Mohon tunggu...
Sarwo Prasojo
Sarwo Prasojo Mohon Tunggu... Angin-anginan -

Suka motret, tulas-tulis dan ini itu. Dan yang pasti suka Raisa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Imbas Tren Batu Akik Klawing

2 Januari 2015   14:05 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:59 650
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1420149753121462341

Sumber:  embancincin.com

Karangmoncol merupakan sebuah wilayah pedesaan yang berjarak sekita 20 km dari Kota Purbalingga.  Desa ini dulu memiliki puluhan pengrajin emas, yang menjadi andalan bagi beberapa toko emas terkenal di kota itu.  Kini hanya tinggal empat orang yang masih menekuninya.   Sudah tidak ada lagi generasi yang mau memilih jenis pekerjaan ini untuk mengais uang.

Beberapa bulan belakangan, Pak Tomo sering kedatangan tamu.  Keperluannya berkaitan dengan profesinya sebagai pengrajin perhiasan emas.  Atau sering disebut sebagai Tukang emas.  Mereka minta dibuatkan “emban” atau rumah  untuk batu akik.  Kebanyakan dari mereka adalah anak muda yang tengah dilanda deman batu cincin atau akik.  Entah memang karena senang atau sekedar ikut-ikutan.   Tetapi dia memilih menolak tawaran itu.  Dia lebih senang reparasi, mematri perhiasan yang rusak.  Lebih cepat dapat uang, dan “nyantai”, katanya.



Lain dengan dua orang seprofesinya   Pak Arjo dan Pak Husada, mereka sedang kebanjiran pesanan pembuatan emban batu akik.  Kebanyakan memilih menggunakan bahan baku perak, karena harganya yang jauh lebih murah.  Tak terbanyang jika memilih logam emas, berapa uang yang harus dikeluarkan jika satu cincin membutuhkan lima gram atau lebih.  Sementara harga Emas murni sudah mencapai kisaran harga Rp 500.000 per gram.  Sedangkan harga perak cukup murah yakni Rp 12.500 per gram, yang pernah saya beli di sebuah toko emas di Purwokerto.



Bagi Pak  Arjo, tawaran yang banyak  ini menjadi berkah tersendiri baginya.  Sesuatu yang sangat tidak diduga dan jarang sekali terjadi sepanjang menekuni pekerjaannya.  Hampir beberapa tahun ini ia sepi pekerjaan dan nyaris tidak ada yang bisa dikerjakan. Alias mati suri.  Mungkin karena harga emas yang tinggi, sehingga orang enggan membuat perhiasan.  Bayangkan saja, diusianya yang di atas tujuh puluh tahun, ia masih harus menghidupi keluarga.   Maka tidak ada yang bisa dilakukan selain mengiyakan pesanan itu.  Walau harus diakui bahwa membuat perhiasan dengan bahan dasar logam perak akan lebih sulit ketimbang logam emas.  Emas mudah dikerjakan karena lebih lunak dibandingkan perak.  Sedangkan ongkos yang dikenakan tetap sama, tergantung pula tingkat kerumitan disain.  Pengrajin perhiasan ini mematok ongkos pembuatan antara Rp 100.000-Rp 150.000.

Pada tanggal 11 Desember 2014 kemarin, di Gedung Kong Kwang Purbalingga, diadakan Pameran Batu Klawing yang diikuti oleh 34 stan peserta baik dari UMKM maupun non UMKM.   Sekda Kabupaten mengatakan, Bupati Purbalingga sudah mengeluarkan instruksi yang mewajibkan pegawai di lingkungan Pemkab Purbalingga memakai kerajinan batu Klawing, berupa cincin akik batu Klawing (Radar Banyumas, 12 Desember 2014).  Begitu sensasionalnya tren batu akik, sampai seorang Bupati berespon dengan cara mengeluarkan instruksi.   Atau memang masyarakat kita yang suka kagetan?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun