Mohon tunggu...
Sarwo Prasojo
Sarwo Prasojo Mohon Tunggu... Angin-anginan -

Suka motret, tulas-tulis dan ini itu. Dan yang pasti suka Raisa

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Tamu Malam Itu

19 Oktober 2015   11:25 Diperbarui: 19 Oktober 2015   11:25 553
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku beranjak dari kamar dan menghampiri pintu depan. Suara bel baru saja menelusup ke telinga. Aku belum lama pulang dari jamaah isya di masjid. Masih ada sarung yang melekat, membungkus separuh badanku.
Tamu dari jauh rupanya.  Aku salami dia.
“Apa kabar!”

Lama tak bertemu tamu ini. Dua tahun, tiga tahun. Mungkin sekitar itu. Dan aku memastikan, kedatangannya ke kampungku karena kerabat ada yang meninggal beberapa hari yang lalu.

Dia lelaki, yang bagi keluarga besarku termasuk saudara. Garis keturunannya ada, bersumber dari eyang buyut. Dan kami kenal keluarganya sedari kecil. Hanya jarang bertemu, karena jarak yang jauh. Kami keluarga yang dituakan, maka dia panggil aku: Mas.

Dan sedari siang, aku merasakan akan kedatangan tamu. Tamu jauh. Tanda-tandanya ada. Seekor kupu-kupu yang hinggap di langit-langit rumah, dengan sayap  kecoklatan laksana  kayu jati tua. Kupu-kupu yang lama memasuki rumah dan enggan pergi, menanda akan adanya tamu. Begitu kata para orang tua dulu, sewaktu aku masih kecil. Boleh percaya boleh tidak. Tetapi kerap hal itu menjadi kenyataan.  Itulah bahasa alam.

Orang-orang di kampungku menyebutnya : Kupu Kejer. Mungkin karena “ngejejer”: berdiam diri lama, dan tidak mau terbang, maka diistilahi Kupu Kejer.

Lelaki itu, tamu yang berkunjung malam itu, aku tak tahu pasti usianya, mungkin saja tiga puluh. Atau lebih sedikit. Duduklah dia menghadapi kami: aku, bapakku dan adikku. Sedapat mungkin, kami menghormati kedatangannya berkunjung ke rumah.
Walau untuk ukuran kampung, bertamu pada setengah delapan malam terhitung kurang pas.  Sedikit kemalaman.  Maka air minum untuknya belum disiapkan, siapa tahu cuma mampir sebentar.

Sangkaanku meleset.

Satu dua pertanyaan dari kami bertiga terarah padanya. Ia jawab sambil memainkan HP layar sentuhnya. Aku tak suka dengan ini. Sungguh. Tidak fokus bertamu. Tidak menghargai tuan rumah.  Tidak fokus lawan bicara.

Aku mulai kuatir dengan situasi yang ada. Lambat laun ia panjang lebar bercerita tentang dirinya. Tetang usahanya sebagai tukang reparasi kompor. Berceritalah di hadapan kami tentang pelanggannya. Tentang onderdil. Tentang penghasilannnya. Dan tentang-tentang yang lain.

Sesekali kami menimpali, untuk mengalihkan pembicaraan. Mencari topik baru. Sekaligus, mencoba  keluar dari posisi sebagai pendengarnya.
“Bagaimana dengan kemacetan Jakarta-Bogor?”
“Wah, tobat Mas. Aku paling nggak suka. Tapi mau gimana lagi?” kilahnya

“Apa Bogor sudah diguyur hujan?” Bertanya adikku
“Apa hawanya juga sama panasnya dengan di sini?” Pertanyaan Bapakku

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun