Mohon tunggu...
S Novi Pramono
S Novi Pramono Mohon Tunggu... Freelancer - freelance

Pemerhati Media Massa, Dialog Public, Public Relationship

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Strategi Zaman Now Mewujudkan Budaya Literasi di Era Konvergensi

31 Januari 2024   23:24 Diperbarui: 2 Februari 2024   07:35 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto dok :youtube/podcom

Penguasaan literasi informasi akan menjauhkan dari kebodohan, karena di saat mempunyai suatu masalah kita menjadi tahu di mana harus mencari informasi pemecahan masalahnya,  Literasi informasi merupakan kemampuan seseorang dalam mencari, mengoleksi, mengevaluasi atau menginterpretasikan, menggunakan, dan mengkomunikasikan informasi dari berbagai sumber secara efektif , Maka jika rendahnya minat baca  akan sangat berpengaruh kepada ketrampilan literasi informasi  Sehebat apa pun kemampuan seseorang  baik dalam kecerdasan dan kepintaran tidak akan terlepas dari kemampuan berliterasi

Perkembangan teknologi informasi yang sangat cepat sudah mempengaruhi berbagai bidang kehidupan dan profesi. Pengaruh ini bisa berdampak positif dan negatif pada kehidupan jaman semakin kedepan tentu jaman akan smakin maju istilah awam yang lagi menjadi tren biasa disebut dengan zaman now Adanya perubahan paradigma  sistem pada berbagai penyedia informasi akan mengarah ke zaman digital, tentunya ini membawa dampak yang sangat besar dalam hal penyajian dan gaya literasi. Tujuan mendapatkan akses lebih cepat ke informasi yang dibutuhkan menjadi hal wajib. Dewasa ini seiring dengan perkembangannya penting untuk diperhatikan bahwa perubahan teknologi digital akan terus menuju pada suatu konsep yang disebut sebagai era konvergensi. Konvergensi yang dimaksud di sini adalah peningkatan digitalisasi, konten tipe yang berbeda (data, audio, suara, video) diletakkan dalam suatu format yang sama dan dikirim terus menerus (progresif) melalui berbagai variasi teknologi (komputer, handphone, televisi dsb) atau diteruskan pada platform yang berbeda. Sebab, di era konvergensi itu semua telah menjadi bagian aktivitas dan kebutuhan bagi setiap insan, serta dimulai dari pemanfaatan gadget (gawai berbentuk laptop, tablet, ipad dan smartphone). Tentunya untuk memenuhi harapan tersebut, seorang harus bisa beradaptasi dengan perkembangan teknologi informasi.

Kita mulai dalam  pembahasan,  Budaya Literasi merupakan  Kegiatan Ilmiah yang tereduksi dan tak dapat dipungkiri bahwa ada kaitan antara lembaga pendidikan dan dunia intelektual didalamnya. Keduanya sangat interaktif (saling mempengaruhi) dan interdependen (saling tergantung dan membutuhkan) Salah satu cara untuk membangun tradisi ilmiah diawali dilingkungan pendidikan contoh pada  lingkungan perguruan tinggi adalah dengan cara mengoptimalkan budaya literasi di kalangan mahasiswa sebab Kemajuan sebuah bangsa tercermin dari giat atau tidaknya budaya literasi penduduknya. Lebih kongkret pada salah satu indikator penilaian kualitas sains dalam suatu negara terindeks dengan  jumlah artikel ilmiah yang dipublikasikan pada jurnal Internasional. Menurut data Science and Engineering Indicators, jumlah publikasi bangsa Indonesia pada 2003 hanya 178 artikel, tertinggal jauh di bawah negara-negara ASEAN, seperti Malaysia yang mempunyai publikasi 520 artikel, Vietnam206, Filipina 179, Thailand 1072, dan Singapura 3122. Sementara itu, Korea Selatan memiliki 13.746 publikasi, dan Jepang sejumlah 60.067 artikel. Kalau dihitung jumlah artikel perkapita, posisi Indonesia semakin tertinggal berada pada urutan 134 dunia, dengan indeks 0,88 artikel per 1 juta penduduk .Gambaran serupa juga terjadi pada penerbitan buku. Di wilayah ASEAN, jumlah penerbitan buku di Indonesia tertinggal jauh, yaitu sebanyak 6000 judul buku per tahun, sementara Malaysia sejumlah 10.000 judul buku,dan Singapura 12.000 judul buku. Mengerucut  lagi, di level Asia Pasifik, Cina dan Jepang menerbitkan masing-masing 60.000 judul buku. Sementara itu, Kompas mencatat bahwa pada 2009, Indonesia baru sanggup menerbitkan sekitar 8.000 judul buku per tahun. Jumlah ini sama dengan Malaysia yang berpenduduk sekitar 27 juta jiwa dan jauh di bawah Vietnam yang bisa mencapai 15.000 judul buku per tahun dengan jumlah penduduk sekitar 80 juta jiwa. Dari paparan di atas, jelas bahwa menggiatkan budaya literasi dirasa penting di lingkungan akademik. Mempublikasikan tulisan kepada khalayak tentu saja bukan hanya tugas seorang akademisi, seperti dosen,tetapi juga harus dimulai dari kalangan mahasiswa sehingga kemajuan bangsa dapat mengalami percepatan. Penguasaan menulis juga harus diiringi dengan kegiatan membaca yang kontinu serta penguasaan bahasa asing yang mumpuni, khususnya Bahasa Inggris. Sesuai dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu pengabdian kepada masyarakat maka mahasiswa juga berkewajiban menularkan kesadaran membaca itu kepada masyarakat sekitar. Bagaimanapun, masyarakat kita secara umum belum memiliki kesadaran tinggi dalam membaca. Seiring waktu berjalan globalisasi telah menciptakan ruang aktualisasi yang luas, dunia akan memandang sebuah bangsa dari karya yang dihasilkannya.

