Suka kagum gak lihat publik figur yang bisa langsung hijrah, berubah cepat, menuju arah yang lebih baik? Hijrah mulai dari penampilan, pergaulan, sampai pekerjaan. Dengan taat dan istiqomah menjauhi dari yang tidak sesuai dengan keyakinan yang diajarkan sang guru.
Kenapa saya ambil contoh publik figur? Karena itu yang mudah terlihat dan kita bisa langsung membayangkan sosoknya. Tapi disekitar kita juga banyak, bahkan di keluarga saya pun ada yang seperti itu. Yang paling ekstrem berkelana dari masjid ke masjid. Diawali dari perubahan busana sampai perubahan sudut pandang.
Kata "Tombatan" dalam judul adalah plesetan dari kata kombatan, yang saya maknai, seseorang yang ingin tobat.
Saya tidak masalah dengan perbedaan sudut pandang atau mazhab, mau shalat subuh pakai qunut atau tidak, mau adzan shalat Jumatnya satu kali atau dua kali, mau ada doa/dzikir bersama setelah shalat fardhu atau nggak, mau posisi sendal sepatunya tertata rapih menghadap luar atau nggak  saya tidak peduli, selama kita tidak saling menghakimi dan jadi merasa paling tinggi.
Jangan sampai perdebatan itu jadi penghambat orang-orang yang sedang mencari jalan tobatnya. Karena sejatinya (menurut saya) tobat itu sederhana dan mudah, terlebih  dalam islam. Langkah awalnya se-sederhana menjalani yang wajib, menjauhi yang dilarang.
Kalau saya rangkum nasehat dari Gus Baha, "orang yang tergerak untuk shalat saja udah bagus"Â
Saya asumsikan, Hijrah itu berpindah, bergerak, tergerak dari satu titik ke titik lain yang lebih baik. Dan terkait nasihat Gus Baha, orang yang sudah tergerak ingin shalat berarti sudah mulai menemukan jalan hijrahnya.
Ilmu agama saya masih jauh dari kata sempurna, bahkan mendekati huruf "S" dalam kata SEMPURNA saja masih sangat jauh. Terlahir dari keluarga yang ilmu keagamaan tidak setingkat ustadz atau ustadzah, tapi saya sangat beruntung punya orang tua yang inisiatif, memasukkan saya ke les tambahan sore hari untuk belajar agama, sampai memanggil guru ngaji khusus ke rumah. Alhamdulillah saya bisa membaca Al-quran, bukannya menghapal, ini yang jadi kendala dikemudian hari.
Masuk SMA dan kuliah adalah masa pencarian, shalat 5 waktu makin banyak bolongnya, ibadah wajib yang istiqomah saya jalani adalah puasa ramadan. Sejak SD saya sudah puasa, dan dari akil-baliq sampai sekarang, saya masih ingat berapa kali batal puasa Ramadhan secara sengaja. Tidak lebih dari jari di kedua tangan saya.
Entah kenapa untuk konsisten shalat 5 waktu terasa berat kala itu, padahal kalau dipikir-pikir tidak sampai 10 menit, tidak lebih dari 1 jam dari 24 jam yang diberikan Allah kepada kita untuk melaksanakan shalat wajib. Saya sudah cukup senang dengan shalat Jumat yang sebisa mungkin tidak saya tinggal.