17 tahun, dimana mereka dijadikan objek konten sejumlah konten kreator semasa pandemi COVID-19. Alih-alih membahas mengenai kebudayaan, adat istiadat, dan kesenian Baduy, para konten kreator tersebut memilih untuk membuat konten yang menyoroti kecantikan perempuan Baduy secara berlebihan dan tidak senonoh. Secara khusus, narasi-narasi yang mereka buat juga dirasa tidak pantas sebab bernuansa seksis dan cenderung menegaskan stereotip negatif pada perempuan Baduy. Â Dengan narasi tersebut yang diangkat dan realita sosial yang ada, konten-konten ini kemudian menjelma menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat. Secara komersial, tentu hal ini sangat menguntungkan bagi para konten kreator. Namun di sisi lain, praktik ini tidak hanya mengancam kelestarian budaya Baduy tetapi juga menimbulkan berbagai dampak sosial yang signifikan yang mana bersifat kontradiktif dengan nilai dan norma yang dianut oleh masyarakat Baduy. Â Berikut sejumlah dampak sosial yang dihasilkan dari peristiwa eksploitasi remaja perempuan di Baduy.
1. Adanya Perubahan Perspektif Orang Luar Terhadap Baduy
Eksploitasi yang dilakukan secara terus-menerus dapat menyebabkan perubahan perspektif orang luar terhadap masyarakat Baduy. Ketika konten yang disajikan lebih banyak menyoroti aspek-aspek tertentu yang sensasional atau tidak akurat, masyarakat luas akan mendapatkan gambaran yang salah mengenai kehidupan dan budaya Baduy. Hal ini dapat menimbulkan stereotip yang keliru yang mana dapat mengurangi apresiasi remaja perempuaan Baduy terhadap kekayaan budaya mereka sendiri. Hal ini juga dibuktikan dengan banyaknya orang-orang berkunjung ke Baduy hanya untuk bertemu dengan tokoh-tokoh yang muncul di berbagai sosial media mereka melalui konten yang disajikan oleh kreator digital, dan bukan lagi untuk mengenal dan mengetahui lebih dalam mengenai budaya dan konsep sosial masyarakat Baduy.Â
2. Perubahan Perilaku Remaja Baduy
Remaja Baduy yang sering terpapar oleh pengaruh eksternal melalui media sosial mengalami perubahan perilaku terutama remaja perempuan. Mereka mulai meniru gaya hidup dan perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai dan adat istiadat Baduy. Selain itu, keinginan untuk mendapatkan perhatian dan popularitas di media sosial dapat mendorong mereka untuk berperilaku yang bertentangan dengan norma budaya yang mereka anut, yang pada akhirnya mengancam integritas komunitas Baduy itu sendiri. Sebagai contoh, mereka akan lebih memilih untuk live TikTok dibandingkan dengan berladang dengan alasan bahwa live TikTok dapat menghasilakan uang yang banyak dalam waktu yang singkat.Â
3. Stigma & Diskriminasi
Konten yang mengeksploitasi remaja perempuan Baduy terutama para remaja sering kali menampilkan mereka dalam konteks yang tidak pantas, sehingga hal ini memperkuat stigma dan diskriminasi terhadap kelompok remaja perempuan Baduy. Dengan kata lain, remaja perempuan Baduy akan memperoleh label negatif dari sejumlah warganet sebab penampilan mereka yang tidak pantas untuk ukuran perempuan adat. Hal ini dapat berdampak pada martabat dan harga diri remaja perempuan Baduy, yang semakin terpinggirkan dalam konteks kehidupan sosial.Â
4. Gangguan Psikologis
Eksploitasi yang dilakukan melalui media sosial dapat menimbulkan tekanan psikologis yang besar bagi remaja perempuan Baduy. Hal ini dikarenakan adanya tuntutan sosial yang sangat besar dari para warganet untuk tetap tampil menarik dihadapan publik sehingga hal ini menimbulkan efek psikologis seperti mengalami stres, depresi, dan masalah kesehatan mental lainnya akibat paparan negatif dari publik. Selain tuntutan sosial yang sangat besar dari para warganet, adanya sifat responsif dari warganet juga menjadi tantangan yang harus dihadapi remaja perempuan Baduy terutama mereka-mereka yang menjadi objek para kreator digital. Ketika melakukan kesalahan misalnya, berbagai tanggapan dari warganet menjadikan satu gangguan psikologis tertentu yang harus mereka hadapi.
Secara garis besar, eksploitasi perempuan Baduy oleh konten kreator sejak pandemi COVID-19 hingga saat ini telah memunculkan berbagai dampak sosial yang signifikan. Perubahan perspektif, perubahan perilaku, diskriminasi, dan gangguan psikologis adalah beberapa dampak yang harus diterima. Untuk itu, kami meminta kepada pihak-pihak tersebut untuk menghentikan tindakan-tindakan apapun yang berbentuk eksploitasi terhadap remaja perempuan Baduy baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Jangan jadikan mereka sebagai alat komersialisasi, kita semua memiliki tanggung jawab yang sama seperti layaknya masyarakat Baduy untuk bersama-sama menjaga dan melestarikan budaya leluhur mereka dan dapat melindungi perempuan Baduy dan budaya mereka dari segala bentuk eksploitasi yang tidak bertanggung jawab.Â