Sudah lama ingin menulis ini, tapi ditahan-tahan takut dibilang manfaatkan momentum.
Management BlueBird satu tahun belakangan ini coba menerapkan beberapa strategi untuk dapat meningkatkan laba mereka yang agak terganggu dengan kehadiran transportasi berbasis aplikasi online. Strategi ini mungkin tidak banyak diketahui oleh para pengguna BlueBird karena memang tidak langsung dirasakan ke costumer. Strategi salah kaprah kalau menurut saya.
Berawal dari kehadiran ojek berbasis aplikasi, pengguna jasa BlueBird mulai bias dan perlahan beralih. Karena penduduk Jakarta tidak hanya membutuhkan kenyamanan, harga terjangkau tapi juga kecepatan dalam akses transportasi. Ini yang menjadi keunggulan ojek aplikasi.
[caption caption="Pangkalan di Mall selalu terlihat penuh antrian taksi Bluebird"][/caption]Para pengemudi selaku mitra perusahaan BlueBird mulai resah dengan keadaan ini. Namun seiring berjalannya waktu para ujung tombak ini dapat menyesuaikan keadaan dan mensiasati fenomena ojek online. Karena memang pangsa pasarnya berbeda, ojek online justru berdampak kepada agkutan umum bukan taksi (bus, angkot dan bajaj) yang mulai kesulitan mendapatkan penumpang.
Bahkan ketika Grab Taxi hadir pun, BlueBird belum tampak goyah. Karena bukan rahasia lagi BlueBird menjual kenyamanan saat kita menggunakannya. Unit yang bersih, pengemudi  yang sopan dan sistem yang kuat menjadi pondasi bagi BlueBird.
Saat Uber masuk kedalam lingkaran persaingan transportasi ibukota sejak tahun 2014 pun belum terlihat mengganggu karena konsumen Uber yang segmented menggunakan kartu kredit. Tapi setidaknya jargon andalan BlueBird selama ini mulai terpatahkan dan mampu dihadirkan oleh pemain baru ini. Siapa yang tidak nyaman naik mobil keluaran terbaru atau pun sedan mewah serasa naik mobil pribadi, pengemudi yang well educated (karena di awal, mayoritas driver Uber adalah pemilik mobil yang iseng turun kejalan) ditambah sistem aplikasi yang memudahkan untuk memesan unit.
Gunung es pun mulai cair dan keadaan semakin gawat ketika Grab yang selama ini bermain di moda roda dua dan taksi ikutan berkompetisi di transportasi roda empat dengan produk Grabcar. Dengan kelebihan yang sama dengan BlueBird di tambah harga yang jauh lebih murah, dapat dipastikan pengguna setia Bluebird khususnya perseorangan mulai banyak beralih ke layanan transportasi berbasis aplikasi online.
Walau menurut laporan pada bulan November 2015 Bluebird membukukan kenaikan laba bersih sebesar 16%, nampaknya  Grabcar yang baru beroperasi Agustus 2015 belum bisa memberikan dampak yang hebat bagi BlueBird. Yang perlu di catat Laba bersih yang dimaksud kemungkinan besar keuntungan total dari semua line bisnis yang dimilik BlueBird Group, Bagaimanakah dengan pertumbuhan pendapatan khusus di taksinya saja?. Saya pikir sudah mulai terganggu.
Parameternya apa?
Beberapa bulan yang lalu saya sempat berbicara dengan pengemudi Bluebird yang biasa di sebut mitra oleh manajemen BlueBird mengenai fenomena ini. Dia bercerita bahwa untuk mencari minimal Hari Kerja (HK) sebesar Rp.500.000 tidak semudah 2-3 tahun yang lalu. Sekedar gambaran HK adalah batas penghasilan minimal yang harus diraih setiap hari agar diakhir bulan mitra BlueBird mendapat tambahan komisi. Dalam sebulan mitra BlueBird harus mengumpulkan minimal 18 Hari Kerja (HK), jika tidak maka komisi yang besarannya tergantung masa kerja tidak akan cair.
Sebenarnya dengan sistem komisi dan subsidi perbulan para mitra BlueBird sangat terbantu. Setiap bulannya para mitra di beri subsidi sebesar 1jt sampai 1.250.000,- tujuannya agar para mitra tetap bisa pulang kerumah dengan membawa komisi harian minimal 150.000 perhari seperti yang dijanjikan manajemen.