Robert A.Day mengatakan: “Scientist are measured primarily not by their dexterity in laboratory manipulations, not by their innate knowledge of their board or narrow scientific subjects, and certainly not by their wit or charm; they are measured,and become known (or remained unknown) by their publications.” Dari paparan di atas, jelas bahwa budaya literasi merupakan kegiatan ilmiah yang perlu dioptimalkan  Namun semangat membangun budaya literasi belum berjalan secara optimal. Sementara mahasiswa saat ini tengah mengalami  kecenderungan delitenisme dan bahkan pendangkalan berpikir. Mereka hanya cukup tahu tema umum tanpa mengetahui detail-detail informasi yang masuk. Kemampuan literasi seharusnya  juga berbanding lurus dengan kemampuan daya nalar. Dalam menyikapi fenomena tersebut, Melalui beberapa tahapan dan adaptasi diharapkan mahasiswa dapat segera berbenah agar dapat memperkokoh eksistensi di era kini. Namun tidak meninggalkan esensi dari sumber ilmu yang identik  disebut dengan buku sebagai menu yang tidak bisa terlepas, karena peran buku masih menjadi pilar utama terbukti dari buku teks masih digunakan sebagai literasi informasi bagi institusi pendidikan serta tetap digunakan sebagai perangkat pembelajaran.

 Berkenaan dengan pentingnya faktor buku teks dalam pembelajaran yang di gunakan dalam pembelajaran timbul pertanyaan apakah buku teks yang tersedia pada sekolah tinggi dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh mahasiswa Hal ini tentunya juga dilihat dari sisi buku yang tersedia di perpustakaan terutama di perguruan tinggi, apakah telah memenuhi standar pengadaan mutu yang baik dilihat dari tolok ukur kebutuhan ilmu pengetahuan maupun teori – teori yang relevan. Akan tetapi masih diperlukan pula strategi manajemen informasinya dan menjadi prioritas bagi sivitas dan pemerhati perpustakaan agar tercipta budaya literasi . Maka dari itu diperlukan komitmen dan kesungguhan khususnya sivitas  sebagai pelaku dalam distribusi informasi serta dukungan dari institusi lembaga yang menaunginya. Mengaplikasikan teknologi Informasi setelah membaca tulisan ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan membuka cakrawala pengetahuan bagi sivitas, agar lebih mempersiapkan diri menghadapi era konvergensi dengan terus berinovasi dalam membangun budaya literasi  dengan mengetahui kompetensi apa saja yang harus dipunyai  dengan cara mengoordinasikan dan mengintegrasi memadukan kemampuan berkomunikasi dengan baik menjadi hal wajib yang harus dimiliki, karena akan sangat bergantung antara  cara penyampaian informasi  dengan gaya komunikasi yang efektif ,efisien serta tepat sasaran , dengan memaksimalkan pesan positif dan meminimalkan pesan Negatif  akan menghasilkan citra atau brand lebih awam lagi merek hal ini akan mudah diingat dan gampang dimengerti jika sukses akan menghasilkan Trend biasa di jaman now dikenal dengan Trendsleter  dalam kaitan ini brand dilekatkan pada jasa layanan penyedia informasi dengan sasaran menciptakan dan menyokong brand . Selain untuk membangun hubungan jangka panjang, juga digunakan untuk membangun dan memperkuat brand, di karenakan orang tahu akan brand bukan sekedar dari iklan semata melainkan dari (sense) pengalaman yang didapat, diharapkan “brand” yang positif juga akan berpengaruh kuat pada budaya literasi sehingga menghasilkan perubahan dan meningkatkan nilai tersebut.

setelah membaca artikel ini kita dapat memulai adalah dengan membagi menjadi 5 (lima) cara jitu strategi pada konsep ini menggunakan gabungan perpaduan antara komunikasi dua lini yaitu komunikasi lini atas berkaitan dengan era konvergensi (digitalisasi, internet dan media) dan komunikasi lini bawah tatap muka langsung dialog, berikut pemaparan srategi diawali dari

Pertama, advertising adalah serangkaian program komunikasi above the line (komunikasi lini atas) untuk mempromosikan literasi di media-media konvensional dan digital. Misalnya, pemasangan iklan layanan masyarakat baik di media digital, cetak, radio, billboard, banner, baliho, spanduk, website library (membaca buku digital secara online dan gratis).

Kedua, sales promotion adalah program-program komunikasi below the line (komunikasi lini bawah) untuk menambah nilai promosi strategis terhadap aktivasi yang sedang dijalankan. Misalnya, talkshow, bedah buku, resensi buku, jumpa penulis, dialog public dan lain-lain yang dikemas dengan format edutainment di berbagai acara dengan memanfaatkan publik figure.

Ketiga, personal selling adalah program-program komunikasi below the line (komunikasi lini bawah) untuk membangun awareness dan consumer insight. Misalnya, penetrasi budaya literasi  jemput bola semisal dengan cara gerakan membaca (mobile library) dengan demo buku digital , jika dilihat dari sisi kuantitas dan variasi tema bisa menjadi unique selling serta diambah fasilitas cepat wifi gratis di area mobile library, semua harus gratis.

Keempat, public relation program-program komunikasi below the line (komunikasi lini bawah) yang melibatkan peran sentral dari ambassador  yang lebih menitikberatkan pada komunikasi personal pada menarik minat pembaca. Misalnya, program pemilihan duta baca, kegiatan perlombaan (resensi buku, bercerita, puisi, menulis esai, drama, dll.), program kerjasama atau menjalin sinergi sesama komunitas literasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun