[caption id="" align="aligncenter" width="320" caption="awandiga.blogspot.com"][/caption]
Saya tertarik dengan berita rencana Presiden Jokowi untuk tinggal di Istana Bogor. Setidaknya ini satu langkah yang berbeda dengan beberapa presiden pendahulunya. Saya mencoba menelaah hal ini dari sudut pandang berbeda.
Pertama, Bogor kota yang sejuk, berbeda dengan ibu kota Jakarta yang panas. Realita ini memungkinkan ruangan kerja di lingkungan kepresidenan harus menggunakan AC. Tidak semua orang memiliki daya tahan yang bagus untuk berlama-lama di dalam ruangan ber-AC. Mungkin saja JKW tidak “betahan” di ruang yang dingin, maka cara yang bisa dilakukan untuk mengurangi keberadaan di kantor yaitu dengan cara blusukan.
Selain itu, penggunaan AC memberi dampak pada tingginya pemakain arus listrik. Jika dikaitkan dengan “paradigma” hemat anggaran yang dikedepankan oleh pemerintahan JKW-JK, maka kesejukan Istana Bogor yang “tanpa AC” bisa menjadi contoh tentang cara mudah untuk menghemat anggaran. Dalam hal ini, hemat penggunaan aliran listrik.
Kedua, Istana Bogor yang berdekatan dengan Kebun Raya Bogor, akan memberi inspirasi tersendiri bagi JKW. Perlu di ingat bahwa Jokowi adalah lulusan Fakultas Kehutanan, sehingga tatkala terlalu lama tinggal di Jakarta, yang notabene lebih padat hutan betonnya, beliau seperti jauh dari habitat keilmuannya. Maka jika tiap hari sering melihat aneka pohon-pohon yang tertanam di Kebun Raya, ia akan selalu “happy”. Merasa ada di kesejatiannya sebagai orang yang menyenangi dunia kehutanan.
Siapa tahu, dengan menikmati indahnya kebun raya Bogor dengan kesejukan yang alami, kinerja presiden dan jajaran pemerintahannya akan memberi keteduhan bagi bangsa ini. Mengurangi gejolak politik yang tidak perlu.
Ketiga,Istana Bogor memiliki banyak Rusa Tutul putih, yang bebas berkeliaran di halaman istana. Ini tentu pemandangan menarik bagi Presiden JKW. Rusa-rusa itu menjadi simbol kedekatan antara penghuni istana dengan rakyat.
Lihat saja, siapapun yang mendekati pagar istana dan menjumpai rusa yang tengah “bermain”, mereka dengan senang hati memberi makan. Inilah simbol, bahwa rakyatlah yang “menghidupi”.
Gembira dan terhibur. Itulah kalimat pendek yang bisa menggambarkan suasana hati pengunjung. Ini akan bermakna simbolis berkaitan dengan stigma JKW yang “merakyat”. Melihat itu semua, JKW pasti ikut senang dan terhibur. Inilah lingkungan yang bisa memenuhi selera. Selera tanpa protokol dan aturan birokrasi yang menganggu.
Maka, setelah saya menggunakan sudut pandang itu, akhirnya berkeyakinan bahwa Presiden Jokowi “secepatnya” akan menjadikan Istana Bogor sebagai tempat kerja dan kediaman resminya. Kita tunggu pada hari-hari mendatang. Kapan? Secepatnya!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H