Minggu ketiga: Terinspirasi Lagu
[caption caption="erikapurwa.webugm.ac.id"][/caption]“Sekarang, menjadi guru negeri itu harus menunggu lama. Lihat sendiri para guru honorer, sudah berapa kali mereka demo! Sudah puluhan tahun pula mengajar!” kata istriku pada anak perempuannya.
Dan sekarang, aku punya kesempatan bicara dengannya.
“Ayah minta kamu memahami tentang ini.”
“Tentang apa?”
“Tentang kelanjutan perusahaan. Ayah menyiapkan kamu meneruskan bisnis ini. Dan kamu harus belajar ilmunya. Suatu saat, kamu yang pegang kendali.”
“Tapi aku ingin jadi guru, Ayah!”
Aku tatap wajah anakku. Aku biarkan diriku rilek saja, seolah tidak terganggu dengan cita-citanya. Beda sewaktu pertama dia berucap dulu, kepalaku seperti terkena palu.
“Dengarkan dulu. Perusahaan ini tidak saja menghidupi keluarga kita. Tetapi juga membantu yang lain. Tahu kan, yayasan yatim piatu yang sering kita datangi. Kami menyantuni mereka. Belum kegiatan sosial yang lain. Artinya, perusahaan Ayahmu punya arti.
“Kan bisa cari orang lain?” .
“Bisa. Tapi lebih enak di hati kalau anakku sendiri yang pegang estafet. Dan itu hanya kamu!”