Â
Arus perkembangan teknologi terutama internet dan media sosial bertumbuh beriringan dengan Generasi Z yang lahir dari tahun 1997-2012.Â
Seperti pemaknaan kata tumbuh yang berarti menghabiskan banyak waktu, Gen Z adalah kelompok generasi yang terbukti menghabiskan waktunya dengan mengakses sosial media dan internet, ditinjau dari penelitian yang dilakukan oleh Rideout dan Robb tahun 2018.Â
Mereka menemukan bahwa lebih dari 92% generasi Z menggunakan sosial media di berbagai platform seperti Instagram, Facebook, Whatsapp, dan lainnya. Dari hasil penelitian tersebut juga terdapat bukti bahwa dari 92% ada 70% diantaranya yang menggunakan sosial media lebih dari sekali sehari, 38% diantaranya menggunakan beberapa kali dalam rentang waktu satu jam, dan 16% mengakses sosial media secara terus menerus. Data-data tersebut menggambarkan eratnya hubungan Generasi Z dengan media digital.
Pengaksesan media sosial dan internet memang memudahkan Generasi Z dalam mendapatkan semua informasi baru, berbagai ilmu dan pengetahuan, yang nantinya bisa membentuk pola pikir dan pemahaman yang lebih kreatif dan inovatif, tetapi jika dipandang hal ini lebih menitik beratkan pada hasil yang dicapai.Â
Segala kemudahan yang dibuat oleh teknologi membuat Generasi Z terbiasa hidup dengan proses yang instan, menyebabkan banyak dari generasi ini yang akhirnya mudah menyerah dan tidak gigih dalam berjuang menghadapi kesulitan. Hal ini melahirkan sebutan "Strawberry Generation", stroberi yang lunak digambarkan sebagai Generasi Z.Â
Dewi dan Eki (2019) menyampaikan bahwa Strawberry Generation memanglah generasi yang mempunyai jiwa survival yang rapuh, memiliki daya saing dan juang yang juga rendah, serta fisik yang lemah, tetapi tidak dapat dielakan bahwa generasi ini memiliki kreatifitas serta potensi yang begitu besar dibandingkan dengan generasi sebelumnya.
Rasanya sayang sekali jika potensi dalam Generasi Z yang ternyata begitu baik, malah tidak dimanfaatkan dengan baik. Bidang keilmuan harus turut serta mendampingi untuk mencari solusi dalam fenomena yang sedang terjadi, salah satunya ilmu bidang Psikologi Positif yang dicetuskan oleh Martin E.P Seligman.Â
Psikologi positif hadir untuk membuat manusia menyadari bahwa selalu ada potensi dalam diri yang akan membuat hidup menjadi lebih bermakna. Dalam fenomena Strawberry Generation saat ini, peneraapan dan pemaknaan salah satu tema dalam Psikologi Positif perlu diangkat kembali, yaitu resiliensi
Resiliensi digambarkan sebagai kapasitas individu untuk menghadapi, mengatasi, menguatkan diri, dan keinginan untuk tetap melakukan perubahan berkaitan dengan ujian yang sedang dialami (Grotberg 1999). Ada teori yang dicetuskan oleh Herrman, Stewart, Diaz-Granados, Berger, Jackson dan Yuen (2011) terkait faktor yang mempengaruhi resiliensi yaitu ada faktor kepribadian, faktor genetik, dan faktor lingkungan yang disebut dengan support.Â
Poin terakhir bisa dibilang yang paling berpengaruh besar, ada yang dinamakan dukungan pada microevironmental level yang didalamnya berisi hubungan dengan teman dan keluarga (orang tua). Disini pola asuh yang diterapkan akan memengaruhi output kondisi emosional dan mental anak.