Mohon tunggu...
Sarah Putri
Sarah Putri Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sebuah Penyesalan

19 Maret 2017   19:18 Diperbarui: 20 Maret 2017   16:00 436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Lepas tangan aku! Ayah sama Mama tidak ada yang sayang padaku. Mereka berdua hanya menyayangimu!” gertak Adrian pada Renal.

Memang sejak dahulu, orang tuanya hanya memperhatikan Renal. Kenyataan bahwa seorang Adrian yang suka membuat onar disekolahnya sangat membuat malu kedua orangtuanya. Sifat Adrian yang sangat keras kepala juga membuat orangtuanya sudah lelah untuk mengurus anak tersebut.

“Kamu itu anak Ayah sama Mama. Sedangkan aku? Aku lebih menyerupai anak pungut di rumah!” kemudian Adrian terdiam untuk menyembunyikann tangisnya.

“Mama sama Ayah juga tidak pernah datang ke sekolah untuk menjadi waliku saat pembagian raport. Mama sama Ayah juga tidak pernah memberiku kado yang sama sepertimu. Kamu selalu dapat apa yang kamu mau saat pesta ulang tahun! Sedangkan aku selalu mendapat barang murah,” jelas Adrian tanpa henti, wajahnya juga sudah dipenuhi oleh air mata yang terus-terusan mengalir.

“Mama sama Ayah itu sayang sama kamu! Buktinya, mereka sekarang menyuruhku untuk mencarimu. Ayo, Adrian kita pulang dan kamu harus mengembalikan laptop itu kepada pemiliknya.”

“Kalau Mama sama Ayah benar-bena sayang ke aku. Seharusnya mereka yang datang menjemputku bukannya kamu. Sudah kamu kembali saja ke rumah!” teriak Adrian sambil mendorong pundak Renal.

Renal yang notabenenya seorang anak yang sangat culun dan lemah langsung terjatuh saat Adrian mendorongnya. Ia juga langsung bergegas pergi tanpa melihat-lihat ke arah kanan dan kirinya. Sampai akhirnya ada sebuah motor yang melaju dengan cepat dan menabraknya.

 “RENAL!!!!” teriak Adrian, ia melempar laptop yang semula ia pegang ke sembarang arah.

Tangisnya semakin pecah, ia langsung menelpon Ayah dan Mamanya untuk menghampirinya. Adrian merasa tidak kuat saat melihat tangan kanan kembarannya yang hilang entah kemana serta organ tubuhnya yang lain yang sudah dilumuri dengan darah segar. Ia hanya bisa duduk dengan menangis di samping kembarannya itu.

“Renal, bangun, Renal!!!”

“Renal!!! Aku tidak mau dimarahi Mama dan Ayah, jadi tolong bangun.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun