[caption caption="illustrasi foto shutterstock/kompas.com"][/caption]
Kisah sepasang manusia melewati sebuah fase kehidupan, kami bukan siapa-siapa hanya ingin berbagi cerita.
Rabu, 27 Februari 2013 18:00
Saya bersama istri tercinta, jadwalkan untuk periksa USG 4 dimensi disebuah klinik di daerah harmoni. Kami baru sekali datang kemari, tapi entah kenapa kami langsung “klick” dengan pembawaan sang dokter yang lugas dan blak-blakan tapi tidak menyinggung kami. Bahkan kami semakin yakin untuk menyunat sikecil (menurut mesin janin di perut istri saya adalah perempuan) setelah dokter memberikan penjelasan dalil agama yang tidak terkesan menggurui dibumbui dengan aspek ilmiahnya.
Setelah melakukan pemerikasaan dan berdasarkan riwayat kehamilan istri, Dokter mendiagnosis bahwa ada kemungkinan anak kami akan lahir premature. Tanggal kelahiran jadi tidak bisa diprediksi, bisa dimana dan kapan saja, bahkan dengan resiko pendarahan. Untuk itu dokter menyarankan untuk dirawat selama 1x24 jam untuk diberikan suntikan penguat jantung bagi si janin. Menjaga kalau memang lahir sebelum waktunya, organ paru-paru dan jantungnya sudah siap, karena organ inilah yang sempurna paling akhir dari tahap perkembangan janin.
Kami meminta waktu untuk berfikir dahulu setelah selesai pemeriksaan. Di ruang tunggu kami berdiskusi, khawatir dengan kesibukan istri tercinta yang masih suka wara-wiri tugas peliputan maka dengan modal pakaian selepas kerja yang ada dibadan, kami putuskan untuk dirawat di klinik yang sederhana tersebut.
Keluarga di rumah panik ketika kami memberi kabar istri saya dirawat, namun kami berusaha menenangkan karena ini untuk kepentingan janin di dalam kandungan istri dan juga kebaikan istri saya.
Suntikan untuk penguatan jantung diberikan per-6 jam sekali dan ada 4 kali suntikan. Kalau melihat hitungan kurang lebih besok malam kami sudah bisa pulang. Setidaknya itu jawaban penenang yang bisa kami berikan bagi keluarga dirumah.
Kamis, 28 Februari 2013 17:00
Papah saya datang untuk menjenguk dari pagi hari, setidaknya bisa menemani istri saat saya harus keluar membeli berbagai keperluan. Suntikan sudah diberikan untuk ketiga kalinya, tinggal satu kali lagi maka kami bisa pulang kerumah. Efek dari suntikan tersebut kurang lebih gatal-gatal, sedikit pedih seperti di gigit semut di sekujur tubuh. Saya hanya bisa menghibur sambil berusaha menenangkan. Kami lalui sore itu dengan bersenda gurau, bahkan saat istri berujar perutnya kontraksi saya tanggapi dengan santai.