[caption id="attachment_278840" align="alignnone" width="300" caption="http://www.jpnn.com"][/caption] Pada awalnya Nanan sangat menonjol, beliaulah calon favorit Kapolri, tapi dari awal saya sudah ragu, mana mungkin Pak SBY memberi kepercayaan kepada Nanan yang Berasal dari tanah pasundan. Walapun Pak Nanan adalah sosok repormis di tubuh Polri, cerdas,  cukup bersih, beberapa ide beliau sangat jelas tentang perlunya repormasi di tubuh polri. Sehingga Pak SBY akan sedikit kesulitan bila mendapatkan sosok seperti Pak Nanan, karena bisa menjadi duri dalam daging bagi pemerintahan SBY. Apalagi Pak Nanan adalah lulusan terbaik di AKPOL. Pak SBY orang yang sangat hari-hati, karena beliau tidak ingin mendapatkan calon Kapolri yang tidak satu VISI dan MISI dengan beliau, dan ini wajar karena ini berkaitan dengan citra beliau.  Jangan sampai VISI dan MISI beliau disalah artikan oleh Kapolri yang baru. Pada periode kedua kepemimpinan Pak SBY menerapkan cara memimpin raja-raja jawa, dengan citra yang terus di poles, pandai mengunakan kata-kata, bila ada kabar derita, maka cukup bawahan yang menyampaikan, bila ada kabar suka, maka beliau akan tampil dimuka. Beliau perlu yakin dengan bawahanya bahwa mereka akan menjamin kemauan Pak SBY tanpa perdebatan dan tidak neko-neko, yang tidak mungkin didapatkan pada sosok Pak Nanan, bukan berarti beliau tidak loyal kepada pimpinan, tapi semuanya ada rambunya, bila pemimpin memberi instruksi yang salah, atau melangar etika, barangkali selayaknya bila bawahan mengingatkan.  Sepertinya Pak SBY memerlukan Kapolri "yes men". Sementara Pak Imam Sujarwo walau cocok baik secara emosional maupun kedaerahan, tapi isu negatif tentang beliau terkait kedekatan dengan keluarga Cikeas santer di beritakan wartawan, Jadi beliau kurang nyawan, karena akan mudah jadi sasaran "tembak" lawan Politik beliau. Pastinya akan banyak tuduhan negative bahwa beliau KKN, walaupun itu hak progratif beliau. Pada dasarnya rakyat hanya perlu hasil dan kinerja Kapolri, bukan siapa dia.  Selama layak dan memenuhi sarat kenapa ngak...?. Pada saat dipanggil komnas, Timur Pradopo  tidak hadir, walau sudah dipanggil tiga kali. Padahal pemanggilan itu untuk mencari keterangan pelangaran ham pada kasus Trisakti dan mei berdarah.  Beliau belum tentu bersalah, namun sayangnya beliau tidak mau hadir, dan berlindung di balik institusi Polri.  Harusnya beliau menjadi contoh, taat pada hukum, bukan hanya meminta orang untuk patuh, tapi diri sendirinya engan menghadiri panggilan komnas ham. Tapi biarlah, palu sudah diketuk, yang ditunggu kinerja Pak timur Pradopo. Kita berharap Polri lebih giat lagi bekerja, terutama kekerasan yang akhir-akhir ini terus terjadi. Termasuk kasus teroris, ahmadiyah dan rekening gendut Polri. Kalau boleh berharap, kasus kekerasan bisa di cegah dengan adanya intelijen kepolisian yang kuat, sehingga tidak terjadi lagi kasus dijalan Ampera, kasus penyerangan Ahmadyah dan Ciketing Bekasi.   Mudah-mudahan Pak Timur Pradopo menjadikan pristiwa-pristiwa tersebut menjadi pelajaran . Selamat buat Pak Timur, jangan lupa membabat habis teroris, koruptor, juga bila itu rekan-rekan anda di Polri.  Bila anda benar, suara yang ragu akan anda, semuanya akan berbalik mendukung anda. Buat Pak Nanan, salam hangat, banyak tempat lain untuk mengabdi di negeri ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H