Awal tahun 2016 lalu sempat ramai di berbagai media tentang “manusia-robot” yang berasal dari Bali. Beliau dikabarkan merancang sendiri sebuah alat bantu untuk menggerakkan lengan kirinya yang lumpuh akibat stroke enam bulan sebelum mulai ramai diberitakan. Beberapa pemberitaan dan rekaman video yang beredar nampak meyakinkan bahwa alat tersebut benar-benar bekerja. Idenya untuk memperbaiki taraf hidup sangat patut diacungi jempol, namun banyak orang yang mengkritisi hasil temuannya. Berbagai ulasan ilmiah telah bermunculan menanggapi temuan yang menghebohkan itu, ada yang langsung menghakimi dan mencemooh secara negatif, namun ada pula yang membahas secara sangat positif dan penuh baik sangka (Laksono 2016; Nugroho 2016; Soni 2016). Bahkan ada yang mengulas dari sudut pandang disabilitas dan kaitannya dngan kesehatan, pemerintah, kebijakan publik dan dinas sosial (Nugraha 2016). Untuk melengkapi berbagai ulasan yang umumnya muncul dari sudut pandang teknik, melalui tulisan ini kami mencoba mengulas dari sisi multidisiplin teknik biomedika (biomedical engineering) yang kebetulan kami dalami, agar bisa kita kritisi bersama secara objektif dan holistik.
Otak dan tubuh manusia
Tubuh manusia merupakan sistem yang kompleks. Tiap bagian dari tubuh mempunyai peran yang dapat bekerja mandiri dan juga beberapa bagian tubuh dapat bekerja sama untuk melakasanakan sebuah tugas. Misalnya saja untuk mengambil gelas. Mata melihat dimana posisi benda, kemudian kita menggerakkan tangan hingga mencapai posisi tersebut. Kemudian kita menggerakan jemari kita untuk menggenggam gelas hingga cukup kuat. Dalam gerakan yang sederhana ini kita sudah melibatkan mata, otot tangan, dan perasa tekanan pada telapak tangan. Koordinasi bagian-bagian tubuh ini dilakukan oleh bagian kecil dari otak.
[caption caption="Pembagian otak berdasarkan fungsinya. (diambil dari Encyclopedia Britannica 2007)"][/caption]
Otak manusia dewasa terdiri lebih dari 120 milliar sel saraf dan sel neuroglia yang berjumlah 10 kali lebih banyak dari sel saraf itu sendiri (Andersen et al 1992). Organ yang sangat kompleks ini terdiri dari beberapa bagian yang memiliki fungsinya masing-masing. Selain mengatur gerakan anggota tubuh manusia (motoris), otak memampukan kita untuk mengindera lingkungan (pengelihatan, pendengaran, peraba), berbicara dan berkomunikasi, berhitung, mengapresiasi seni, dan lainnya. Bila sebagian dari sel saraf pada otak tidak bekerja baik tentu kemampuan-kemampuan tersebut menjadi terhambat atau kehilangan fungsi secara total.
Apakah stroke itu?
Dalam kasus seseorang yang terserang stroke, sebagian dari sel saraf pada otak mati karena kekurangan asupan darah atau pendarahan pada otak. Biasanya, bagian otak yang terkena dampak adalah bagian yang mengatur pergerakan anggota tubuh. Karena itu, banyak dari pasien yang selamat dari serangan stroke namun mengalami kelumpuhan baik hanya sebagian wajah, sebelah lengan atau kaki, ataupun separuh badan. Akibat dari stroke ini tidak hanya membuat anggota tubuh menjadi terbatas pergerakkannya, tetapi juga membuat bagian yang terdampak hilangan massa ototnya dan mengecil (Jørgensen & Jacobsen 2001). Efek selanjutnya akibat otot yang mengecil adalah bagian dari anggota tubuh tersebut akan menekuk sesuai arah persendiannya. Misalnya untuk kasus pada tangan, tangan akan menekuk ke dalam seperti saat mendekap buku pada dada.
Adakah kemungkinan untuk mengembalikan fungsi gerak anggota tubuh tersebut?
Bila bagian otak yang mati tidak terlalu luas, maka ada kemungkinan fungsi gerak bagian tubuh tersebut bisa didapat kembali dalam waktu yang bergantung dengan kecepatan regenerasi sel dan dibantu dengan latihan fisik. Bila kerusakannya terlalu luas, alat bantu seperti rangka luar (eksoskeleton) ataupun perangkat lainnya dapat digunakan.
Orthosis, prosthesis, dan eksoskeleton
Alat untuk menunjang bagian tubuh tersebut digolongkan sebagai orthosis dan orthose. Pada bagian tubuh yang tidak hilang, orthose bisa dipasang untuk membantu fungsi gerak. Jika bagian tubuh hilang, seorang pasien bisa menggunakan prosthetik/prosthesis: anggota tubuh buatan. Pada kasus stroke, tangan tak perlu diamputasi, jadi pasien yang membutuhkan bantuan genggam atau menekuk sendi, bisa dibantu dengan orthosis tangan. Pada kasus Pak Tawan, dengan asumsi bahwa tangannya tidak lumpuh total, maka beliau membutuhkan orthosis untuk menggerakkan lengan bawah, memutar pergelangan tangan, dan menggerakan jemari agar dapat menggenggam. Dengan alat bantu ini, beliau akan mampu mandiri dalam bekerja.